Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Raja Dunia Penghapus Utang

Mengklaim mendapat ilham, Soegiharto mendirikan sekte penghapusan utang. Beroperasi lebih dari tujuh tahun.

8 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Raja Dunia Penghapus Utang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK sampai sepuluh helai, dokumen itu berisi catatan harta yang tersimpan di beberapa bank yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Di satu lembarannya, tercetak logo United Nations World Trust International Orbit Swissindo, dan di bawahnya terdapat lambang Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Inilah salah satu dokumen harta kekayaan UN Swissindo, sekte penghapus utang yang bermarkas di Perumahan Griya Caraka, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Dua anggota Dewan Kehormatan Swissindo, Ahim dan Agustina, yang tinggal di sebuah rumah di sekitar kantor sekte, menunjukkan dokumen tersebut kepada Tempo, Kamis pekan lalu. "Uang itu semuanya milik kita, Indonesia," ujar Ahim, 46 tahun, dengan penuh keyakinan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahim dan Agustina bergabung dengan Swissindo pada 2011, setahun setelah sekte itu berdiri. Agustina menimpali bahwa Soegiharto Notonegoro, pendiri Swissindo, masih memiliki bertumpuk-tumpuk dokumen serupa di kantor yang juga menjadi rumahnya.

Tak hanya punya dokumen harta, Sinopanggilan Soegihartojuga menyimpan banyak "perjanjian internasional" dengan berbagai pemimpin dunia. Salah satunya dengan Alexander Kain, yang tercatat sebagai pemimpin The United Kingdom of God Sky Earth, Keraton Kailasa Jagad Pramuditha Anggarda Paramitha. Terdapat sepuluh poin. Semuanya diawali dengan "atas nama Tuhan pencipta tujuh dimensi bumi dan tujuh dimensi langit", yang antara lain menyatakan kesetiaan kepada raja segala rajamerujuk pada Sino.

Dengan dokumen semacam itu, kata Ahim, Soegiharto mendapat kepercayaan dari ribuan orang, yang kemudian bergabung dengan Swissindo. Hampir semuanya memiliki utang di bank. Sino menyatakan sanggup membayar seluruh utang pengikutnya. Menurut Ahim, Sino pernah membicarakan permasalahan utang dan harta yang dimilikinya dengan berbagai pemimpin dunia di salah satu hotel di Jakarta. "Ada dari Jepang, Austria, Rusia... banyaklah. Lima benua sudah tahu tentang Swissindo," ujar Ahim.

Di situs Swissindo, yang memiliki versi bahasa Inggris, disebutkan bahwa Soegiharto sebagai Royal K.681 M1entah apa maksudnyamemegang mandat membebaskan 7,5 miliar manusia dari jerat utang dalam sistem perbudakan modern melalui program P1-11 (juga tak diketahui pasti maknanya). Situs yang dilengkapi dengan berbagai video soal kemampuan luar biasa Sino itu juga menyatakan dia akan membiayai kembali ekonomi dunia dengan dana US$ 1 kuintiliundengan angka nol sebanyak 18.

Menurut Ahim, Sino, yang berusia sekitar 50 tahun, jarang meninggalkan rumahnya karena merasa diincar orang jahat yang akan merampas hartanya. Setiap hari, di pendapa rumahnya yang berukuran sedang, dia hanya menerima tamu dari berbagai daerah dan negara yang percaya terhadap omongannya. Maka ada pula pengikut Sino yang berasal dari luar negeri.

Tenar di "dunia internasional", Sino malah diterungku di rumah tahanan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Penyidik Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI menangkap Sino di rumahnya pada awal Agustus lalu. Di situ, kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Komisaris Besar Daniel Tahi Monang Silitonga, ditemukan sejumlah mata uang palsu.

Penangkapan ini bermula dari aduan sejumlah sektor jasa keuangan seperti perbankan dan perusahaan pembiayaan di beberapa daerah, antara lain Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, dan Lampung, pada awal 2016. Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan Tongam L. Tobing mengatakan aduan itu menyebutkan Swissindo mengatasnamakan pemerintah Indonesia telah melunasi utang para debitor. Nasabah yang kreditnya macet langsung ngeloyor pergi setelah menyerahkan surat dari Swissindo. "Surat itu menyebutkan bahwa utang telah lunas atas nama negara," kata Tongam di kantornya, Selasa pekan lalu.

Beserta timnya, Tongam mulai menyelidiki Swissindo. Terungkap kemudian, Sino memberikan berkas setebal ratusan halaman. Dokumen itu ditujukan kepada Presiden, Bank Indonesia, sejumlah menteri, dan OJK. Isinya, "Sino atas nama pemimpin dunia memiliki uang yang digunakan untuk melunasi utang Indonesia."

Beberapa bulan kemudian, OJK memanggil Sino, tapi dia mangkir. Pertengahan 2016, lembaga itu langsung mengumumkan bahwa Swissindo tak berizin dan kegiatannya ilegal. OJK juga menyatakan kegiatan Swissindo merugikan sektor jasa keuangan, yang mengalami keterlambatan pembayaran dari nasabah yang juga pengikut sekte Swissindo. Pengumuman itu diprotes pengikut Sino. Bahkan, di kantor cabang OJK di Makassar, kata Tongam, mereka menggelar demonstrasi dan menuding pemerintah tak mendukung niat mulia Swissindo.

Swissindo cuek bebek terhadap keputusan OJK. Meski seruan serupa terbit pada November 2016, sekte itu tetap beroperasi. OJK pun melaporkan Swissindo ke Badan Reserse Kriminal Polri enam bulan kemudian. Pada Agustus 2017, OJK kembali memanggil Sino. Kali itu, dia datang. Di atas surat pernyataan bermeterai, Sino membubuhkan tanda tangan dan menyatakan menghentikan kegiatan Swissindo.

Berhenti di OJK, kasus itu berlanjut di kepolisian. Komisaris Besar Daniel Tahi Monang Silitonga mengatakan penyidik meyakini Sino memalsukan surat Bank Indonesia yang menunjukkan kegiatan lembaganya tak bermasalah. Sino ditangkap tanpa perlawanan dari dia dan pengikutnya.

Ditemui Tempo di penjara, Sino menceritakan asal-muasal pendirian Swissindo. Delapan tahun lalu, kata dia, saat duduk di depan rumahnya, Sino merasa mendapat ilham dari presiden pertama Sukarno sebagai ahli waris yang bisa mengakses harta kerajaan kuno yang tersebar di seluruh bumi. Menurut sejumlah pengikutnya, Sino menyebutkan harta itu diwariskan kepada Sukarno dan Presiden Amerika Serikat ke-35, John Fitzgerald Kennedy. Karena menjadi ahli waris "harta" itulah, menurut mereka, Kennedy dibunuh dan Sukarno dilengserkan.

Sino juga mengklaim mengetahui letak harta Sukarno yang tersembunyi. Ditanya di mana lokasi itu, dia menjawab, "Kalau saya kasih tahu, saya bakal dibunuh." Sino membantah tudingan bahwa Swissindo menipu. Dia mencontohkan, Swissindo tak hanya memiliki program penghapusan utang. Ada pula program voucher M1 yang memberikan jaminan biaya hidup setiap bulan kepada pengikutnya. "Kamu harus percaya itu," katanya. Dia meyakini Swissindo akan terus beroperasi. "Tuhan yang menggerakkannya."

Nyatanya, kantor Swissindo tak lagi ramai. Kamis pekan lalu, saat Tempo bertandang ke sana, pintu rumah terkunci rapat. Jahid, tetangga Sino, mengatakan rumah itu tak lagi dikunjungi orang. "Sepi terus. Istri Sino yang dokter juga selalu ke luar rumah sejak pagi," ujar Jahid.

Kepergian Sino menyisakan kepedihan para pengikutnya. "Pak Sino rela meninggalkan pekerjaan sebagai arsitek untuk menyelamatkan Indonesia," kata pengikutnya, Zainal Arifin. Sedangkan Ahim, yang mengaku tak pernah mendapat gaji dan hanya diberi makan oleh Sino, berharap polisi bisa segera membebaskan bosnya. "Kalau Presiden Joko Widodo mau salaman dengan Pak Sino, utang Indonesia lunas semua."

Andita Rahma, Ivansyah (Cirebon)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus