DESA Pandanrejo bukan di Vietnam, tapi di Malang, Jawa Timur. Namun, belum lama ini terungkapkan kisah ranjau bambu runcing di Sungai Wagir, sungai yang mengalir di pinggir desa. Bilah-bilah bambu sepanjang sekitar 20 cm itu tertancap di dasar sungai, tentu saja ujungnya yang runcing mendongak ke atas. Cukup berbahaya buat kaki warga desa yang kebanyakan memang menggunakan Sungai Wagir sebagai tempat mandi dan buang hajat besar, juga tempat mencuci. Dan itulah ulah Igon Tanatai, pemuda Ambon berusia 25 tahun, yang telah jadi warga Desa Sumberpang, desa seberang Pandanrejo. Igon tertangkap penduduk, dan mulai pekan lalu perkaranya disidangkan di Pengadilan Negeri Malang. Di dalam sidang, kernet truk ini mengakui terus terang perbuatannya. Sehabis memasang ranjau di bagian pinggir sungai, ia lalu menyelinap di semak-semak, menutupi tubuhnya dengan dedaunan, bersembunyi. Persis seorang gerilyawan mencegat musuh. Dan Igon memang menunggu korbannya. Niat Igon, seperti yang diceritakannya, setelah seseorang menginjak ranjaunya, tentu ia akan kesakitan -- sebab, warga desa, ia tahu persis, biasa bertelanjang kaki. Di saat itulah Igon punya kesempatan menjarah korban. Pertarungan yang tak adil, tentu, sebab si korban sudah terluka kakinya. Suatu hari di Juli lalu Warijan, 50, dan Taib, 40, yang bersama-sama akan mandi siang di sungai, memang terkena ranjau Igon. Mereka berdua kesakitan sebuah bilah bambu menancap di kaki. Igon maunya segera beraksi. E, muncul Tarmuji, 23, yang rupanya hendak ikut mandi juga. Nah, pemuda ini melihat tetangganya kesakitan lalu waspada. Ia malah sempat menolong kedua lelaki kesakitan itu. Lalu mereka urung beracara di sungai, pulang, sambil membawa bambu runcing sitaan, untuk dilaporkan ke kepala desa. Tiba-tiba ketiganya melihat sesuatu bergerak di rerimbunan. Igon pun meloncat ke luar, mengayunkan parang -- ya, jadi "gerilyawan" ini bersenjata parang. Mungkin memang bukan penjahat profesional, ancamannya memang tak menakutkan. Bahkan Tarmuji lalu membujuk-bujuk agar tak usah melawan. Akhirnya, Igon memang menyerah. Di Balai Desa, Igon diusut Lurah Imam Syafei. Mula-mula ia menjawab dengan angkuh. Ia pasang bambu runcing, katanya, "biar warga desa mati semua." Lalu kenapa harus dengan bambu runcing? "Entahlah, pikiran itu datang begitu saja," jawabnya. Pemuda yang menyunting gadis desa setahun lalu itu, dalam sidang tampak biasa-biasa saja. Artinya, pikiran warasnya tak terganggu. Bahkan, kepada jaksa ia berkata, "Sebenarnya sebagai kernet truk Malang-Jakarta hidup saya cukup. Tapi entah setan mana merasuki saya." Igon diancam telah melakukan tindak penganiayaan ringan dan berat. Sementara kedua korban ternyata hanya luka ringan. Dan muncul pengumuman dari Lurah, dilarang mandi di sungai sebelum bersih dari bambu runcing. Masih di kawasan desa, tapi di bukit bernama Wagir, menurut Lurah Syafei, beberapa lama lalu pun ada orang kena ranjau bambu runcing. Korbannya empat mahasiswa IAIN Sunan Ampel, Surabaya yang sedang berkuliah kerja nyata (KKN). Korban memang cuma luka, tak ada pemasang ranjau yang datang menjarah. Dan hingga muncul kasus ranjau Sungai Wagir, yang lalu tak terungkapkan. Adakah yang di bukit pun ranjau si "gerilyawan" Igon, kurang pasti. Jaksa belum mengusut hingga ke masa yang lewat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini