Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelajar menjadi sasaran empuk paham sempalan agama. Misalnya Mimi, bukan nama asli. Siswa kelas tiga SMA Islam Terpadu Nurul Fikri, Depok, Jawa Barat itu baru bebas dari jebakan cukong Negara Karunia Allah.
Gadis 17 tahun ini selama sepekan, 20-27 Agustus 2007, mengikuti prosesi hijrah keyakinan dari ajaran Islam ke paham baru ”menuju sebuah negara masa depan”. Bersama tiga siswi lain, Mimi diajak membangun Negara Karunia Allah melalui pertemuan di mal-mal di Jakarta, Depok, dan Cinere.
Tutor sekaligus pembibing Mimi bernama Reza. Semula Mimi mengaku penasaran. Setelah memasuki hari kelima, otaknya bertanya-tanya ketika Reza meminta Mimi memutus hubungan dengan anggota keluarga yang menjadi tentara atau polisi. ”Om saya ada yang jadi TNI,” ujarnya kepada Tempo.
Puncaknya, Mimi dan teman-temannya disuruh setor Rp 1,1 juta. Karena tak punya duit, Mimi terpaksa melepas anting-anting emas pemberian orang tuanya. Temannya ada yang menyerahkan telepon seluler. ”Barang itu untuk memasuki sebuah negara masa depan, yaitu Islam,” ujar Mimi.
Pengalaman Mimi kini menjadi bagian dari materi sosialisasi antialiran sesat di sekolahnya. ”Dengan mendengarkan langsung dari orang yang pernah mengalami, kami berharap sosialisasi mudah dicerna,” kata Mamad Mahfudin, Kepala SMA Islam Terpadu Nurul Fikri.
Selain kisah para ”alumni”, menurut Mamad Mahfudin, lembaga itu juga memberi siswa bekal tentang ciri-ciri paham sempalan yang mengusung negara Islam. Soal sejarah, program kerja, modus perekrutan, hingga struktur organisasi Negara Karunia Allah dicetak untuk dihafal siswa.
Cerita Mimi berbeda dengan kisah Warno, 18 tahun. Siswa kelas tiga SMA Negeri Tambakboyo, Tuban, Jawa Timur ini tak sekadar terseret paham sempalan. Warno menyandang jabatan Sekretaris Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Ia berduet dengan Trasyuwono, guru fisika SMP Negeri Tambakboyo, Tuban, yang menjadi Ketua Al-Qiyadah Tuban sejak Oktober 2006.
Keduanya kini ditahan polisi. Selama setahun, mereka berhasil merekrut puluhan anggota. ”Termasuk 31 siswa SMP dan SMA yang mengaku aktif mengikuti ajakan Al-Qiyadah,” kata Kepala Polres Tuban, Ajun Komisaris Besar Bambang Priyambodo.
Di Bandung beberapa sekolah seperti SMU Negeri 5 Bandung sudah menerapkan pola menangkal paham yang dianggap sesat itu. Caranya, di setiap mata pelajaran agama, guru diwajibkan menyisipkan pengetahuan tentang aliran sesat yang direkomendasi Majelis Ulama Indonesia.
”Satu bulan sekali siswa harus mengikuti pengajian di masjid sekolah yang mengupas soal paham aliran sesat,” tutur Rahmat Effendi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMU Negeri 5 Bandung.
Adapun di SMU Negeri 3 Bandung, menurut Sundari, kepala bidang kehumasan sekolah ini, lembaganya tak menyediakan jam khusus untuk materi aliran sesat. Tapi, di luar kelas, guru sering menyisipkan obrolan mengenai aliran sesat dengan siswa. ”Intinya, kami ingin anak didik selamat,” kata Sundari.
Lembaga Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat Bandung pun menyusun strategi. Para guru dari SD sampai SMA akan dikumpulkan di satu tempat. Mereka hendak dibekali pengetahuan tentang ciri-ciri aliran sempalan dan modus pencarian anggotanya.
Langkah ini untuk menangkal kelompok Quran Suci, yang belakangan gencar merekrut anggota dengan cara menculik sejumlah mahasiswa di Bandung. ”Para guru dikumpulkan pada 20 November,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, Oji Mahroji.
Kepala Sekolah SMA Al-Falah Surabaya, Rooswandi Hidayat, tak mau ikut-ikut panik. Ia sengaja tidak memperkenalkan gerakan aliran sempalan kepada anak didiknya. ”Kami khawatir cara ini malah membingungkan siswa. Kelak, jika mereka sudah dewasa, pasti mengerti sendiri apa itu aliran sempalan,” ujar Rooswandi.
Elik Susanto, Widi Nugroho, Sujatmiko (Tuban), Kukuh (Surabaya), Rinny Srihartini (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo