Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima 21 permohonan sengketa hasil pemilihan gubernur. Dilihat dari laman resmi MK, gugatan sengketa pemilihan gubernur paling banyak datang dari provinsi yang ada di Pulau Papua. Adapun secara keseluruhan, terdapat 308 permohonan sengketa hasil Pilkada 2024 yang terdaftar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari total permohonan sengketa pemilihan gubernur, Papua mewakili sebanyak sembilan gugatan. Dari jumlah permohonan tersebut, tujuh permohonan perselisihan hasil pilkada berasal dari provinsi hasil pemekaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rinciannya yaitu tiga permohonan sengketa hasil berasal dari pemilihan Gubernur Papua Selatan, pilgub Papua Pegunungan sebanyak dua permohonan, pilgub Papua Tengah dan Papua Barat Daya masing-masing satu gugatan.
Jumlah permohonan sengketa terbanyak kedua berasal dari wilayah Sulawesi, yakni sebanyak empat gugatan. Gugatan hasil pilgub itu datang dari Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Lalu gugatan terbanyak selanjutnya diwakili oleh pilgub Maluku Utara, yang terdaftar sebanyak tiga permohonan gugatan.
Berdasarkan Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2024 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, batas akhir pengajuan permohonan pemohon sengketa pilkada adalah pada 18 Desember 2024. Dilihat di laman resmi MK, dari total permohonan yang terdaftar, sebanyak 20 permohonan merupakan gugatan terhadap hasil pemilihan gubernur.
Penambahan satu permohonan untuk gugatan hasil pemilihan gubernur masih diterima MK, meski batas pengajuan sengketa hasil pada Rabu, 18 Desember kemarin.
Kendati telah ditutup, Ketua MK Suhartoyo sebelumnya mengatakan mahkamah tetap menerima permohonan sengketa yang didaftarkan. Alasannya, ujar dia, lembaga peradilan tidak boleh menolak perkara yang diajukan oleh masyarakat.
“Prinsipnya pengadilan tidak boleh menolak perkara. Nanti tetap kami proses. Nanti akan dipertimbangkan oleh hakim apakah permohonan memenuhi syarat formal atau tidak," kata Suhartoyo di Gedung I MK, Jakarta, Kamis, 12 Desember 2024.
Pilihan editor: Beda Mekanisme Pengangkatan Anggota Biasa dan Kehormatan Golkar