Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pasir timah, penyelundupan ....

Timah diselundupkan dari bangka ke singapura meningkat keras. sebelumnya timah diselundupkan secara tradisionil. tindakan terhadap penyelundupan, hukuman ditingkatkan menjadi 1 tahun penjara.

17 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELAUT dari Biliton kenal betul dengan Bong Mong Heng dan Han Seng. Keduanya bercokol di Beach Road, Singapura - dan konon sejak zaman Belanda dulu dihubungi sebagai penadah timah selundupan dari Bangka. Lebih-lebih sekarang ini: mungkin Beach Road makin sibuk saja. Sebab, menurut keterangan penjabat di Riau, "penyelundupan timah meningkat keras." Buktinya: petugas lebih sering memergoki penyelundupan dibanding tahun lalu. Volumenya, jumlah timah yang disita, "memang meningkat," kata Idrus Said SH, Asisten Operasi Kejaksaan Tinggi Riau. Tahun lalu dan sebelumnya, penyelundupan timah dilakukan secara tradisionil: sekedar mencari sesuap nasi bagi keluarga pelaut berperahu layar. Yang diangkut cuma ratusan kilo paling top 2 atau 3 ton. Tapi sekarang ini sudah penyelundupan serius. Menurut Idrus, yang sudah melaporkan keadaan ini ke Kejaksaan Agung,"penyelundupan meliputi puluhan ton dan diangkut dengan perahu motor." "Saya ingin tahu apa sebenarnya problem pasir tanah Bangka itu," kata Idrus Said. Penyelundupannya meningkat, barangkali. karena harga di Singapura menguntungkan bagi kerja yang penuh risiko. Apalagi timah eks Malaysia, penghasil utama pasaran Singapura, lagi seret. Tetapi, bisa juga keadaan di langka sendiri yang jadi penyebab. Yang diselundupkan ke luar Bangka memang pasir timah dari pendulangan rakyat. Konon PT Timah, pemegang monopoli tataniaga timah, kurang berani menawar timah rakyat. Harganya, dibanding waktu-waktu sebelumnya, sebenarnya sudah dinaikkan oleh PT Timah. Tapi menurut beberapa penyelundup yang tertangkap, harga itu belum memadai jika boleh melirik pasaran di Singapura. Menurut Syamsudin, salah seorang tersangka dari sidang penyelundupan timan beberapa waktu lalu, ia dapat menjual timahnya di Beach Road sekitar Rp 2000/kg. Sedang PT Timah hanya berani cuma Rp 100/kg. Risiko menempuh ombak di Laut Cina Selatan atau tertangkap polisi? Apa boleh buat. Tapi jika tak mau menanggung risiko, orang seperti Syamsudin toh dapat saja menjualnya kepada tengkulak di Bangka sendiri. Harganya masih jauh lebih baik ketimbang harga sialan dari PT Timah. Harga tengkulak Bangka ini sekitar Rp 800. Tapi risiko menuju Singapura pun kini sudah dapat diatasi. Perahu motor di samping daya angkutnya lebih banyak, juga lebih aman dibanding perahu layar. Soal "gangguan" petugas anti penyelundupan juga gampang dibikin beres. Ada beking, kok. Bukti beking itu cukup jelas. Dalam sebuah persidangan perkara penyelundupan 10 ton timah, yang tertangkap Maret lalu, oleh Pengadilan dihadapkan seorang oknum ABRI sebagai saksi. Ia, Letda AL bernama J, bukan oknum sembarangan. Letda J ini Komandan Kamla (Keamanan Laut) di salah sebuah pos penjagaan Riau. Kepada Hakim ia mengaku terus terang: telah membiarkan 18 penyelundup kabur dari sergapan petugas. "Memang saya yang menyuruh mereka lari," katanya. Akibat ulah J itu, petugas hanya berhasil membekuk seorang penyelundup saja yang bernama Ra Onga. Orang ini pun tertangkap karena memang menyerahkan diri. Dan dalam perkara Ra Onga inilah J, yang kemudian diurus oleh POM ABRI, membuka kedoknya sebagai beking penyelundupan timah. Tahanan Bea Cukai Dari sejumlah penyelundupan yang dapat dicegah inilah dapat diketahui angka penyelundupan yang meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. "Sebab yang tak tertangkap pasti lebih banyak," kata orang kejaksaan. Setidaknya dua atau tiga kali lipat dari yang berhasil lolos. Pengawasan rute penyelundupan -di samping karena ulah pengawal laut sendiri yang brengsek -- memang sulit dilaksanakan di beberapa daerah. Misalnya, rute Bangka - Pekajang - Tambelan langsung Singapura. Padahal ini justru rute perahu motor yang berdaya angkut besar. Anehnya petugas hanya sering menyergap penyelundupan antara Kelong, Bintan Timur, dan daerah Mapur sebelum masuk Bandar Singapura. Rute ini paling-paling dilayari perahu layar yanhanya membawa 2 atau 3 ton pasir timah saja. Ada yang agak unik: para penyelundup, yang mencium tanda-tanda bakal kepergok petugas, biasa menceburkan selundupan ke laut. Beberapa hari kemudian, setelah merasa lepas dari mata petugas, timah itu kembali diangkat. Tindakan terhadap para penyelundup, sehubungan dengan kenaikan kerja mereka, jugaditingkatkan. Jaksa tak lagi menuntut hukuman 3 atau 6 bulan penjara. Tapi sudah di atas setahun penjara, rata-rata. Adapun bagi Ra Onga, rupanya Kqaksaan belum pasti hendak menuntut hukuman berapa tahun. "Kami sedang minta petunjuk Jaksa Agung," kata Idrus Said. Tak tahulah, penting juga rupanya Ra Onga ini. Tapi untunglah kabarnya ada sebab lain. Ra Onga, seperti diakuinya sendiri, ternyata hanya orang upahan. Siapa biang keroknya? Mungkin seseorang yang bernama Ruslan. Tapi tersangka ini, sayangnya, sudah keburu kabur dari . . ., tahanan Bea Cukai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus