Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
EMPAT orang berpenampilan necis berkumpul di ruang kerja Mohammad Taufik, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Selasa siang pekan lalu. Anggota kelompok yang menamakan diri Jakarta Monitoring Network itu mendatangi Taufik hanya satu jam setelah menghadiri sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
Kepada Taufik, Direktur Eksekutif Jakarta Monitoring Network Masnur Marzuki bercerita soal sidang perdana gugatan reklamasi pantai utara Jakarta yang hanya berlangsung 30 menit. Sidang itu begitu singkat, "Karena Gubernur DKI tidak hadir," kata Masnur ketika menceritakan pertemuan itu kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Pada 23 Maret lalu, Masnur melayangkan gugatan ke PTUN Jakarta. Dia mempersoalkan Keputusan Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014 tentang izin reklamasi untuk PT Muara Wisesa Samudra. Anak perusahaan grup Agung Podomoro Land itu diizinkan menguruk laut seluas 161 hektare di Pantai Muara Karang, Pluit, Jakarta Utara.
Taufik tak membantah kabar tentang pertemuannya dengan Masnur dan kawan-kawan. Dia pun terang-terangan mendukung Masnur mengajukan gugatan. Namun Taufik menolak bila gugatan itu diartikan sebagai serangan politik terhadap Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. "Gugatannya berangkat dari kegelisahan masyarakat," begitu klaim Taufik.
Hubungan Gubernur Basuki dengan Taufik, juga pemimpin DPRD lainnya, panas-dingin setelah sang Gubernur membongkar usulan "proyek siluman" senilai Rp 12 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2014. Gubernur Basuki juga telah melaporkan hal tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI. Perseteruan itu kini meruncing pada penggalangan hak angket oleh sejumlah anggota DPRD.
Gubernur Basuki mengaku tak mau ambil pusing dengan gugatan Masnur. Mantan Bupati Belitung Timur ini mengatakan hanya melanjutkan kebijakan pemerintah DKI Jakarta sebelumnya yang memberi lampu hijau kepada PT Muara Wisesa.
Pada September 2012, di era Gubernur Fauzi Bowo, PT Muara Wisesa mengantongi izin prinsip reklamasi. Pada Juni 2014, Gubernur Basuki memperpanjang izin prinsip itu, kemudian mengeluarkan keputusan tentang izin pelaksanaan reklamasi pada akhir Desember tahun lalu.
Meski begitu, kata Basuki, keputusan gubernur sebelumnya tidak dia teruskan mentah-mentah. Dalam keputusan gubernur terbaru, PT Muara Wisesa dibebani kewajiban tambahan. Pengembang itu tak hanya wajib menyetor lima persen lahan hasil reklamasi seperti pada izin prinsip sebelumnya. Keputusan terbaru juga mengunci hak pengelolaan lahan atas pulau buatan itu sebagai milik pemerintah DKI. Pengembang diwajibkan membayar uang sewa untuk kas daerah.
Pengembang yang mendapat konsesi reklamasi juga diwajibkan merevitalisasi kawasan utara Jakarta. Caranya, antara lain, dengan membangun rumah susun, rumah pompa, waduk, dan tanggul penangkal banjir. Walhasil, Basuki berkeyakinan, proyek reklamasi bakal menguntungkan pemerintah dan masyarakat di DKI Jakarta. "DKI mau untung kok dihalang-halangi?" ujar Basuki.
BERJARAK sekitar 150 meter dari bibir pantai, sehelai spanduk sepanjang 30-an meter membentang di lepas pantai Muara Karang, Jakarta Utara. Pada spanduk merah itu tertulis, "Terima kasih untuk doa restu & dukungannya, atas dimulainya reklamasi". Logo Agung Podomoro Land terpasang di sudut kanan spanduk. Di sudut lain tertulis "Pluit City".
Sekretaris Perusahaan Agung Podomoro Land, Justini Omas, mengatakan di lokasi itulah PT Muara Wisesa Samudra akan menguruk laut untuk membangun pulau. Nilai investasinya sekitar Rp 50 triliun. "Kami masih persiapan," kata Justini. Kecuali bentangan spanduk tersebut, ketika Tempo mengunjungi lokasi itu Rabu pekan lalu, proses konstruksi memang belum dimulai.
Pluit City, yang dalam keputusan Gubernur Basuki disebut "Pulau G", merupakan satu dari 17 pulau dalam rencana reklamasi. Lokasinya sekitar 300 meter ke arah laut dari kawasan Green Bay Pluit, yang juga dikelola Agung Podomoro Land. Namun proyek besar PT Muara Wisesa tersebut kini menemui ganjalan. Izin reklamasi yang mereka kantongi digugat Masnur dan kawan-kawan. Justini sendiri mengaku belum tahu soal gugatan itu.
Sebelum melayangkan gugatan, Masnur rupanya bergerilya menggalang dukungan. Seorang aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta menuturkan, pada pertengahan Februari lalu, Masnur mengajak Walhi berdiskusi soal kemungkinan menggugat proyek reklamasi pantai utara Jakarta. Masnur pun meminta sejumlah dokumen hasil kajian Walhi soal reklamasi. Kala itu, sang aktivis mewanti-wanti Masnur agar berkoordinasi sebelum melayangkan gugatan.
Direktur Walhi Jakarta Puput T.D. Putra membenarkan kabar bahwa lembaganya berencana menggugat proyek reklamasi. Namun dia mengaku tidak tahu jika akhirnya Masnur lebih dulu mengajukan gugatan. Berbeda dengan gugatan Masnur, kata Puput, Walhi akan berfokus pada dampak lingkungan dari reklamasi. "Kami akan membahas dulu secara internal, agar tak berserempetan dengan gugatan mereka," ujarnya.
Dalam gugatannya, Masnur dan kawan-kawan mempermasalahkan landasan hukum terbitnya Keputusan Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014. Masnur menganggap keputusan itu menabrak banyak aturan terkait dengan reklamasi pantai. Misalnya, keputusan gubernur terbaru masih berpijak pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, padahal sudah ada Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Peraturan presiden terakhir menyebutkan izin reklamasi harus dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ketentuan ini diturunkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17/Permen-KP/2013 tentang Perizinan Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Peraturan menteri itu menyebutkan kawasan pesisir utara Jakarta termasuk wilayah strategis nasional. Menurut pemahaman Masnur dan kawan-kawan, pengelolaan pesisir Jakarta harus melalui pemerintah pusat.
Berdasarkan semua dalil itu, Masnur meminta hakim membatalkan Keputusan Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014. Mereka pun meminta hakim mengeluarkan putusan sela untuk menghentikan sementara proyek reklamasi oleh PT Muara Wisesa sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Kepala Bidang Pelayanan Hukum DKI Jakarta Solefide Sihite menangkis tudingan Masnur. Menurut dia, keputusan gubernur yang digugat tak menabrak Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012. Solefide merujuk pada pasal 32 yang menyebutkan bahwa permohonan izin reklamasi sebelum peraturan presiden itu terbit mengikuti aturan lama. Nah, menurut Solefide, PT Muara Wisesa mengajukan permohonan izin reklamasi jauh sebelum peraturan presiden itu terbit.
Solefide menambahkan, ketentuan penutup Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 pun tidak menyebutkan pencabutan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995. Artinya, menurut penafsiran pemerintah DKI Jakarta, kewenangan memberi izin reklamasi pantai utara Jakarta masih di tangan Gubernur DKI.
Sudirman Saad, Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, menjelaskan bahwa gugatan atas izin reklamasi Pulau G bisa muncul karena perbedaan penafsiran atas sejumlah ketentuan pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 dan Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012. Apalagi peraturan presiden yang keluar belakangan memang tak tegas menggugurkan aturan sebelumnya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan tak akan membawa perbedaan tafsir ini ke ranah hukum. Meski begitu, Kementerian Kelautan akan mengajak pemerintah DKI duduk bersama. "Untuk menjernihkan masalah itu," ucap Sudirman. Kesepahaman antarlembaga pemerintah, menurut dia, penting untuk mengantisipasi sengketa di kemudian hari akibat perbedaan persepsi.
Syailendra Persada
Yang Tersendat Karena Digugat
RENCANA menguruk laut di pesisir utara Jakarta sudah ada sejak era Presiden Soeharto. Mulanya, pada 1995, terbit sebuah keputusan presiden. Lalu keluarlah undang-undang dan sejumlah peraturan pendukungnya. Namun rencana megaproyek untuk memperluas daratan Ibu Kota itu tersendat-sendat, antara lain karena sering digugat.
1995
JULI
Terbit Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
AGUSTUS
Keluar Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.
2000
26 SEPTEMBER
Terbit Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 138 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Menurut keputusan gubernur ini, ada 17 pulau reklamasi dengan total luas 5.100 hektare. Izin prinsipnya diberikan kepada 10 pengembang:
" PT Muara Wisesa Samudra
" PT Taman Harapan Indah
" PT Bhakti Bangun Eramulia
" PT Kawasan Berikat Nusantara
" PT Pembangunan Jaya Ancol
" PT Kapuk Naga Indah
" PT Jaladri Kartika Eka Paksi
" PT Manggala Krida Yudha
" PT Dwi Marunda Makmur
" PT Jakarta Propertindo
2007-2010
17 JULI
" Terbit Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
" Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 dimintakan uji materi oleh Koalisi Tolak Hak Pengusahaan Perairan Pesisir. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/ PUU-VIII/2010 mengabulkan sebagian uji materi aturan tersebut.
2012
12 JANUARI
Terbit Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.
19 SEPTEMBER
Muncul Peraturan Gubernur 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Desain pulau berubah, tapi tetap berjumlah 17. Jumlah pengembang menyusut menjadi:
" PT Pelindo
" PT Manggala Krida Yuda
" PT Pembangunan Jaya Ancol
" PT Jakarta Propertindo
" PT Muara Wisesa Samudra
" PT Jaladri Ekapaksi
" PT Kapuk Naga Indah
21 SEPTEMBER
Terbit Surat Gubernur Nomor 1291/-1.794.2 yang memberikan izin prinsip kepada PT Muara Wisesa Samudra.
6 DESEMBER
Terbit Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
2013
5 JULI
Terbit Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17/Permen-KP/2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
2014
15 JANUARI
Terbit Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
10 JUNI
Terbit Surat Gubernur Nomor 542/-1.784.2 yang memperpanjang izin prinsip tahun 2012 kepada PT Muara Wisesa.
23 DESEMBER
Keluar Keputusan Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014 yang memberikan izin pelaksanaan reklamasi kepada Muara -Wisesa.
2015
MARET
Keputusan Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014 yang memberikan izin pelaksanaan reklamasi kepada Muara Wisesa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
2017
DESEMBER
Batas waktu izin reklamasi Muara Wisesa. Jika reklamasi belum selesai, akan ditinjau kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo