Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sidang peninjauan kembali (PK) kasus Jessica Kumala Wongso ahli pidana dan kriminologi dari Universitas Bhayangkara, Muhammad Sholehuddin, menjelaskan bahwa jaksa tidak memiliki hak untuk meng-counter atau mengajukan ahli tandingan terhadap saksi atau ahli yang dihadirkan oleh pemohon. Dalam keterangannya, Sholehuddin selaku ahli yang diajukan oleh pihak Jessica Wongso menegaskan bahwa fungsi jaksa dalam sidang PK terbatas sebagai pendengar dan pemberi pendapat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jaksa cukup mendengarkan dan mencatat, tidak ada hak bagi jaksa untuk meng-counter (mengajukan kontra) atau ahli tandingan," ujar Sholehuddin di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 11 November 2024. Ia mengungkapkan bahwa dalam proses PK, posisi jaksa berbeda dengan peradilan biasa karena PK bukanlah proses peradilan ulang. PK, menurut Sholehuddin, adalah panggung khusus bagi terpidana untuk mencari keadilan yang mungkin tidak terakomodasi dalam proses hukum sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Oleh sebab itu, jaksa tidak diperbolehkan mengajukan sanggahan atau menghadirkan ahli pembanding, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 263 KUHAP yang menjabarkan bahwa PK hanya terbuka bagi terpidana atau ahli warisnya untuk memohon peninjauan atas putusan. "Jika jaksa tidak setuju dengan keterangan ahli yang dihadirkan pemohon, jaksa dapat mencatat dan menyampaikannya dalam berita acara tanpa ada hak untuk mengajukan kontra-memori PK,” ujar Sholehuddin. Hal ini, lanjut dia, berbeda dengan sidang peradilan biasa di mana jaksa memiliki peran aktif dalam pembuktian.
Dengan keterbatasan peran ini, Sholehuddin menyebut bahwa PK memberikan kesempatan khusus bagi terpidana untuk mengungkap fakta baru atau keadaan yang belum terungkap dalam persidangan sebelumnya.
Jessica Wongso dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 20 tahun penjara atas kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin pada 2016 lalu. Meski telah bebas bersyarat pada Agustus 2024, Jessica terus mengajukan PK karena merasa tidak bersalah atas tuduhan tersebut.
Otto Hasibuan, kuasa hukum Jessica Wongso yang sebelumnya mengajukan permohonan PK, menyatakan pihaknya menemukan novum berupa rekaman CCTV di Kafe Olivier, tempat kejadian pembunuhan Mirna. Selain itu, Otto menilai adanya kekeliruan dalam putusan hakim terdahulu yang mendasari pengajuan PK ini.
Permohonan PK adalah hak hukum yang diberikan kepada setiap terpidana yang merasa tidak bersalah atas dakwaan yang dijatuhkan kepadanya. Otto mengatakan, PK ini bertujuan agar Jessica mendapatkan keadilan penuh dan hak-haknya dilindungi.
Jessica Wongso bebas bersyarat sejak 18 Agustus 2024. Namun, sesuai aturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jessica Wongso masih harus menjalani pembimbingan dan wajib melapor hingga 2032.
Pembebasan bersyarat ini diberikan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2022. Meski bebas dari tahanan, Jessica Wongso tetap berharap agar permohonan PK yang diajukannya dapat mengembalikan nama baiknya di mata publik dan hukum.
Pilihan Editor: KPK Kembali Dalami Aliran Uang Hasil Korupsi Abdul Gani Kasuba