Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Potret Peradilan di Selatan

Komisi Yudisial secara khusus memantau Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Banyak pengaduan tentang perilaku hakim dan panitera.

16 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akhirnya, tim pemberantasan korupsi menahan ketua majelis hakim kasus korupsi PT Jamsostek, Herman Allositandi, sejak Senin, 9 Januari lalu. Dia bersama panitera pengganti, Adrian Djimmy Lumanauw, diduga memeras saksi perkara korupsi Jamsostek, Wolter Sigalingging. Herman dan Adrian adalah hakim dan panitera yang sehari-hari bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Memang, sudah lama terdengar suara-suara tak sedap tentang maraknya malapraktek peradilan, seperti kasus suap, pemerasan, dan nepotisme oleh para penegak keadilan di kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bahkan kantor pengadilan wilayah di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, itu dijuluki sebagai kuburan bagi pemberantasan korupsi. Tentu saja, pemberian predikat negatif oleh para pencari keadilan itu mempunyai alasannya sendiri.

Perkara yang paling baru, ya, itu tadi, kasus dugaan pemerasan terhadap saksi oleh panitera Adrian Djimmy Lumanauw serta ketua majelis hakim Herman Allositandi. Kini mereka berdua mendekam di rumah tahanan Mabes Polri.

Sebelumnya, aksi pemerasan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga pernah terjadi. Pada Desember 2002, pengacara Wawan Iriawan melaporkan hakim Torang Tampubolon ke polisi karena memeras kliennya, PT Setya Teguh Persada. Torang dilaporkan meminta Rp 3 miliar sebagai syarat untuk memenangkan perkara perdata perusahaan itu. Kasus ini terungkap dan hakim Torang dinonpalukan serta dimutasikan.

Bukan hanya kasus pemerasan oleh hakim yang membuat orang yang beperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sering cemas. Beberapa putusan bebas dalam perkara-perkara korupsi juga membuat risau Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Korupsi, Hendarman Supandji. Karenanya, sekarang ini, proses persidangan perkara-perkara korupsi yang ada di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara khusus dipantau berbagai pihak, termasuk Hendarman. ”Saya awasi terus,” ujarnya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Pemantauan secara khusus terhadap aparat penegak hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga dilakukan Komisi Yudisial. Menurut anggota Komisi Yudisial, Irawady Joenoes, pengaduan tentang perilaku hakim dan panitera begitu banyak. “Komisi baru bekerja empat-lima bulan, laporan sudah begitu banyak. Bagaimana kalau setahun?” katanya.

Komisi juga menerima laporan tentang adanya dugaan hakim-hakim tertentu menjadi kasir bagi atasannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Itu sebabnya, menurut Joenoes, kasus Herman tak mungkin dilakukan atas inisiatif hakim itu sendiri. “Tak mungkin anak kecil berani. Ini sistem panutan. Pimpinan sangat mempengaruhi anak buahnya,” ujarnya.

Rencananya di awal Februari terjadi pergantian pimpinan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ketua Pengadilan Negeri Cibinong, Andi Samsan Nganro, membenarkan dirinya segera menempati posisi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. ”Saya sudah terima SK-nya (surat keputusannya) per tanggal 1 November 2005,” ujarnya kepada Tempo.

Menurut dia, mutasi dirinya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan merupakan tantangan tersendiri, sebab dia pun sudah lama mendengar dan mencium bau tak sedap yang merebak dari dalam gedung pengadilan itu. Namun, Andi mengaku tidak punya kiat khusus untuk membenahinya. ”Saya mencoba upaya panutan. Berikan contoh lebih dulu. Secara pelan-pelan saya memperbaikinya,” katanya.

Maria Hasugian


Putusan Bebas dari Selatan

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah beberapa kali memutuskan bebas bagi para terdakwa kasus korupsi, baik dengan alasan dakwaan jaksa yang tidak lengkap, cacat, maupun tidak terbukti.

19 April 1999 Beddu Amang, bekas Kepala Bulog, diselamatkan lewat putusan sela. Menurut ketua majelis hakim, Syamsuddin A.B., seluruh dakwaan jaksa ditolak karena tidak lengkap dan penguraiannya tidak jelas.

5 Juli 1999 Arifin Panigoro, pemilik Grup Medco yang diadili dalam perkara korupsi penerbitan 27 lembar commercial paper (surat berharga komersial) dibebaskan lewat putusan sela karena dakwaan jaksa cacat hukum.

14 Oktober 1999 Ricardo Gelael, Dirut PT Goro Batara Sakti, divonis bebas dalam perkara korupsi dana tukar guling Bulog-Goro. Jaksa menuntutnya dihukum dua tahun penjara. Vonis bebas juga diberikan kepada Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Jaksa sebelumnya menuntut Tommy dua tahun penjara.

2 Maret 2000 Joko S. Tjandra, pengusaha, dibebaskan dari hukuman dalam perkara korupsi Bank Bali. Jaksa menuntut Joko dihukum 18 bulan penjara.

28 September 2000 Soeharto, bekas Presiden RI, dinyatakan tidak dapat diadili dalam perkara korupsi dana yayasan karena sakit. Ketua majelis hakim Lalu Mariyun kemudian membebaskan Soeharto dari tahanan kota.

23 November 2000 Pande N. Lubis, Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional, divonis bebas. Majelis hakim menyatakan Pande tidak terbukti korupsi dana BLBI di Bank Bali. Jaksa menuntut Pande dihukum 4 tahun penjara.

16 Juni 2005 Nurdin Halid, pengusaha, divonis bebas dalam perkara korupsi dana Bulog Rp 169 miliar. Jaksa sebelumnya menuntut Nurdin 20 tahun penjara dan denda Rp 30 juta.

Sumber: Pusat Data dan Analisa Tempo dan Indonesia Corruption Watch

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus