Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Orientasi Seksual Tak Bisa Jadi Dasar Pemecatan Polisi

Pakar hukum dari STH Jentera, Asfinawati, menilai orientasi seksual tidak seharusnya menjadi alasan pemecatan polisi.

7 Januari 2025 | 05.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Upacara Pemberhentian Tidak Dengan Hormat atau PTDH terhadap 31 anggota polisi yang terbukti melakukan pelanggaran berat yang dipimpin oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto di Polda Metro Jaya, Jakarta, 2 Januari 2025. Dok. Polda Metro Jaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto memberhentikan 31 anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran berat pada Kamis, 2 Januari 2025. Salah satu dari 31 anggota itu dipecat karena orientasi seksualnya yang masuk ke dalam kategori Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut pengamat hukum Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Asfinawati, orientasi seksual tidak ada hubungannya dengan profesionalitas polri. “Dalam Peraturan Kapolri tentang Hak Asasi Manusia, tertulis polisi tidak boleh mendiskriminasi warga karena berbagai dasar, salah satunya orientasi seksual,” kata Asfinawati ketika dihubungi pada Ahad, 4 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaran Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam Perkap tersebut, Pasal 4 Poin h menyebutkan bahwa HAM tidak membedakan ras, etnik, ideologi, budaya, agaa, keyakinan, falsafah, status sosial, dan jenis kelamin atau orientasi seksual, melainkan mengutamakan komitmen untuk saling menghormati untuk menciptakan dunia yang beradab.

Eks Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta itu juga mengatakan, pemecatan anggota kepolisian karena orientasi seksual memiliki konsekuensi terhadap perlindungan hak-hak kelompok minoritas seksual di Indonesia.

“Kasus ini menunjukkan fobia terhadap orientasi seksual dan anggota polri akan membawa ini dalam tugas penegakan hukum dan menjaga ketertiban, karena dicontohkan atasan bahkan terjadi secara struktural,” ujar Asfinawati. Dia menegaskan, memiliki orientasi seksual yang berbeda bukanlah sebuah kejahatan, dan polisi harus bisa membedakan kedua hal tersebut.

Sebanyak 31 anggota Polda Metro Jaya yang diberhentikan oleh Karyoto dinilai telah mencoreng nama institusi. Delapan anggota dipecat karena penyalahgunaan narkoba, lima belas anggota melakukan desersi, satu anggota terlibat dalam tindak pidana penggelapan atau penipuan, empat anggota dipecat karena kasus perselingkuhan, dua anggota atas pernikahan siri, dan satu orang karena terlibat LGBT. Dari 31 anggota tersebut, lima personel berasal dari satuan kerja Markas Kepolisian Daerah atau Mapolda. Sementara 26 anggota lainnya bertugas di jajaran Polres.

Karyoto mengatakan pelaksanaan pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) dilakukan di setiap wilayah agar memberikan efek jera terhadap anggota di tingkat Polres. Sementara itu ketika memimpin upacara Karyoto menekankan pentingnya norma agama.

“Saya mengingatkan kembali bahwa ikuti syariat agama masing-masing untuk menjadi alat kontrol bagi diri kita dalam membedakan apa yang baik dan buruk,” ujar Karyoto dalam keterangan resmi pada Jumat, 3 Januari 2025.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus