BELUM begitu jelas,itu jelas apa pangkal kemalangan yang menimpa
Serma (Marinir) Suyono. Tiba-tiba saja ia ditembak dengan pistol
oleh seorang pemuda di depan rumahnya sendiri di Jalan Sentosa
Raya, Komplek Perumahan Depok II Tengah, Bogor. Dua buah peluru
yang bersarang di dadanya, menyebabkan Suyono tewas pada malam
itu juga, 7 September dalam usia 38 tahun. Korban meninggalkan
seorang istri dan 6 orang anak.
Ada yang bercerita begini Sudah lama Suyono memperhatikan
anak-anak muda berkeliaran memeras pedagang-pedagang yang
berjualan di dekat rumahnya. Istrinya sendiri juga berdagang
ayam goreng di situ -- sekedar mencari tambahan nafkah.
Dan pada malam itu lagi-lagi Suyono memergoki beberapa orang
pemuda tengah memaksa minta uang dari seorang pedagang rokok.
Anggota marinir itu, sedang berpakaian preman, mencoba
memperingatkan perbuatan buruk pemuda-pemuda tersebut. Tapi
rupanya tak berhasil. Malah, salah seorang pemuda berbadan
kecil, berkulit putih dan rambut keriting di bawah topi baret
birunya, mengeluarkan sebuah pistol dan kantung jaketnya.
Ditodong begitu Suyono masih kelihatan tenang. Bahkan dengan
tertawa ia berkata: "Oh, pistol. Mau 'nembak? Tembak saja . . .
" Kelihatannya Suyono menganggap pemuda yang dihadapinya itu
hanya main gertak saja. Malangnya, pemuda tersebut betul-betul
nekat menembaknya.
Merasa Tak Enak
Setelah melepaskan dua buah peluru, sekitar 1 meter dari dada
korbannya, pemuda itu terus lari. Kesempatan tersebut
diperolehnya sementara orang-orang di sekitar peristiwa masih
kaget.
Istri Suyono sendiri tak mengenali siapa penembak suaminya.
Karena, begitu melihat suaminya cekcok dengan seorang anak muda,
hatinya merasa tak enak dan segera masuk ke rumah. Ia tak tahu
pasal percekcokan mereka. Ia hanya ingat ada seorang pemuda
bertanya kepada suaminya sambil menunjuk ayam goreng jualannya:
"Ini ayam atau burung?" Suaminya menjawab "Ayam". Setelah itu
si pemuda berbalik menemui seorang pedagang buah di dekat
situ dan berbicara berbisik-bisik. Suyono menegurnya: "He,
kamu 'ngomong apa? Bicara yang jelas."
Itu saja yang didengar Nyonya Suyono Dan ia baru keluar rumah
setelah mendengar letusan dan menemui suaminya terkapar dengan
dada berdarah. Ia tak sempat memperhatikan siapa pemuda-pemuda
yang berada di dekat suaminya. "Saya hanya ingat baapak
saja," katanya kemudian.
Namun dari seorang pemuda yang segera tertangkap, Yop, polisi
mengetahui siapa si penembak: Ia bernama Budi, berumur
sekitar 20 tahun, anak tiri seorang pegawai Bea Cukai yang
tinggal dekat Perumnas, dan diduga memang biasa memeras para
pedagang di sekitar Depok sampai Sawangan. Tapi hingga minggu
lalu polisi belum dapat membekuknya. Sulitnya, kata seorang
polisi, pedagang-pedagang semuanya tutup mulut. Mereka mengaku
tidak tahu dan tidak kenal pemuda yang bernama Budi.
Sikap yang demikian itu memang bisa dimengerti -- seperti halnya
sikap para pedagang di daerah lain di ibukota pada umumnya dalam
menghadapi pemeras. Diam-diam mereka sebenarnya gemas juga
terhadap pemuda-pemuda yang sering datang memaksa minta uang.
Tapi mau apa -- menolak? "Lebih baik pikir panjang dulu," kata
Dadang, seorang pedagang rokok yang mangkal di Menteng Raya,
dekat Sekolah Kanisius. Menghadapi pemuda-pemuda model begitu,
katanya, "mengalah akan lebih selamat. "
Lapor ke polisi juga enggan. "Jualan begini yang dicari
berkahnya saja," ujar Dadang. "Lapor polisi hanya membuat urusan
jadi panjang dan dagangan bisa macet." Begitu juga pendapat
Warno, pedagang martabak asal Tegal, yang berjualan di Jalan
Minangkabau. "Yang jadi sasaran nanti kita-kita juga," katanya
membaangkan pembalasan berandal pemerasnya.
Jadi demi keselamatan, ia tak mau pusing. "Paling-paling yang
mereka minta 'kan cuma Rp 100." Pungutan yang memaksa itu, apa
boleh buat, dianggap Dadang, Warno atau pedagang lainnya sebagai
hal yang lumrah saja. Padahal, "yang jadi korban seharusnya
berani lapor," kata Kepala Kepolisian (Danres 822) Bogor, Letkol
Pol. Rofiq Yunus, yang mengurus perkara penembakan Serma
Suyono.
Lain dengan di Medan bahwa di sana ada preman sebutan untuk
pengutip uang tak perlu lagi didengar laporan para pedagang dan
pemilik toko satu persatu. Mereka yang dicurigai dipungut dari
tempat operasinya. Walaupun akhirnya menimbulkan kecaman:
jangan-jangan ada orang yang tak berdosa ikut tertangkap --
tapi Medan dan sekitarnya kini terasa aman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini