Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Polisi menertibkan belasan tambang nikel ilegal di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, sejak September 2021.
Para penambang memanfaatkan tanah bekas galian jalan koridor hutan yang engandung ore.
Berdampak kerusakan mata air dan lingkungan di Blok Mandiodo.
ROBERT Mandala Yasin baru berusia 24 tahun saat menjabat Direktur Utama PT James & Armando Pundimas pada 2019. Ia jebolan Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat. Perusahaan ini memiliki konsesi lahan tambang nikel seluas 703 hektare di Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Nilai bisnisnya ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.
Jabatan ini menyeret Robert ke perkara hukum. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan Robert sebagai tersangka pemilik tambang ilegal di Konawe Utara. “Mereka menambang di kawasan hutan produksi,” ujar Kepala Seksi Wilayah 1 Kantor Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sulawesi Muhammad Amin pada Jumat, 25 Maret lalu.
Bersama Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Kementerian Lingkungan menyerahkan berkas pemeriksaan Robert ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara pada pertengahan Maret lalu. Penyidik menyertakan barang bukti tiga ekskavator dan tiga truk milik PT James. Robert juga sudah ditahan di kejaksaan.
PT James & Armando bersama sepuluh perusahaan tambang nikel lain sebenarnya sudah mengantongi izin usaha penambangan dan eksplorasi dari Bupati Konawe Utara pada 2009. Belakangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan PT Aneka Tambang (Antam) menggugat izin PT James & Armando. Konsesi tambang bertindihan dengan izin PT Antam. Pengadilan akhirnya menganulir izin PT James & Armando.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
(Baca: Suap dan Permainan Izin Tambang di Sulawesi)
Kementerian Lingkungan tak mempersoalkan izin tersebut. Penyidik menganggap PT James & Armando bersalah karena tak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) di area tambang. IPPKH diterbitkan Kementerian Lingkungan dan menjadi syarat utama perusahaan yang beraktivitas di hutan. “Siapa pun yang mau menambang harus memiliki IPPKH dulu, baru boleh menambang,” tutur Amin.
Penambangan ilegal PT James & Armando terungkap lewat operasi tim gabungan Kementerian Lingkungan dan Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara pada Oktober 2021. Ketika itu, tim menemukan ekskavator dan truk di area tambang yang diklaim milik PT James & Armando di Desa Lamondowo, Kecamatan Andowia. Dalam peta tambang Kementerian Energi, kawasan ini juga dikenal dengan sebutan Blok Mandiodo.
Kuasa hukum PT James & Armando, Ricky K. Margono, membantah tuduhan Kementerian Lingkungan. Ia mengatakan semua alat berat yang disita bukan milik kliennya. Ia mengatakan tak ada teknisi PT James & Armando yang mengoperasikan alat-alat berat itu.
Ia juga menyebut PT James & Armando tak menambang di kawasan hutan. Mereka sadar belum memiliki IPPKH. “Kami hanya memiliki lima anggota staf yang bekerja mengawasi lokasi dan mengurus izin-izin. Jadi tidak mungkin kami menambang dengan alat berat itu,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konsesi PT James & Armando Pundimas di Kawasan Hutan Produksi Terbatas Blok Mandiodo Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, 17 Januari 2022/Istimewa
Ricky menduga alat berat itu milik perusahaan lain yang tengah melebarkan jalan di area koridor atau perbatasan wilayah konsesi. Perusahaan itu, menurut dia, pernah meminta izin kepada kliennya karena jalan yang mereka buat melintas di area PT James & Armando. “Hasil galian badan jalan itu kami minta untuk ditumpuk. Kami tidak tahu apakah di dalamnya ada kandungan nikel, ore, atau cuma tanah,” ucapnya.
Penyidikan Kementerian Lingkungan turut mengungkap perusahaan tambang lain, yakni PT BAM. Perusahaan ini dituding menjadi kontraktor pengerjaan koridor di hutan yang bekerja sama dengan PT James & Armando. Ricky mengakui ada perjanjian kerja sama dengan perusahaan lain. Mereka menerima bayaran Rp 350 ribu per tonase tanah yang dikeruk. “Kasarnya, itu ongkos buang sampah.”
Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Wilayah Sulawesi Dodi Kurniawan mengatakan timnya sudah mendeteksi penambangan PT James & Armando sejak April 2021. Penyidikan kasus ini diperkirakan akan menjerat tersangka selain Robert.
Kementerian Lingkungan akan menjerat PT James & Armando dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. “Ancaman hukumannya penjara paling lama 15 tahun dan denda Rp 10 miliar,” tutur Dodi.
Penyelidikan berawal dari surat permohonan PT Antam kepada Bareskrim pada 9 September 2021. Badan usaha milik negara itu meminta polisi menindak para penambang ilegal yang masih beroperasi di wilayah konsesi tambang nikel milik PT Antam.
Dimintai konfirmasi soal ini, Kepala Hubungan Masyarakat PT Antam Diana Siti mengatakan belum bisa memberi tanggapan. Surat permohonan wawancara yang dikirimkan tak kunjung berbalas. “Kami belum dapat arahan,” ujar Diana.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Brigadir Jenderal Pipit Rismanto menjelaskan operasi di Blok Mandiodo dilakukan untuk merespons laporan PT Antam. Namun tak semua laporan berujung pada proses hukum.
Polisi memilih pendekatan persuasif dengan meminta para penambang bekerja sama dengan PT Antam selaku pemegang izin tambang. “Kami mensosialisasi putusan kasasi. Dari sebelas perusahaan yang beroperasi, sebagian bersedia menjadi kontraktor Antam, ada juga yang menolak,” ucapnya.
Penambangan ilegal ini turut merusak alam. Ruslan Zainal, 33 tahun, warga Desa Lamondowo, mengatakan salah satu dampak yang paling terasa adalah genangan sedimentasi lumpur tambang dan rusaknya sumber air bersih. “Apalagi kalau musim hujan, pasti jalan antardesa sulit dilalui dengan sepeda motor,” kata Ruslan kepada Tempo.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sulawesi Tenggara Saharuddin meminta Kementerian Lingkungan dan polisi tak tebang pilih memberantas para penambang ilegal. Penambangan nikel ilegal diduga marak terjadi sepuluh tahun terakhir.
Para pelaku tak hanya warga lokal, tapi juga pengusaha dari luar Kabupaten Konawe Utara. “Mereka kerap memanfaatkan lahan yang ditelantarkan PT Antam. Selama ini Antam berfokus pada eksploitasi lahan yang mengandung nikel di atas 2 persen,” tuturnya.
Modus yang dilakukan penambang ilegal itu nyaris seragam. Mereka berdalih melaksanakan proyek pembukaan koridor di kawasan tambang lalu memanfaatkan tanah hasil penggalian jalan.
Nyatanya, tanah hasil penggalian itu mereka kirim ke area penimbunan (stockpile) dan dijual kepada pemilik smelter. Untuk mengelabui petugas, kata Saharuddin, para pelaku kerap membeli dokumen dengan perusahaan tambang lain pemegang IPPKH. “Dokumen tersebut mereka perlukan agar bahan galian yang mereka curi bisa lolos dari pintu pemeriksaan saat proses pengangkutan di pelabuhan,” ujarnya.
Kepala Kampanye Jaringan Advokasi Tambang Melky Nahar menuturkan kejahatan lingkungan di Konawe Utara terjadi secara masif dan kerap menuai protes masyarakat setempat. Ia menduga penambangan ilegal tersebut ikut melibatkan peran aparat hukum dan pemerintah. “Itu mengapa laporan masyarakat tak satu pun berujung proses hukum,” katanya. “Ini bisnis bernilai triliunan rupiah.”
Riky Ferdianto, Rosniawanti Fikri (Kendari), Didit Hariyadi (Makassar)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo