Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Harga sebuah kealpaan

Kejaksaan negeri solo dihukum membayar rp 1 (satu - rupiah) kepada siswo sunardi (hoo ping seng) gara- gara alpa tak mencantumkan keterangan tentang penahanan.

20 Februari 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEJAKSAAN Negeri Solo terpaksa menanggung malu akibat kelalaian yang dibuatnya sendiri. Senin pekan lalu, oleh Hakim Sugiyati dari Pengadilan Negeri Solo, instansi itu dinyatakan melanggar batas maksimal penahanan sementara. Kejaksaan tersebut juga diharuskan membayar ganti rugi kepada penggugat praperadilan, Siswo Sunardi alias Hoo Ping Seng. Nilainya Rp 1 (satu rupiah). Gugatan praperadilan itu bermula pada pengajuan berkas perkara penggelapan perhiasan senilai Rp 40 juta, dengan tersangka Siswo Sunardi, ke pengadilan. Secara resmi pelimpahan berkas itu dilakukan pada 25 Januari 1993. Sesuai dengan ketentuan KUHAP, bersamaan dengan pengajuan berkas perkara ke pengadilan, kewenangan penahanan atas diri tersangka menjadi hak pengadilan. Namun dalam perkara Siswo tidaklah demikian. Saat berkas dilimpahkan, status Siswo ternyata masih tahanan pihak kejaksaan. Siswo, yang sehari-harinya berdagang emas permata, ditahan kejaksaan tanggal 9 sampai 29 Januari 1993 sore. Menurut kuasa hukum Siswo, Edy Cahyono, tindakan tergugat itu melanggar ketentuan batas maksimal penahanan sementara, selama 20 hari. Seharusnya Siswo dikeluarkan dari tahanan kejaksaan tanggal 28 Januari pukul 24.00, bukan 29 Januari sore. Kesalahan lainnya, menurut Edy, kejaksaan tidak mengalihkan hak penahanannya kepada pengadilan. Padahal, sesuai dengan KUHAP, berbarengan dengan penyerahan berkas perkara, seharusnya kewenangan penahanan tersangka juga beralih menjadi tahanan pengadilan. Yang bikin kesal Siswo, berkas surat dakwaan tadi diberi keterangan: terdakwa (Siswo Sunardi) tidak berada dalam penahanan. Barangkali untuk mengelak. ''Kejaksaan telah memanipulasi keterangan dan melakukan penahanan secara tidak sah,'' kata Edy Cahyono. Untuk itu ia minta Hakim menghukum kejaksaan dengan bayaran ganti rugi satu rupiah dan menyatakan penahanan itu tidak sah. Sidang praperadilan tersebut mendapat perhatian banyak pengunjung, terutama para mahasiswa hukum dan jajaran aparat hukum setempat. Maklum, menurut seorang pejabat kejaksaan Solo, baru kali inilah pihaknya digugat praperadilan. Kuasa hukum kejaksaan, Sutarto, Darno, dan Rosmety, bersikukuh bahwa apa yang dilakukan pihak kejaksaan sudah sesuai dengan prosedur hukum. Sebab berita acara penahanan juga sudah ditandatangani Siswo dan diketahui keluarganya. Karena itu para kuasa hukum menolak tuduhan bahwa kejaksaan telah memanipulasi keterangan penahanan. Tapi, ketika dikonfrontasikan dengan saksi Sumardi kepala Sub-Seksi Pidana Pengadilan Negeri Solo para kuasa hukum kejaksaan tak mampu mengelak. Memang tidak terdapat bukti formal pelimpahan berkas atas diri Siswo. Sumardi mengungkapkan, ''Ketika kami memeriksa berkas terdakwa, tak ada tulisan yang menerangkan ia dalam keadaan ditahan pengadilan,'' ujar Sumardi tegas. Hakim Sugiyati akhirnya membuat kesimpulan bahwa tergugat (Kepala Kejaksaan dan Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Solo) berbuat lalai dalam proses penahanan Siswo. Karena itu ia menghukum Kejaksaan membayar ganti rugi satu rupiah terhadap penggugat, serta menyatakan penahanan Siswo yang empat hari 25 Januari (tanggal penyerahan berkas) sampai 29 Januari tidak sah. Namun Hakim Sugiyati tak sependapat dengan penggugat, yang menyebut kejaksaan telah melakukan manipulasi keterangan. ''Itu hanya kelalaian administratif, bukan memanipulasi keterangan,'' katanya. Menanggapi kekalahan itu, Kepala Kejaksaan Negeri Solo, Basuki Dwidjosudarmo, tampak kecewa. ''Saya akan melakukan evaluasi terhadap mekanisme administrasi. Perkara ini intinya karena kealpaan. Bagaimanapun kami akan melakukan pembinaan pada yang alpa,'' katanya. Yang jadi masalah baginya adalah keaiban di balik nilai satu rupiah, yang tak bisa diukur dengan uang. ''Sebab ini menyangkut sebuah citra,'' katanya. Sebaliknya, Edy Cahyono menyambut gembira vonis itu. Ia melihat putusan Hakim cukup objektif. Pihaknya tak bermaksud mempermalukan kejaksaan dengan hanya menuntut satu rupiah. ''Tujuan kami mengingatkan kita semua bahwa hukum harus ditegakkan.'' Aries Margono dan Kastoyo Ramelan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus