KARNAH lagi. Ia pemegang medali perunggu lempar lembing dalam
Asian Games Tokyo (1958). Kemudian ia berganti kelamin dan
mengubah namanya menjadi Iwan Setiawan. Dan kini ia ditahan
karena dituduh membunuh. Seorang wanita meninggal beberapa jam
setelah gondok di pangkal lehernya dioperasi Karnah.
Karnah, 42 tahun, yang nama lengkapnya kini Iwan Setiawan
Setiadiharja Wiria Saputra dan menikah dengan Tuty Pujiastuti,
belakangan dikenal sebagal "dokter". Keahliannya terutama
mengoperasi tumor atau daging tumbuh, baik yang besar maupun
kecil. Ia mengaku sudah ratusan kali berhasll mengoperasi pasien
yang datang dari beberapa kota. Di desanya sendiri Desa
Singasari, Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, ada 14
pasiennya sembuh.
"Kali ini rupanya saya lagi naas," ujar Iwan ketika ditemui di
sudut kanan masjid Kores 845 Ciamis. "Tapi saya bertanggung
jawab atas perbuatan saya," tambahnya. Ia tidak dimasukkan dalam
sel karena berjanji tidak akan melarikan diri. Tugasnya sekarang
membersihkan masjid di Kores Ciamis.
Korbannya adalah Satiah, 40 tahun. Mula-mula Iwan enggan dan
menganjurkan agar Satiah dioperasi saja di RS Tasikmalaya. Tapi
karena didesak terus, Iwan turun tangan juga, dengan syarat agar
keluarga paslen menyaksikannya.
Hari Jumat pagi itu, 30 Juli. Setelah berdoa dan membaca
beberapa ayat suci, Iwan menyuntik pasiennya dengan 2 cc obat
penghilang rasa nyeri. Lantas ia menoreh leher pasiennya.
Segumpal daging merah dikeluarkan Kemudian luka bekas operasi
pun dijahit.
Bekas luka itu diberi bubuk sulfa nilamide dan salep, lantas
diperban. Iwan juga merasa perlu menginjeksi Satiah dengan
terramycin sebanyak 2 cc lewat paha. Operasi itu hanya makan
waktu sekitar 45 menit.
Satu jam kemudian, Satiah sudah bisa berbincang dengan keluarga
yang menyaksikan operasinya. Mereka juga makan bersama. Satiah
makan bubur, kemudian menelan teracyclin dan CTM, masing-masing
satu tablet -- untuk menghilangkan rasa nyeri.
Keluarga Satiah pulang. Ia tinggal sementara di rumah Iwan. Tak
lama kemudian Satiah merasa sakit. Perut dan pahanya
kejang-kejang. Iwan segera mengompres perut dan pahanya dengan
air hangat, tapi pertolongan ini tak berpengaruh.
Dari jam ke jam Satiah terus mengerang. Ia menggerak-gerakkan
pahanya. Lewat tengah hari, keadaannya semakin memburuk.
Keluarganya yang lah pulang disusul. Tapi sekitar waktu asar,
Satiah, janda itu pun pergi menghadap Tuhannya.
Sore itu juga jenazahnya diangkut dengan bis mini ke kampungnya,
Karangpari, 10 km dari rumah Iwan. Sukarta Wirya (ayah Iwan) dan
Atmadja Natawacana (mertua Iwan) ikut mengantar jenazah
tersebut. Tapi sampai di Karangpari, keduanya disandera oleh
kepala desa.
"SAYA khawatir Iwan melarikan diri, karena itu orang tuanya
saya tahan dulu," ujar R. Sukarta, kuwu (lurah) Karangpari.
Mendengar itu tengah malam Iwan menyusul ke Karangpari dan
bebaslah kedua orang tua tersebut. Keesokan harinya, 31 Juli, ia
diserahkan kepada polisi.
"Belum ada pengaduan dari keluarga Satiah," ujar Danres 845
Ciamis, Letkol Pol. Hudaya Sumarya minggu lalu. "Tapi Iwan tentu
tidak lepas dari hukuman. Tunggu saja prosesnya di pengadilan
nanti," tambahnya. Keluarga korban ternyata sudah menandatangani
pernyataan tak akan menuntut Iwan.
Beberapa orang sedesa yang menjadi pasiennya, dulu dengan mudah
disembuhkannya. Misalnya Haib, 50 tahun, (busung perut), Soyi,
50 tahun, (daging tumbuh di belikat), Saja, 42 tahun, (bisul
menahun), Barja, 30 tahun, (tumor di pundak), Titi, 8 bulan
(tumor di leher). Iwan juga pintar menyembuhkan berbagai
penyakit dengan pijatan.
Pengetahuan Iwan mengenai cara-cara pengobatan diperoleh ketika
ditahan di RTM Kebun Waru Bandung (1974-1978). Ketika itu ia
dituduh anggota Gerwani/PKI. Di penjara itulah ia bergaul dengan
beberapa sarjana farmasi dan dokter temannya setahanan. Iwan,
yang juga sarjana muda IKIP Bandung ini, juga membaca buku-buku
kesehatan.
Dan jauh sebelumnya, 1971, ia merasa mendapat wangsit untuk
menjalankan profesinya baru sebagai penyembuh. Pada suatu hari
di malam Jumat, ia bermimpi: Bung Karno menghampirinya,
memberinya selembar uang seri Soekarno dan minta dibelikan
minyak angin. Sejak itu, ceritanya, ia bisa mengobati orang
sakit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini