Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Petugas rumah tahanan (rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini berstatus terdakwa, Ricky Rachmawanto, mengungkapkan 90 persen petugas rutan menerima jatah bulanan dari para tahanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menyatakan hal ini dalam kesaksiannya pada sidang perkara pungutan liar atau pungli di lingkungan rutan KPK untuk terdakwa Deden Rochendi, Hengki, Ristanta, Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Achmad Fauzi, Agung Nugroho, dan Ari Rahman Hakim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulanya, penasihat hukum terdakwa Agung Nugroho menanyakan kepada Ricky ihwal informasi mengenai inspeksi mendadak (sidak) yang sering kali tersebar di kalangan tahanan rutan. “Kenapa sih sidak itu bisa selalu bocor dan tahanan tahu? Permintaan siapa itu?” tanya tim penasihat hukum Agung Nugroho kepada saksi Ricky dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2024.
“Begini, Pak. Hampir semua petugas rutan, 90 persen saya katakan, menerima uang bulanan,” jawab Ricky.
“Sepuluh persennya lagi OB (office boy)?” ujar penasihat hukum menimpali.
Ricky pun mengatakan bahwa petugas rutan yang tidak menerima uang tersebut rata-rata merupakan petugas yang tidak bersentuhan langsung dengan para tahanan. “Tapi yang di regu jaga, saya pastikan 100 persen terima semua,” ucapnya. “Dan itu sudah jadi secara turun-temurun dari tahun-tahun sebelumnya.”
Menurutnya, ketika ada informasi sidak dari kepala rutan atau dari petugas lainnya, petugas rutan yang berjaga akan secara otomatis memberitahu para tahanan. Hal itu sebagai bentuk kompensasi atas uang yang mereka terima. “Petugas tahanan otomatis memberitahu, Pak,” ujar Ricky.
Ia menjelaskan bahwa bocoran informasi ini tak hanya diberikan oleh beberapa petugas rutan spesifik saja.
“Siapa pun yang piket hari itu, ketika ada informasi sidak, pasti bocor, Pak,” tutur Ricky. “Karena mereka juga semua terima uang.”
“Menerima uang, ya?” tanya jaksa.
“Menerima uang,” kata Ricky membenarkan.
“Bukan diperas dulu baru (tahanan) dapat informasi?” tanya jaksa lagi. Ricky pun menjawab, “Enggak ada, Pak.”
Jaksa dari KPK menghadirkan terdakwa Ricky Rachmawanto, bersama enam terdakwa lain dalam berkas perkara yang sama, sebagai saksi silang dalam sidang perkara untuk terdakwa Deden Rochendi, Hengki, Ristanta, Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Achmad Fauzi, Agung Nugroho, dan Ari Rahman Hakim.
Sebanyak 15 terdakwa kasus dugaan korupsi berupa pungli di Rutan KPK masih menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Mereka diduga melakukan pungli atau pemerasan kepada tahanan di Rutan Cabang KPK senilai Rp 6,38 miliar pada rentang waktu 2019-2023. Pungli dilakukan para terdakwa di tiga Rutan Cabang KPK yang berbeda, yakni Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4), Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur.
Jaksa KPK mendakwa mereka dengan berkas perkara yang berbeda. Tujuh terdakwa yakni Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah teregister dengan nomor 68/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.
Sedangkan berkas perkara delapan terdakwa lainnya, yakni Deden Rochendi, Hengki, Ristanta, Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Achmad Fauzi, Agung Nugroho, dan Ari Rahman Hakim, teregister dengan nomor perkara 69/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst.
Perbuatan para terdakwa dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.