Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyebut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja, masih mengandung kelemahan dalam mengatur masa kerja dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dalam peraturan tersebut, tidak diatur secara gamblang sampai kapan kontrak kerja itu akan berakhir," kata Trubus dalam keterangannya, Jumat, 27 Januari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski tidak spesifik mengatur PKWT, Trubus mengatakan Perpu tersebut sudah mengatur tentang upah, cuti, hingga hal lainnya. Selain itu, ia menyebut Perpu Cipta Kerja juga sudah mengakomodir pasal-pasal yang mengatur soal ketenagakerjaan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Mengenai adanya keberatan terhadap Perpu tersebut dari sejumlah asosiasi buruh dan ketenagakerjaan, Trubus menganggap itu merupakan hal wajar.
"Karena setiap adanya aturan baru pasti menimbulkan pro dan kontra. Ini namanya demokratis ada yang setuju dan tidak setuju,” kata Trubus.
Serikat Pekerja protes soal PKWT dalam Perpu Cipta Kerja
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, sebelumnya menyoroti aturan PKWT dalam Perpu Cipta Kerja. Menurut dia, Perpu yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 30 Desember 2022 itu tidak secara tegas membatasi masa kerja PKWT seperti dalam UU Cipta Kerja.
"Yang kami sorot adalah tentang PKWT yang di UU Cipta Kerja tidak dibatasi periode kotraknya. Di Perppu tidak ada perubahan sehingga buruh menolak ini, karena dengan adanya pasal ini kontrak kerja bisa dibuat berulangkali," kata dia dalam konferensi pers 2 Januari 2023.
Selanjutnya, pengaturan PKWT dalam Perpu Cipta Kerja
Dalam Perpu Cipta Kerja, terdapat sejumlah pasal yang mengatur soal PKWT. Pasal 58 ayat (1) misalnya, menyebutkan PKWT tidak dapat mensyaratkan masa percobaan kerja.
Pasal 59 ayat (1) menyebutkan PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu menurut jenis dan sifatnya maupun kegiatan pekerjaan yang akan selesai dalam waktu tertentu.
Pekerjaan yang dapat diisi dengan karyawan PKWT tersebut, antara lain:
- Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya
- Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu tidak terlalu lama
- Pekerjaan yang bersifat musiman Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan
- Pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
Selanjutnya, Pasal 59 ayat (2) menyebutkan, PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Sementara Pasal 59 ayat (3) menyatakan PKWT yang tidak memenuhi ayat (1) maupun (2) demi hukum akan menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).
Ketentuan terkait jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas perpanjangan PKWT, masih akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Soal berakhirnya PKWT tertuang dalam Pasal 61 Perpu Cipta Kerja. Pasal tersebut menyatakan sejumlah syarat berakhirnya perjanjian kerja, yaitu:
- Pekerja atau buruh meninggal dunia
- Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja Selesainya suatu pekerjaan tertentu
- Adanya putusan pengadildan/atau putusan lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
- Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Perpu Cipta Kerja Segera Dibawa ke DPR
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Perpu Cipta Kerja akan segera ditindaklanjuti oleh DPR. Pemerintah pun kini sedang menunggu beleid kontroversial ini dibacakan di paripurna untuk diambil keputusan.
"Ini sudah kami komunikasikan dengan fraksi-fraksi," kata Ketua Umum Partai Golkar tersebut usai rakornas transisi penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional tahun 2023 di Jakarta, Kamis, 26 Januari 2023.
Penerbitan Perpu Cipta Kerja oleh Presiden Jokowi menimbulkan polemik. Sejumlah pengamat menilai tidak ada kegentingan yang memaksa seperti yang disyaratkan Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 dalam penerbitan Perpu. Selain itu, penerbitan Perpu ini juga dinilai melanggar Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Koalisi masyarakat sipil pun telah mengajukan uji formil dan materil terhadap Perpu Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).