Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mula-mula panggung gelap. Ketika seleret lampu spot mengembang, tampak siluet seseorang meliuk di dua kursi. Rupanya dia perempuan. Lalu datang seorang lagi, penari perempuan juga. Keduanya lalu berduet dengan dua kursi.
Jeda beberapa detik, kemudian muncul dua penari laki-laki. Maka berhadapanlah dua penari perempuan dengan dua penari laki-laki. Dua kursi di sisi panggung menatap dua kursi di sisi panggung yang lain. Sedangkan di depan, di panggung sisi kiri, beberapa tangkai kembang bergetar. Sedangkan di belakang, sebuah kotak terpampang diam.
Menyat dari kursi, kedua perempuan itu menghampiri seorang pria yang sedang duduk di ujung panggung. Kedua perempuan itu bergantian menciumi pria yang duduk itu dengan membiarkan pria yang satunya.
Begitulah. Adegan mengalir dalam slow-motion. Keempat penari itu seperti sedang berlatih menari menjelang pertunjukan atau berlatih sehari-hari. Mengitari panggung dengan santai. Keempatnya meliuk ke sana-kemari seperti orang berjalan. Melakukan kegiatan sehari-hari secara biasa. Menjalin percintaan secara sederhana, namun dalam gerakan yang tetap elegan.
Inilah karya terbaru (world premiere) koreografer Monica Runde yang dia beri judul Social Tales. Terdiri dari tiga bagian, yang pertama ”Introduction”, seperti adegan di atas. Ditarikan oleh Monica Runde, Dacil Gonsalez, Joaquin Hidalgo, dan Gustavo Martin. Tata kostum dalam pakaian sehari-hari oleh Elisa Sanz, musik Pedro Navarrete, dan tata lampu Miguel Minambres.
Bagian kedua, ’Woman Threads’, merupakan adegan perkawinan yang ditarikan Dacil Gonzalez dan Gustavo Martin. Keduanya muncul dalam kostum putih, yang perempuan mengenakan tank-top. Keduanya saling sapa, saling peluk, juga saling gayut di ranjang, berlangsung sekitar 9 menit. Lalu terdengar lonceng gereja berdentang-dentang meningkahi tata musik, inilah adegan yang nges, membangun suasana percintaan menuju perkawinan. Disusul masuknya dua penari, Joaquin Hidalgo dan Monica Runde, yang menyiapkan perkawinan. Keduanya merias pasangan itu dengan membedaki dan memakaikan jas, dasi, dan gaun pengantin plus sebuket bunga.
Sepasang pengantin ini lalu saling memagut dan saling terurai di udara maupun di ranjang. Si laki-laki merenggut kerudung yang menjuntai panjang itu dan menggantinya dengan T-shirt hitam. Juga memasangkan sepatu hak tinggi, yang merupakan kemesraan yang dalam. Masih juga belum cukup, si laki-laki kemudian memasangkan ikat kepala ke si cantik, semacam pernyataan lengkap sudah cintanya merengkuh.
Grup Diez y Diez Danza ini ikut memeriahkan Art Summit Indonesia ke-5 yang berlangsung dari 1 hingga 30 November 2007 di Jakarta. Dengan mengusung semboyan To Join The Diversity, berdatangan grup dari pelosok dunia: Argentina, Spanyol, Belgia, Prancis, Jerman, Mesir, India, Selandia Baru, Korea, Singapura, dan dari Indonesia diwakili oleh monolog Butet Kartaredjasa, Jecko Siompo, Batavia Madrigal Singers, dan Wayang Listrik Made Sidia. Panggung yang menggelar seluruh pertunjukan itu meliputi Taman Ismail Marzuki, IKJ, Studio Mini, GKJ, Goethe Institut.
Pada bagian ketiga, ’Oinopotai’, dibuka penari pria, Joaquin Hidalgo, memporakkan tanaman bunga itu lalu black-out, panggung gelap. Ketika lampu menyala lagi, penari putri Monica Runde menyamper sebotol sampanye dengan dua gelas dari kotak. Si laki-laki yang lebih pendek, meloncat dan menclok ke tubuh si perempuan dalam ayunan musik Mozart. Keduanya berputar dan beredar sampai si putri menyingsingkan rok mininya supaya pahanya lebih bebas menjepit botol sampanye itu untuk mencabut penutupnya. Adegan ini mengundang gerr penonton yang ketahuan betapa pelitnya Jakarta yang menyumbangkan penonton untuk grup yang memikat ini sekitar 30 orang dalam pertunjukan pada 6 November silam.
Yang bisa dicatat grup yang biasa ditulis dengan 10y10 Danza ini adalah usaha mengeksplorasi lantai (hal yang boleh dikata dalam batas-batas tertentu belum dilakukan grup tari lain). Lantai bisa berarti tanah penderitaan, ranjang, dan pencarian kebenaran.
Danarto, sastrawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo