Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pakar Hukum Ingatkan Sanksi Pidana Perilaku Koruptif PPDB 2024

Sistem seleksi zonasi PPDB terhadap calon murid berdasarkan jarak tempat tinggal, justru jadi salah satu celah penyelewengan.

5 Juni 2024 | 21.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi PPDB bermasalah. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi dalam Penyelenggaraan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Surat tersebut dimaksudkan untuk mencegah praktik tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam setiap keberlangsungan proses PPDB 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Pusat Studi Kebijakan Kriminal Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Nellla Sumika Putri menganggap langkah yang diterapkan KPK sudah bagus untuk menjalankan tugas pencegahan korupsi. Persoalan praktik koruptif dalam PPDB diduga hampir terjadi setiap tahun, sehingga ini menjadi pengingat bahwa ada sanksi pidana bagi pihak yang terlibat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Persoalan lainnya, menurut Nella, penindakan terhadap perilaku koruptif dalam PPDB ini pun tidak menyeluruh. “Orang merasa tenang saja, enggak pernah ditindak,” ucap Nella saat dihubungi, Rabu, 5 Mei 2024.

Justru keadaan perilaku koruptif menjadi suatu pewajaran karena pelakunya antara pejabat yang bersangkutan dengan orang tua calon murid, yang sama-sama tahu dan membutuhkan. Menurut dia, korupsi seperti itu tercipta bukan hanya karena niat.

“Tapi korupsi terkadang ada karena kebijakan yang membuat orang-orang menjadi koruptor,” kata Nella.

Sistem Zonasi PPDB Jadi Celah Penyelewengan 

Dia menyoroti sistem seleksi zonasi PPDB terhadap calon murid berdasarkan jarak tempat tinggal, justru jadi salah satu celah penyelewengan. Manipulasi data atau ‘mengakali sistem’ mulai dari Kartu Keluarga yang pengurusannya dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) sebagai kepanjangan tangan satuan kerja dari Kementerian Dalam Negeri.

Selain itu, banyak orang tua calon murid yang berkeinginan memasukkan anak mereka ke sekolah favorit. Kuota yang terbatas akhirnya dapat menimbulkan suatu kesepakatan mendaftarkan calon murid seperti praktik jual beli bangku.

Potensi tindak pidana yang terjadi dalam penyelenggaraan PPDB, kata Nella, dapat berupa suap atau penerimaan gratifikasi kepada ASN sebagai penyelenggara negara, penipuan, pemalsuan surat, atau yang lainnya. “Hukum pidana itu satu perbuatan atau lebih dari satu perbuatan, apakah satu atau rangkaian perbuatan,” tuturnya.

Gratifikasi pun akan dianggap suap apabila tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari, ketentuan itu diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Gratifikasi diartikan sebagai pemberian dalam arti luas meliputi uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Untuk mencegah pidana itu terjadi, kata Nella Sumika, maka semua pihak mesti proaktif dan penyelenggaraan PPDB mesti transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Aparat penegak hukum pun juga mesti tanggap, sehingga penindakan tidak hanya segelintir saja.

“Transparansi itu jadi penting,” katanya.

Melalui surat edaran, KPK menyebut ada delapan poin imbauan yang pada intinya adalah supaya para penyelenggara PPDB tidak melakukan tindakan korupsi, tidak menimbulkan konflik kepentingan, dan menghindari tindakan pelanggaran kode etik yang berujung konsekuensi sanksi pidana.

Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun non ASN yang bekerja juga diimbau agar tidak menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan atau kewajiban tugas. Termasuk juga melarang meminta dana dan atau hadiah secara tertulis maupun tidak tertulis atas nama instansi atau individu, karena akan terindikasi sebagai korupsi.

Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati Kidung menuturkan, surat edaran keluar setelah terbitnya laporan Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2023. Dalam laporan tersebut mengungkapkan masih ada sejumlah praktik kecurangan, termasuk menerima pungutan tidak resmi.

Maka dari itu, penyelenggaraan PPDB diharapkan terhindar dari praktik korupsi. “Guna mendorong penyelenggaraan PPDB yang objektif, transparan, dan akuntabel,” tutur Ipi.

Dalam laporan survei, praktik pungutan tidak resmi masih ditemukan di lingkungan pendidikan dasar dan menengah, serta perguruan tinggi. Kondisi itu terjadi di satuan pendidikan negeri ketika siswa atau mahasiswa tidak memenuhi syarat atau ketentuan penerimaan.

“Masih ada pungutan yang dikenakan di luar biaya resmi dari sekolah atau kampus dalam penerimaan siswa atau mahasiswa baru,” tulis dalam Laporan SPI Pendidikan 2023.

Berdasarkan survei, praktik pungutan di luar biaya resmi yang berhubungan dengan penerimaan siswa baru ditemukan sebanyak 2,24 persen di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan penerimaan mahasiswa baru sebesar 2,05 persen.

KPK juga menemukan masih ada pemberian imbalan tertentu kepada pihak sekolah atau kampus dalam penerimaan siswa atau mahasiswa baru. Di tingkat pendidikan dasar dan menengah, tercatat 21,31 persen praktik tersebut, sedangkan di tingkat pendidikan tinggi sebesar 44,44 persen.

M. Faiz Zaki

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus