Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PITA garis polisi itu sudah tujuh hari membentang di gerbang Hotel Mandalika, Anyer, Banten. "Dipasang sejak penangkapan," kata Rozi, penjaga keamanan hotel itu, Rabu pekan lalu. Di gapura tersebut, pada Kamis dinihari dua pekan lalu, tim gabungan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya dan Kepolisian Resor Depok menyergap komplotan penyelundup sabusabu asal Taiwan.
Polisi menembaki mobil Toyota Avanza hitam yang ditunggangi Chen Wei Cyuan dan Liao Guan Yu sekitar pukul 3 dinihari itu. Warga Taiwan tersebut sempat menabrakkan mobilnya ke Kijang Innova polisi yang diparkir melintang tepat di pintu keluar. Chen dan Liao baru menyerah setelah ban mobil mereka hancur diterjang peluru. Di bagasi belakang kendaraan berpelat B1387BYN itu, polisi menemukan tumpukan karung goni berisi sabusabu kualitas super.
Mendengar berondongan tembakan, mobil lain berisi dua anggota sindikat yang masih di dalam kompleks hotel memutar balik ke arah pantai. Namun polisi yang sebelumnya mengintai dari empat titik sigap mengepung mobil yang ditumpangi Hsu Yung Li dan Lin Ming Hui itu. Dor, dor, dor! Lin Ming Hui tewas seketika. Adapun Hsu Yung Li sempat kabur dengan melompati pagar hotel. Polisi menangkap dia pada sore harinya ketika menyetop bus pariwisata yang melintas di Cilegon, Banten.
Di dalam mobil Innova yang dinaiki Hsu Yung Li dan Lin Ming Hui, polisi juga menemukan tumpukan goni berisi narkotik jenis amphetamine itu. "Total ada 1 ton. Kami tidak mengira sebanyak itu," kata Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta KaroKaro.
AWAL Mei lalu, atas undangan Kepolisian Taiwan, Wakil Kepala Polda Metro Jaya Brigadir Jenderal Suntana dan Kepala Polres Depok Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan bertolak ke negara naga kecil Asia itu.
Suntana dan Herry diundang setelah timnya menangkapi sindikat narkotik dan penipuan asal Taiwan yang beroperasi di Jakarta dan sekitarnya pada Desember 2016Februari 2017. Di Taiwan, dalam kunjungan itu, polisi bertukar informasi tentang kejahatan cyber dan narkotik.
Pada awal Juni lalu, Kolonel Jay Lee dari Kepolisian Taiwan menghubungi Nico Afinta dan Herry. Dia menyampaikan informasi intelijen tentang rencana pengiriman narkotik ke Jakarta. Sebelum mengirim barang terlarang, sindikat itu lebih dulu memberangkatkan empat warga Taiwan. Mereka adalah Lin Ming Hui, Chen Wei Cyuan, Hsu Yung Li, dan Liao Guan Yu. Kepolisian Taiwan pun memberikan foto dan salinan paspor keempat orang itu. "Kami berdua kemudian masuk tim yang dibentuk Kapolda," ujar Herry.
Lin dan Chen tiba di Bandar Udara Internasional SoekarnoHatta, Tangerang, pada 4 Juni lalu. Adapun Hsu dan Liao mendarat di Bandara SoekarnoHatta dua hari berikutnya. Tim yang dipimpin Nico dan Herry hanya memantau kedatangan Hsu dan Liao. Sebab, informasi dari Kepolisian Taiwan tentang kedua orang ini lebih jelas.
Hsu dan Liao berangkat dari Bandara Gaoqi Xiamen menggunakan pesawat China Air CI761. "Mereka dijadwalkan tiba pada siang hari," ucap Herry. Namun, hingga tempat pengambilan bagasi di Terminal 2D Bandara SoekarnoHatta sepi, tim Polres Depok dan Polda Metro tak melihat Hsu ataupun Liao. Setelah menunggu kedatangan pesawat berikutnya dari Xiamen, Eva Air, polisi masih tak menemukan target.
Satu tim polisi menemui petugas imigrasi untuk mengecek data kedatangan Hsu dan Liao. Ternyata kedua orang itu telah melewati pintu pemeriksaan. Tim polisi lain mengecek ke hotelhotel di sekitar bandara, tapi hasilnya nihil.
Orang dengan ciriciri mirip Hsu dan Liao terlihat oleh tim polisi lain yang berjaga di pintu keluar Terminal 2D SoekarnoHatta. Keduanya dijemput mobil Avanza hitam berpenumpang dua orang. Mobil itu bergerak ke arah Tangerang dengan kaca terbuka, karena penumpangnya merokok.
Polisi terus membuntuti mobil yang kemudian bergerak ke arah Kamal, Cengkareng, lalu menuju Perumahan Citra Garden, Jakarta Barat, itu. Di depan sebuah rumah kontrakan, mobil berhenti. Tapi penumpangnya tak langsung turun. Mereka baru keluar setelah beberapa saat berdiam di dalam mobil, kemudian masuk ke dalam rumah berpagar putih itu.
Sejam kemudian, keempat orang itu ke luar rumah lagi. Dua orang mengendarai Daihatsu Terios putih, lalu melaju ke arah Bandara SoekarnoHatta. Dua orang lainnya menggunakan Toyota Avanza silver menuju Kalideres, Jakarta Barat. Sedangkan mobil yang sebelumnya dipakai menjemput ke bandara terparkir di rumah.
Ketika memantau target, tim polisi yang dipimpin NicoHerry menerima hasil sadapan komunikasi anggota sindikat itu dari Kepolisian Taiwan. Ternyata keempat orang itu sopir terlatih yang ditugasi sebagai transporter. Mereka biasa berkendaraan secara zigzag dan melaju kencang bahkan di tengah kemacetan.
Berdasarkan informasi dari Kepolisian Taiwan, sabusabu akan dikirim dari Cina ke Indonesia melalui pelabuhan. Dari pelabuhan, sabusabu selanjutnya akan dibawa lewat jalur darat. Jika berhasil, mereka akan diberi komisi sekitar Rp 600 juta. "Kalau pengiriman pertama berhasil, akan ada pengiriman kedua dan ketiga," demikian menurut sadapan itu.
Pengendali jaringan yang tinggal di Cina, Abing, meminta keempat warga Taiwan itu membiasakan diri menyetir mobil dengan kemudi di sisi kanan. Sebab, di Taiwan, setir mobil berada di sisi kiri. Hampir saban hari keempat orang itu memacu mobil ke arah Serang, lalu menuju Anyer, Banten. Jalur yang biasa mereka lewati, menurut sadapan polisi Taiwan, merupakan rute yang akan dipakai pada hariH penjemputan sabusabu.
Tim yang dipimpin Nico dan Herry terus memantau pergerakan para transporter tersebut, termasuk ketika mereka bergerak ke Anyer. Pertengahan Juni lalu, ketika hendak makan siang di Anyer, tim Nico dan Herry berpapasan dengan tim Direktorat IV Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. "Tak sempat ada percakapan," kata Herry.
Tak lama kemudian, Herry menerima pesan WhatsApp dari Wakil Direktur Pidana Narkoba Bareskrim Komisaris Besar John Turman Panjaitan. Sang perwira menanyakan operasi tim gabungan Polda MetroPolres Depok. "Cuma nyuruh mundur. Tapi kami menempel target sudah lama," ujar Nico.
Belakangan, Nico tahu bawa tim Bareskrim juga mendapat info tentang kedatangan kapal berisi narkotik dari Taiwan. Sedangkan Polda Metro dan Polres Depok mengantongi info tentang identitas para transporter.
Saat dimintai konfirmasi, John tak membenarkan ataupun membantah insiden "papasan" dua tim polisi dan permintaan mundur kepada tim Polda MetroPolres Depok itu. "Kami, Polri, sangat bangga dan berbahagia dengan terungkapnya sabusabu 1 ton," kata John. "Polri telah menyelamatkan jutaan calon korban pembeli."
Tim NicoHerry terus menguntit keempat transporter. Namun, hingga akhir Juni lalu, mereka tak kunjung mendapat info soal kapal pengirim narkotik dan kepastian kapan barang akan sampai di Indonesia. "Perkiraan kami pas Lebaran karena menunggu petugas lengah," ujar Nico.
Perhitungan Nico ternyata meleset. Hingga musim libur Lebaran lewat, kiriman sabusabu belum sampai. Tapi tim Polda Metro Jaya dan Polres Depok terus mengawasi gerakgerik keempat transporter.
Di Anyer, jaringan Taiwan itu terpantau polisi mendatangi beberapa lokasi. Di antaranya pantai di belakang bekas Hotel Mandalika, dermaga nelayan, Resort Green Garden, Hotel Patra, dan pantai nelayan. Sekali survei lokasi, jaringan Taiwan ini bisa menghabiskan waktu sampai empat jam. "Analisis kami, mereka akan masuk lewat Mandalika karena sepi," ucap Nico. Hotel Mandalika memang tak beroperasi lagi sejak 17 tahun lalu.
Suatu hari, ketika membuntuti para transporter, tim NicoHerry hampir ketahuan. "Mereka curiga dan melabrak kami dengan bahasanya. Kami diam saja," ujar Herry. Setelah insiden itu, jaringan Taiwan berganti kendaraan "operasional". Sejak awal Juli lalu, mereka pun pindah tempat tinggal ke Hotel Mustika, di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat. Tak mau kehilangan target, tim NicoHerry terus membuntuti mereka dengan berganti kendaraan.
Menjelang tengah malam pada 11 Juli lalu, dua kendaraan Avanza dan Innova yang ditunggangi keempat orang Taiwan itu melaju ke arah Hotel Mandalika. Tim NicoHerry, sebanyak 35 orang, bersiaga di sekitar hotel. Empat jam kemudian, pada subuh keesokan harinya, keempat orang Taiwan itu kembali ke Hotel Mustika tanpa membawa apaapa. "Mereka hanya mengirim data koordinat ke nakhoda kapal pembawa barang," kata Nico.
Yakin bahwa pantai belakang Mandalika akan menjadi tempat pengiriman barang, NicoHerry kembali menyiagakan anggotanya di sana. Polisi pun memasang jebakan. Mereka meminta petugas pos keamanan mempersilakan jika ada orang Taiwan yang ingin masuk ke area belakang hotel.
Pada malam berikutnya, 12 Juli 2017, tim polisi bersiaga di empat titik di semaksemak belakang Hotel Mandalika. Menggunakan alat night vision, polisi memantau pergerakan para transporter. Dalam pekat malam yang diiringi sayupsayup deburan ombak, tim polisi melihat dua perahu karet merapat ke bibir pantai. "Suara mesinnya pelan sekali," ucap Nico. Sebelumnya, para transporter memberi kode dengan kedipan lampu senter.
Dari polisi Taiwan, Nico dan Herry mengetahui bahwa Abing yang tinggal di Cina mengatur pengiriman sabusabu sampai pendaratannya di Anyer. Namun tidak semua komunikasi Abing dengan para transporter tertangkap radar polisi Taiwan. "Mereka kadang menggunakan aplikasi khusus," ujar Herry.
Dalam waktu 25 menit, sabusabu dalam karung goni berpindah ke bagasi kedua mobil transporter. Nico dan Herry meminta timnya tak langsung menyergap para transporter di tepi pantai. Tapi mereka juga tak mau menunggu sampai para transporter menyerahkan barang ke jaringan "pemesan" di Indonesia. "Mereka sopir terlatih. Kalau dibiarkan sampai jalanan, bisa saja lolos," kata Herry.
Karena itu, Nico dan Herry memerintahkan timnya menyergap para transporter di gerbang depan hotel. Di sana, polisi telah memarkir mobil dengan menghalangi jalan keluar. Pada 13 Juli, sekitar pukul 03.00, polisi meringkus dua transporter. Satu ton sabusabu yang disita polisi, menurut Nico, bila sempat beredar harganya bisa sampai Rp 2 triliun.
Setelah menurunkan barang, dua perahu karet biru dan abuabu kembali ke induknya, Wanderlust, yacht berbendera Republik Sierra Leone yang membuang jangkar di belakang Pulau Sangiang, Banten. Nakhoda dan empat anak buah kapal itu kemudian berlayar lagi menuju perairan Batam.
Nico dan Herry baru mengetahui Wanderlust sebagai pembawa sabusabu setelah menangkap para transporter dan mendapat kabar dari Ministry of Justice Investigation Bureau, Taiwan. Nico lantas mengabari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai soal pergerakan kapal itu. Dua hari berikutnya, Wanderlust ditangkap tim BeaCukai Batam di Perairan Tanjung Berakit. Kapal yang sudah dimodifikasi itu kini ditahan di galangan Tanjung Uncang, Batam.
Belakangan, Nico dan Herry menerima kabar dari tim Badan Narkotika Nasional tentang kemungkinan masih adanya narkotik di dalam kapal itu. "Anjing pelacak terus mengendus di bagian belakang kapal, tapi terkamuflase bau cat yang masih basah," tutur Herry.
Selain mencari sisasisa narkotik, polisi masih menyisakan banyak "pekerjaan rumah". Di hulu, jaringan pemasok sabusabu yang dikendalikan Abing dari Cina belum terungkap jelas. Di hilir, jaringan pemesan sabusabu itu lebih gelap lagi. "Mereka menggunakan sistem sel terputus," ujar Nico.
Linda Trianita, Abdul Manan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo