Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara keluarga Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat menyebut ada skuad kurang ajar dalam formasi ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri nonaktif Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Koordinator pengacara, Kamaruddin Simanjuntak, menyampaikan itu dalam unggahannya di Facebook kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo telah mengonfirmasi itu kepada Kamaruddin, menurutnya istilah skuad kurang ajar tersebut dikatakan ketika Brigadir J melakukan panggilan video bersama kekasihnya, Vera Simanjuntak sekitar seminggu sebelum kematian Yosua. Kemudian unggahan itu juga disertai dengan tangkapan layar yang menunjukkan Brigadir Yosua sedang menangis pada saat mereka berdua berkomunikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dia (Brigadir J) mungkin sudah berkali-kali bercerita karena mereka sudah saling paham maksud dari perkataan mereka. Misalnya nih ada istilah skuad lama, jadi ketika dia cerita diancam oleh para kurang ajar, dia (Vera) menanyakan, skuad lama atau skuad baru?” katanya saat dihubungi Rabu malam, 27 Juli 2022.
Kamaruddin mengatakan, Yosua menjawab kepada Vera bahwa skuad lama adalah yang kurang ajar. Mengenai duduk permasalahan yang dipahami diduga ada rasa tidak suka secara personal.
“Memang yang dia pahami ini adalah iri hati dan kebencian. Karena almarhum ini mungkin disayang atau lebih dipercaya oleh Ibu Putri (istri Ferdy Sambo),” ujarnya.
Kamaruddin mengatakan bahwa Yosua selalu mengatakan baik-baik saja perihal pekerjaan kepada kedua orang tuanya. Hanya saja kepada Vera yang diberitahu ada masalah dalam pekerjaan.
“Jadi itu lah mungkin sifat pria, ada yang kepada ibunya tidak mau menjelaskan apapun. Tapi kepada kekasih dijelaskan, ini kan mungkin dia orang baik gak mau orang tua susah. Jadi dijawab saja baik-baik, aman-aman saja,” katanya.
Hubungan dengan Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, juga disebut baik. Bahkan adik Yosua juga disebut pernah diberi hadiah seperti dompet merek Pedro, dan uang tunai Rp 5 juta ketika mereka bertemu pada 1 Juli 2022.
“Saya kurang tahu apakah hadiah ulang tahun atau hadiah apa, yang jelas dia dapat hadiah,” tuturnya.
Advokat itu menduga ada kecemburuan dalam delapan anggota skuad ajudan Ferdy Sambo yang menimbulkan rasa ketidaknyamanan bagi Brigadir Yosua. Menurut sepengetahuannya, ada seseorang yang diduga mengancam Yosua.
Brigadi J, kata Kamaruddin, adalah orang dari skuad lama yang menjadi ajudan Ferdy Sambo. Kemudian ada orang-orang baru yang datang dan disebut sebagai skuad baru, termasuk itu adalah Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E
Untuk jumlah pasti skuad baru dan lama, Kamaruddin tidak bisa menjelaskan pasti. Sebab saat ini masih ada pertanyaan yang belum terjawab, seperti rekaman elektronik soal ancaman pembunuhan.
“Di dalam percakapan itu disebut “apabila naik ke atas”, ancamannya. Ini ancaman pada tanggal 7 Juli 2022 disebut apabila naik ke “atas” akan dibantai atau dibunuh dia,” kata Kamaruddin.
Perihal ini, dia juga telah melaporkan kepada Polda Jambi untuk diselidiki. Namun rekaman itu akan diungkap pada waktunya.
Diberitakan sebelumnya, polisi menerangkan bahwa kasus ini bermula dari pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi di kamar pribadi saat di rumah singgah di Komplek Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta. Putri berteriak, lantas Bharada E yang di dalam rumah menghampiri suara tersebut.
Brigadir J disebut menembak lebih dulu, namun Bharada E membalas. Akhirnya Brigadir J tewas ditempat setelah mendapatkan sejumlah luka tembak.
Pihak keluarga Brigadir J menganggap janggal dari kronologi dan luka tembak yang disampaikan polisi. Terlebih lagi dugaan pelecehan seksual belum ada bukti yang kuat.
Kemarin, autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J telah dilakukan. Para ajudan Ferdy Sambo, termasuk Bharada E telah diperiksa oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).