Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ramai Respons soal Yusril Sebut Peristiwa 1998 Bukan Pelanggaran HAM Berat

Yusril menyebut kasus 1998 tak termasuk pelanggaran HAM berat. Pernyataan Yusril ini mendapatkan respons dari sejumlah kalangan.

22 Oktober 2024 | 09.04 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Yusril Ihza Mahendra secara resmi mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan sebagai Ketum PBB dalam sidang Musyawarah Dewan Partai (MDP) yang digelar di DPP (Dewan Pengurus Pusat) PBB di Jakarta pada Sabtu malam, 18 Mei 2024. Keinginan Yusril untuk mundur itu diterima oleh MDP yang dilanjutkan dengan pemilihan penjabat (Pj) ketua umum. Fahri Bachmid lalu terpilih sebagai pj Ketua Umum PBB dan menggantikan Yusril. TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, peristiwa kekerasan 1998 tidak termasuk kategori pelanggaran HAM berat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yusril juga mengatakan bahwa tidak ada kasus pelanggaran HAM berat di Tanah Air dalam beberapa puluh tahun terakhir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pelanggaran HAM berat itu kan genosida, ethnic cleansing. Mungkin terjadi justru pada masa kolonial, pada waktu awal kemerdekaan kita (pada) 1960-an," kata Yusril seusai pelantikan sebagai anggota Kabinet Merah Putih, nama kabinet Prabowo, Senin, 21 Oktober 2024. 

Menurut Yusril, tidak semua kejahatan HAM bisa disebut sebagai pelanggaran HAM berat meskipun kejahatan tersebut melanggar HAM.

Pernyataan Yusril itu tersebut menuai respons dari berbagai kalangan, termasuk dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM. Berikut respons mereka.

Amnesty Internasional Indonesia

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, menilai pernyataan Yusril tidak akurat, baik secara historis maupun hukum. Selain itu, komentar tersebut juga menunjukkan sikap nir-empati terhadap korban dan mereka yang mendesak negara untuk menegakkan hukum.

"Tak sepantasnya pejabat pemerintah mengeluarkan pernyataan yang keliru tentang hak asasi manusia," katanya saat dihubungi, Senin, 21 Oktober 2024.

Dia mengatakan, pernyataan yang keluar dari pejabat negara itu tak mencerminkan pemahaman undang-undang yang benar. Terlebih Yusril merupakan menteri yang mengurusi soal legislasi bidang HAM.

Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.

Komnas HAM

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan lembaganya telah melakukan penyelidikan pro-justitia terhadap sejumlah tragedi yang terjadi pada 1997 dan 1998.

Tragedi itu di antaranya peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, serta peristiwa Trisakti dan Semanggi 1-2 pada 1998-1999.

"Komnas HAM menemukan adanya pembunuhan, penghilangan paksa, perampasan kebebasan, dan kemerdekaan fisik," kata Anis saat dihubungi oleh Tempo, Senin, 21 Oktober 2024.

Ia menegaskan, kesimpulan Komnas HAM dari hasil penyelidikan menemukan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sehingga ketiga peristiwa tersebut masuk kategori pelanggaran HAM berat. "(Hasil penyidikan) sudah kami sampaikan ke Jaksa Agung," kata Anis.

Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.

KonstraS

Staf Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Jessenia Destarini Asmoro, menyebut pernyataan Yusril itu merupakan upaya untuk memutihkan dan menghapuskan peristiwa 1998 sebagai pelanggaran HAM berat.

“(Dia) mencoba untuk menghilangkan tanggung jawab negara dari penyelesaian dan penuntasan peristiwa tersebut,” ucap Destarini kepada Tempo melalui sambungan telepon pada Senin, 21 Oktober 2021.

Destarini menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM), lembaga yang berwenang untuk menyelidiki dan menyatakan suatu peristiwa itu termasuk pelanggaran HAM yang berat adalah Komnas HAM. Ia juga mengatakan, Komnas HAM sudah menetapkan beberapa peristiwa yang terjadi pada tahun 1998, seperti Kerusuhan Mei 1998, tragedi Trisakti, dan kasus penghilangan orang secara paksa sepanjang 1997-1998, sebagai pelanggaran HAM berat.

Artikel selengkapnya dapat dibaca di sini.

RIRI RAHAYU | NOVALI PANJI NUGROHO | ERVANA TRIKARINAPUTRI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus