KEWENANGAN Perusahaan Listrik Negara (PLN) menjatuhkan sanksi denda akan semakin kukuh. Mahkamah Agung (MA), lewat putusannya tertanggal 10 Desember 1992, menolak gugatan restoran Combo Fast Food, Jakarta. Pekan lalu keputusan tersebut disampaikan kepada pemilik restoran itu. Penggugat diwajibkan membayar tagihan susulan sebesar Rp 10 juta, seperti yang ditetapkan PLN sebelumnya. Sengketa PLN dan restoran Combo pecah Oktober 1990. Ketika itu PLN tengah gencar-gencarnya melakukan Operasi Pencurian Aliran Listrik (OPAL). Pada 24 Oktober petugas menemukan bekas gencetan tang di salah satu dari 10 segel meteran listrik Combo. PLN serta-merta menuduh Combo mencuri aliran listrik dengan memperlambat putaran meteran listrik. Tanpa peradilan, PLN memvonis Combo melanggar aturan dan diharuskan membayar denda Rp 10 juta. Tak hanya itu, PLN juga mencabut aliran listrik Combo. Tentu saja Abraham Tanumihardja, pemilik restoran Combo, kaget. Ia menuding PLN sewenang-wenang karena ia merasa tak pernah mengutak- atik segel tersebut. ''Ada atau tidaknya pencurian harus dibuktikan lewat proses pidana sebagaimana diatur KUHP,'' katanya. Lewat pengacara Hanan Setijadi, pemilik restoran itu membawa perkara pencabutan listriknya ke pengadilan tata usaha negara (PTUN). Ternyata majelis hakim yang diketuai Nyonya Soepantariah menganggap PLN mematok denda dan memutus aliran listrik Combo tanpa pertimbangan matang. PLN, menurut Hakim, juga tidak dapat membuktikan bagaimana persisnya segel itu rusak. ''Bisa saja segel itu rusak karena petugas PLN salah gencet,'' komentar seorang anggota majelis ketika itu. Maka, Juni 1991, PTUN membatalkan keputusan denda Rp 10 juta yang dijatuhkan PLN. Pihak PLN tentu tidak puas. Menurut Djiteng Marsudi, kepala PLN Distribusi Jakarta dan Tangerang ketika itu, menurut undang-undang kelistrikan, PLN diberi wewenang menjatuhkan sanksi denda terhadap pelanggan yang nakal. Combo dianggapnya tidak menjaga keselamatan alat ukur listrik di bangunannya. ''Keputusan PLN terhadap Combo sudah sesuai dengan aturan,'' katanya. PLN menyatakan banding. Hakim tingkat banding sependapat dengan Marsudi. PLN dimenangkan. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung memperkuat keputusan ini. ''Dari segel meteran yang rusak saja kan sudah terlihat itikad buruk pemohon kasasi. Ya, namanya mencuri, wajar dong kalau dia harus membayar denda,'' ujar Hakim Agung Bismar Siregar. Ia adalah salah satu anggota majelis di bawah Ketua Majelis Olden Bidara yang memeriksa kasus tersebut. Kuasa hukum Combo, Hanan Setijadi, belum mau berkomentar. Namun ia tetap menyesalkan tindakan PLN. Dalam hal ini, menurut Hanan, PLN telah menjadi polisi, hakim, dan jaksa sekaligus. ''Mereka menyatakan pelanggan bersalah, memutuskan aliran listrik, dan menentukan denda.'' Tapi, apa pun yang terjadi, kemenangan itu merupakan babak baru bagi PLN. Sejak OPAL diadakan, sudah sekitar 50 gugatan dilayangkan kepada PLN lewat PTUN. Sebagian besar penggugat adalah konsumen yang terkena penertiban tim OPAL. Perkara-perkara ini masih berada di tingkat banding. Menurut catatan TEMPO, baru kasus restoran Combo yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Akankah gugatan lainnya ditolak MA seperti gugatan restoran Combo? ARM, Andy Reza Rohadian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini