ADALAH papaver somniferum, yang bisa tumbuh 50.000 pohon di lahan satu hektare, pada ketinggian 2.000 sampai 3.000 meter dari muka laut. Misalnya, di segi tiga emas Thai-Myanmar-Laos, yang disebut-sebut memasok 60% pasaran dunia. Selain itu di Pakistan-Afganistan-Iran, yang dijuluki Bulan Sabit Emas, serta di Meksiko. Dari lahan sehektare itu bisa dipanen 20 kg candu mentah. Generasi papaver berikutnya, opium -- dari getah kulit buahnya. Dulu, opium diisap seperti rokok, atau di-glek bersama anggur. Sari bunga papaver ini, sebelum diolah, sering dimakan untuk menghilangkan rasa cemas, lapar, dan nyeri. Bahkan dapat menimbulkan efek ceria. Tahun 1806, ditemukan kandungan alkaloid morfina dalam opium -- ini disebut morfin. Tahun 1895 ditemukan lagi semisintesis turunan morfin yang disebut heroin. Dengan campuran asam cuka anhidrid dan asetil klorid, muncul empat jenis heroin. Pertama, bubuk kuning tua atau cokelat. Kadar morfinnya masih tinggi. Kedua, bubuk putih atau abu-abu. Ketiga, bubuk butir kecil warna agak abu-abu -- dijuluki mutiara naga putih. Jenis keempat berbentuk kristal, untuk disuntikkan. Sebenarnya, di atas morfin ada sintesis lain, yaitu oripavin. Bobotnya 12.000 kali morfin. Ini tentu tidak dipakai untuk manusia. Bahkan, untuk melumpuhkan badak 2 ton, diperlukan hanya 1 mg oripavin. Dan untuk gajah 5 ton, dosisnya 4 mg. Di luar kelompok papaver, ada ganja atau mariyuana yang tumbuh di daerah tropis, yang diolah menjadi hasis dan minyak yang mengandung THC (tetrahidrokanabinol). Ganja telah dikenal ribuan tahun sebelum Nabi Isa alaihissalam. Tapi, baru tahun 1942 digolongkan sebagai narkotik -- dari kata narco: teler tak sadar diri alias tidur. Selain itu, ada kokain di Pegunangan Andes, Amerika Selatan. Menurut mitos suku Indian Inca, diturunkan oleh anak dewa. Koka antara lain berkhasiat menahan rasa lapar seharian. Rupanya, daun ini mengandung alkaloid kokain. Dari 500 kg daun koka, setelah diproses sebagai pasta, beratnya 2,5 kg -- harganya US$ 5.000 atau sekitar Rp 10 juta. Pengedarnya memproses lagi menjadi garam alkaloida yang mudah larut. Di luar Amerika Selatan harganya US$ 60.000 atau sampai Rp 120 juta per kg. Untuk bisa diisap, kokain itu diolah lebih ringan dengan menggandakannya 8 kali. Dari sini para sindikat narkotik panen sampai mencapai US$ 500.000. WY
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini