Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mangapul menjadi salah satu hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang menangani perkara dan memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Dia pun ditangkap oleh Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu, 24 Juli 2024 atas dugaan suap atau gratifikasi yang dilakukan oleh Mangapul dan dua hakim lainnya yakni Erintuah Damanik dan Heru Hanindyo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penangkapan tiga hakim PN Surabaya ini menjadi sorotan publik, khususnya karena keberadaan hakim Mangapul. Dia menjadi salah satu hakim kontroversial yang mengadili kasus Tragedi Kanjuruhan pada 2023 lalu. Bersama Hakim Ketua Abu Achmad Siddqi Amsya, Mangapul membebaskan dua polisi yang menjadi terdakwa dalam kasus yang menewaskan 135 orang penonton sepak bola tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua tersangka yang dibebaskan itu adalah Kepala Satuan Samapta Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi dan eks Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Wahyu Setyo Pranoto. Lantas, bagaimana sebenarnya profil Mangapul, hakim Ronald Tannur yang bebaskan terdakwa Tragedi Kanjuruhan? Berikut rangkuman informasi selengkapnya.
Profil Mangapul
Mangapul adalah hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang berasal dari Labuhanbatu, Sumatera Utara, lahir pada 23 Juni 1964. Sebagai penegak hukum, Mangapul menjabat sebagai hakim mediator PN Surabaya Kelas IA Khusus dengan pangkat Pembina Utama Madya, golongan IV/d. Dia pernah menjadi Pelaksana Tugas Ketua PN Tebing Tinggi pada 2021.
Mangapul mengawali pendidikan tingginya di Universitas HKBP Nommensen, Medan, jurusan Ilmu Hukum dan lulus pada 1989. Dia kemudian meneruskan studinya ke jenjang pascasarjana atau S2 Hukum di Universitas Pembangunan Panca Budi. Dia pun menyelesaikan pendidikannya dan mendapat gelar Magister Hukum pada 2016.
Sebelum menjadi hakim mediator di PN Surabaya, Mangapul memulai kariernya sebagai hakim pratama utama di Pengadilan Negeri Sibolga, Sumatera Utara, pada 2008 lalu. Dia kemudian menjadi hakim Pengadilan Negeri Lubuk Pakam pada 2016 dan hakim di Pengadilan Tinggi Riau pada 2018.
Tiga tahun di Pengadilan Tinggi Riau, Mangapul dipindah tugaskan sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Medan pada 2021. Hanya satu tahun di Medan, pada 2022 dia dimutasi ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Mangapul dalam Kasus Tragedi Kanjuruhan
Dalam kasus Tragedi Kanjuruhan, Mangapul mengadili kasus tersebut bersama I Ketut Kimiarsa dan Hakim Ketua Abu Achmad Siddqi Amsya. Dari sejumlah terdakwa kasus tersebut, tiga hakim PN Surabaya itu memvonis ringan hingga bebas para terdakwa tragedi kelam sepak bola Indonesia itu.
Dua terdakwa yang dibebaskan hakim adalah Kepala Satuan Samapta Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi dan eks Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Wahyu Setyo Pranoto.
Majelis Hakim berpendapat, Bambang yang pada saat tragedi Kanjuruhan terjadi, Sabtu, 1 Oktober 2022 memimpin pasukan pengendali massa tak layak dipersalahkan. Kendati ia turut memerintahkan penembakan gas air mata untuk mengurai suporter yang beringas di dalam stadion akibat kekalahan 2-3 Arema FC atas Persebaya Surabaya, namun efeknya dinilai tidak parah.
Sementara itu, Wahyu dinilai tak terbukti bersalah melanggar dakwaan kumulatif penuntut umum Pasal 359, Pasal 360 ayat 1 dan Pasal 360 ayat 2 yang unsur-unsurnya meliputi barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati, luka berat dan luka sedemikian rupa sehingga tak dapat melakukan pekerjaannya.
Meski telah divonis bebas oleh PN Surabaya, namun Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis tersebut. Pada akhirnya, Bambang dan Wahyu dijatuhkan vonis dua tahun penjara.
"Menyatakan Terdakwa Wahyu Setyo Pranoto SH SIK MIK telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "Karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati dan karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka berat dan karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga berhalangan melakukan pekerjaan untuk sementara," demikian amar singkat kasasi yang dilansir website MA, Kamis, 24 Agustus 2023.
Kukuh S. Wibowo dan Melynda Dwi Puspita berkontribusi dalam penulisan artikel ini.