Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang atau RUU Pemasyarakatan menjadi undang-undang, Kamis 7 Juli 2022. Ada sejumlah pengaturan mengenai anak binaan dalam undang-undang anyar tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan draf RUU Permasyarakatan yang diterima Tempo, anak binaan lembaga permasyarakatan (Lapas) berhak mendapatkan pembinaaan berupa pendidikan. Pasal 1 menjelaskan, anak binaan yang dimaksud adalah anak yang telah berumur 14 tahun dan belum berumur 18 tahun, yang sedang menjalani pembinaan di lembaga pembinaan khusus anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aturan anak binaan berhak mendapatkan pendidikan tertuang dalam Pasal 50 Ayat (1).
“Pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal,” bunyi Pasal 50 Ayat (2).
Selain mendapatkan pembinaan pendidikan, anak binaan juga berhak mendapatkan pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian.
Dalam Pasal 50 Ayat (3), yang dimaksud pembinaan kepribadian sebagaimana dimaksud berupa kegiatan yang bertujuan pada pembinaan mental dan spiritual.
Sedangkan pada Pasal 50 Ayat (4) menyebutkan pembinaan kemandirian sebagaimana dimaksud berupa pelatihan keterampilan.
“Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi Anak Binaan,” demikian bunyi Pasal 50 Ayat (5) pada aturan tersebut.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly menyebut UU Permasyarakatan ini diharapkan dapat memperkuat terwujudnya konsep keadilan restoratif yang dianut dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (juvenile justice system) serta pembaruan hukum pidana nasional.
Kata Yasonna, sistem pemasyarakatan sebagai sebuah sistem perlakuan terhadap tahanan, anak, dan warga binaan dilaksanakan melalui fungsi pemasyarakatan yang meliputi pelayanan, pembinaan, pembimbingan kemasyarakatan, perawatan, pengamanan, dan pengamatan, dengan menjunjung tinggi penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia.
“Hal ini sesuai dengan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia),” ujar Yasonna, kemarin.