Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Satu dari 12 pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menjual ginjal ke Kemboja ada yang sudah beraksi sejak 2019. Kepala Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi Indrawienny Panjiyoga mengatakan, pelaku bernama Hanim kenal dengan pihak Preah Ket Mealea Hospital di Kamboja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat itu, Hanim justru sebagai korban yang merelakan ginjalnya untuk dijual dengan operasi di rumah sakit tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Lalu dari pihak rumah sakit menanyakan, 'Kamu bisa mendatangkan orang lagi gak?' Akhirnya dia memenuhi permintaan rumah sakit, merekrut orang akhirnya sampe sekarang," kata Panjiyoga di Polda Metro Jaya, Kamis, 20 Juli 2023.
Sebelum pandemi Covid-19, Hanim ke Kamboja pada November 2019. Karena pandemi meluas, bulan Desember hingga 2022 tidak ke sana lagi.
Namun pelaku pergi lagi ke Kamboja pada akhir 2022 lalu. "Akhirnya mulai lagi November 2022 sampai dengan sekarang," ujar Panjiyoga.
Saat ini, Polda Metro Jaya juga masih mencari data rekruter Hanim dan korban lain pada 2019 lalu. Pihak yang merekrut korban seperti dia ternyata banyak.
Cara menjaring Hanim saat itu melalui media sosial, modus yang sama dilakukan olehnya saat ini. "Karena direkrut dari Facebook, menghubungi via Messanger, lalu WhatsApp," tutur Panjiyoga.
Saat ini, Hanim merupakan koordinator yang mengorganisir korban dari Indonesia ke rumah sakit di Kamboja. Dia bersama sembilan pelaku lainnya yang ternyata juga dahulu sebagai korban.
Pengungkapan kasus ini pengembangan dari penggerebekan rumah di Villa Mutiara Gading, Jalan Piano IX, Kelurahan Setia Asih, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, pada 19 Juni 2023. Ternyata rumah itu sebagai markas para pelaku.
Para korban dan pelaku yang terlibat dalam kasus ini karena kebutuhan ekonomi. Korban dari Hanim dan rekan-rekannya ada yang bekerja sebagai guru privat, petugas keamanan, pedagang, orang berpendidikan S2, dan lain-lain.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi menuturkan, korban banyak yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19.
"Jadi motifnya lebih besar adalah ekonomi dan posisi rentan ini dimanfaatkan oleh sindikat atau jaringan ini," ujar Hengki saat konferensi pers kemarin.
Dua pekaku lainnya adalah polisi berpangkat ajun inspektur polisi dua (aipda) inisial M dan seorang petugas imigrasi inisial A. M menerima uang Rp 612 juta dari pelaku untuk membantu menghindari pengejaran polisi, sedangkan A menerima Rp 3,2 juta hingga Rp 3,5 juta untuk mengurus korban yang akan pergi ke Kamboja.
Korban menerima uang Rp 135 juta, sedangkan sindikat TPPO penjualan ginjal menerima Rp 65 juta. Setelah transplantasi ginjal, uang akan ditransfer ke rekening masing-masing korban.