Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
STATUS uang imbalan cessie Rp 546 miliar ternyata menimbulkan kejanggalan tersendiri. Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan bahwa uang Rp 546 miliar yang merupakan bagian dari kerugian negara sebesar Rp 904 miliar telah dikembalikan Joko Tjandra kepada negara. Sebaliknya, Hakim Soedarto, yang menganggap Joko tak terbukti korupsi, memerintahkan agar uang itu dikembalikan ke Joko.
Ternyata, dalil jaksa dan hakim menjadi argumentasi tanpa makna. Sebab, uang Rp 546 miliar itu sesungguhnya masih utuh dalam rekening escrow milik PT EGP di Bank Bali. Artinya, uang itu tak pernah diutak-utik siapa pun, apalagi dikembalikan Joko kepada negara ataupun disita jaksa.
Bahkan, pada 18 April 2000, kepemilikan PT EGP atas dana itu telah dikukuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengukuhan itu terjadi setelah PT EGP menggugat Bank Indonesia dan Bank Bali akibat rekening tadi diblokir. Majelis hakim yang diketuai Soenarto, dengan salah seorang anggota majelisnya adalah Soedarto, memenangkan PT EGP.
Menurut Hakim Soedarto, uang itu milik sah PT EGP. Hal itu berdasarkan perjanjian cessie yang dinilai hakim sebagai perjanjian sah. "Selama Bank Bali dan PT EGP sepakat, tidak ada tekanan ataupun penipuan, perjanjian itu mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi kedua pihak," kata Soedarto.
Uang itu pun, tambah Soedarto, bukanlah uang negara. Sebab, ketika piutang Bank Bali di BDNI cair, Bank Bali belum mengikuti program rekapitalisasi. Jadi, "Mau diapakan uang itu, terserah pada Bank Bali sebagai pemiliknya. Karena ada perjanjian cessie, Bank Bali lantas memberikan uang itu ke PT EGP," ujarnya.
Justru Soedarto mengaku tak habis pikir dengan tuntutan jaksa yang meminta agar uang Rp 546 itu disita negara. "Kalau tuduhannya merugikan negara Rp 904 miliar, kenapa yang dituntut untuk dikembalikan ke negara hanya Rp 546 miliar? Itu tidak konsisten," kata Soedarto.
Keruan saja pendapat Soedarto mengundang kritik. Menurut anggota DPR Sukowaluyo Mintorahardjo, perjanjian cessie tersebut mengandung banyak cacat hukum. Karena itu, selain Joko (PT EGP) tak berhak atas imbalan cessie, Joko juga dianggap melakukan korupsi terhadap uang Rp 904 miliar yang dibayarkan oleh Bank Indonesia.
Lagi pula, kata Didi Supriyanto, juga anggota DPR, bos Bank Bali Rudy Ramli pernah mencoba membatalkan perjanjian cessie yang dinilai penuh muslihat itu. Tapi upayanya gagal lantaran sudah ada surat keputusan bersama dari BI dan BPPN yang membolehkan pencairan piutang semacam itu.
Menanggapi kritik itu, Hakim Soedarto menyarankan agar BI dan BPPN mengajukan gugatan perdata. Dengan begitu, status uang Rp 546 miliar tadi bisa punya kepastian hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo