Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pontjo Sutowo: Aneh Kalau Mereka Menyita

25 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PONTJO Sutowo, 56 tahun, akan segera duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putra mantan Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo ini dijerat tuduhan korupsi dalam perkara perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton. "Pengadilan ini jelas berdampak kepada saya sebagai pengusaha," ujarnya kepada L.R. Baskoro dan Poernomo Gontha Ridho dari Tempo, yang menemuinya di ruang kerjanya di salah satu sudut bangunan kompleks Hotel The Sultan-nama baru Hotel Hilton kini-Rabu pekan lalu. Ponco melanjutkan komentarnya:

Saya masih bingung, apa sih yang salah? Sekitar 35 tahun lalu kami mendapat hak guna bangunan (HGB). Semua dokumen kami miliki. Masanya habis, lalu kami perpanjang. Surat yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin juga jelas. Kalau habis bisa diperpanjang. Bagaimana memperpanjangnya? Rupanya di sini ada silang pendapat antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Sekretariat Negara. BPN bilang, boleh diperpanjang dengan atau tanpa persetujuan Sekretariat Negara.

Jadi, ada perbedaan pendapat antara BPN dan Sekretariat Negara?

Ya, silang pendapat dan ini masalah sengketa tanah. Ini perkara perdata, bukan curi-mencuri, kok kini jadi curi-mencuri. Kalau perdata, ayo, saya tidak ada masalah. Dari dulu saya ikut saja, selama konstruksi hukumnya benar. Saya bilang konstruksi hukumnya jangan yang merugikan saya.

Karena itu, Anda menggugat secara perdata di Pengadilan Jakarta Selatan?

Saya ingin minta kejelasan, saya bukan mencari menang-menangan. Hanya tolong terangin, saya ingin tahu yang mana hak saya. Institusi negeri dengan negeri yang berkelahi, kok saya yang disalahin. Sekarang kami gugat, mereka sibuk menghentikan. Kalau memang benar, tenang saja. Kenapa harus dihentikan? Negara kok takut digugat.

Menurut Anda, perpanjangan HGB ini tanpa perlu lewat Sekretariat Negara?

Badan Pertanahan Nasional sudah mengeluarkan, mereka kan tahu aturan....

Kejaksaan menjadikan pejabat BPN tersangka dalam kasus ini. Tapi Sekretariat Negara tidak.

Makanya saya tidak mengerti, BPN kan punya ilmu, yang bisa dipertanggungjawabkan.

Apa inti pertanyaan jaksa saat dipanggil ke Kejaksaan Agung?

Cuma ditanya bagaimana mengurus perpanjangannya. Terus ditanya, kenapa Ali Mazi yang mengurus, bukan pegawai sendiri. Saya bilang, ini urusan 30 tahun sekali, kenapa saya harus punya pegawai, mending sewa orang lain saja. Memperpanjang perizinan tanah kan 30 tahun sekali.

Kejaksaan menganggap HGB itu milik Indobuildco, yang artinya memiliki lahannya....

Lho, yang kami miliki hanya HGB-nya. Tanahnya tetap milik negara, tapi saya punya hak untuk membuat bangunan di atas tanah itu. Jadi ada korsleting. Dipikir kami punya hak atas tanah. Tidak. Jadi aneh kalau mereka menyita. Tanahnya kan tetap punya negara.

Anda dianggap merugikan keuangan negara, dijerat dengan Undang-Undang Antikorupsi....

Sampai hari ini tuduhan persisnya terhadap saya apa, saya tidak tahu. Tuduhan korupsi lebih membingungkan lagi. Saya tidak menerima duit dari negara. Yang saya lakukan memperpanjang sesuatu yang sudah terjadi sekian lama.

Menurut Anda, apa kesalahan jaksa memandang kasus ini?

Begini. Kesalahan dari Sekretariat Negara. Mereka menganggap hak pengelolaan lahan (HPL) itu kepemilikan. Saya rasa kurang tepat, biasanya HPL diberikan kepada pelabuhan, proyek-proyek di mana tata ruang menjadi sangat penting.

Anda keberatan kalau "HGB Hilton" diubah menjadi hak pengelolaan lahan?

Tidak keberatan. Saya hanya ingin tahu, kalau HPL di atas HGB, lalu konsekuensi perdatanya apa. Hak-hak apa saja yang hilang, tolong dijelaskan. Ada kabar seolah-olah saya menolak damai. Saya tidak menolak, saya cuma ingin tahu, hak saya apa yang hilang dan yang saya peroleh. Sekretariat Negara tidak menjawab. Mereka menyebut satu contoh: saya tidak boleh menggadaikan sertifikat HGB. Kenapa tidak boleh? Katanya, karena ada putusan Menteri Sekretaris Negara. Menteri Sekretaris Negara kan bukan pejabat tanah, dia pemilik.

Kenapa Anda mengubah nama Hotel Hilton menjadi The Sultan?

Kontraknya habis bulan lalu dan kami tidak memperpanjang kontrak lagi dengan Hilton International. Selama 20 tahun kami minta mereka mengelola hotel ini. Sepuluh tahun berikutnya sistem franchise. Sekarang kami pakai nama sendiri.

Bukankah karena kasus ini, Hilton International lalu tidak memperpanjang kontrak?

Tidak. Tapi memang persyaratan yang diajukan semakin sulit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus