Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pembaptis pelacur muda

Polisi malaysia menggerebek rumah pelacuran di jl. taman leng seng, kuala lumpur. sebelum dijadikan pelacur, mereka harus menjalani ritual di atas tumpukan tengkorak. tujuh orang tersangka ditahan.

29 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelum dijadikan pelacur, mereka harus menjalani ritual di atas tumpukan tengkorak. Polisi Malaysia membongkar kasus ganjil ini. TENGAH malam itu, di sebuah ruangan, tujuh lelaki dan empat wanita berkulit kuning berdiri mengelilingi meja panjang. Di meja itu tertumpuk tulang-belulang dan tengkorak manusia. Sementara itu, harum dupa menusuk hidung dan asap dari nyala lilin aneka warna memerihkan mata. Dalam sikap diam, mereka menunggu pelaksanaan upacara "pembaptisan" pelacur muda di rumah bertingkat dua di Jalan Empat Taman Len Seng, kawasan Cheras, daerah pinggiran Kuala Lumpur. Perlahan seorang wanita muda, diapit sepasang lelaki dan wanita, maju mendekati meja. Kemudian, sebilah pisau diberikan kepada wanita yang berada di tengah tadi. Upacara pun dimulai. Dengan mengeluarkan rintihan kecil, wanita muda itu menusuk jari tengahnya dengan pisau tadi. Darah segar menetes ke tumpukan tengkorak. Cerita itu, belakangan, diungkapkan kembali oleh wanita muda tersebut kepada polisi. Setengah bulan setelah upacara "penah- bisan" 5 Juni lalu itu, polisi menggulung sindikat pelacuran tersebut. Rupanya, sebelas hari setelah upacara tersebut, gadis asal Sungai Besi, Kuala Lumpur, itu berhasil melarikan diri. Dari mulut cewek berusia 20 tahun ini- identitas lainnya tidak disebutkan polisi- polisi mendapat cerita lika-liku komplotan penjual wanita tersebut. "Saya dipaksa menjadi pelacur," tutur wanita berkulit kuning itu, seperti yang diceritakan oleh Superintendant- setingkat letnan kolonel polisi- R. Nadarajah dari Bagian Penyidikan Kejahatan Polisi Kuala Lumpur. Menurut wanita tersebut, ia terpaksa menjalani upacara dan merelakan tubuhnya menjadi mangsa lelaki hidung belang karena takut ancaman anggota sindikat, yang akan mencelakakannya jika tidak mematuhi perintah. Sindikat yang menganut salah satu aliran ilmu hitam itu rupanya mensyaratkan upacara dengan peranti tengkorak tadi, setiap kali korban akan "dipasarkan". "Mereka melakukan upacara tersebut untuk melakukan kontrol mental terhadap calon korban," dugaan R. Nadarajah. Berdasarkan cerita wanita tadi, kepolisian Malaysia mengepung dan mengintai rumah di Jalan Taman Len Seng tersebut. Tapi selama dua hari polisi mengintai, tak terlihat kegiatan mencurigakan di rumah yang kelihatan kosong itu. Barulah pada hari ketiga, Rabu 19 Juni lalu, polisi melihat ada kegiatan di dalam rumah tersebut. Nampaknya, mereka sedang bersiap-siap melakukan upacara "pembaptisan" lagi. Tanpa menunggu lebih lama, polisi masuk dan menggeledah rumah tersebut. Pada dini hari itu, polisi meringkus enam lelaki dan seorang wanita, semuanya keturunan Tionghoa. Di kamar utama rumah itu, polisi menemukan 19 tengkorak dan 16 kantung plastik berisi tulang manusia. Di tiga kamar yang lain, polisi menemukan lagi 84 potong tulang manusia. Tengkorak dan tulang-tulang itu, menurut polisi, dicuri sindikat tersebut dari kuburan, dan sebagian diduga berasal dari korban pembunuhan. Sebagian lagi diduga berasal dari sebuah kelenteng di Kuala Kubu Baru, Negara Bagian Selangor, yang kebetulan sedang dibongkar. Sampai pekan lalu polisi sudah menahan tujuh lelaki, salah satunya seorang pemuda berusia 20 tahun, yang diduga bos komplotan tersebut. Selain korban yang rata-rata terdiri dari wanita muda, komplotan ini juga ternyata terdiri dari laki-laki muda. Rupanya, para anggota sindikat, dengan modal kemudaan dan ketampanannya, menggarap mangsanya dengan cara menjalin hubungan asmara lebih dulu dengan calon korban. Hanya saja, sampai saat ini, polisi belum tahu persis jumlah wanita yang menjadi korban sindikat itu, kecuali dua wanita yang tertangkap ketika penggrebekan keduanya bersama pelapor dilepaskan karena mereka semata-mata korban. Belum ada laporan dari wanita-wanita lain yang pernah mengalami perlakuan serupa. "Selain takut kutukan ilmu hitam, saya kira juga takut ancaman komplotan itu," kata Superintendant Nadarajah. Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur) dan Rustam F. Mandayun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus