Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia atau MUI sebenarnya telah menetapkan aliran Hakekok Balakasuta pimpinan Arya dari Pandeglang sebagai aliran sesat, sebab tidak ada agama sah di Indonesia yang memperbolehkan penganutnya melakukan ritual seperti yang mereka lakukan. MUI Banten bahkan menyatakan pernah melakukan pembinaan para pengkutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diberitakan sebelumnya, Polres Pandeglang melakukan penangkapan terhadap 16 orang penganut aliran Hakekok Balakasuta pada 11 Maret 2021. Penangkapan dilakukan lantaran pengikut ajaran ini kerap melakukan ritual mandi bersama pria dan wanita tanpa pakaian di tempat terbuka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdapat banyak aliran atau ajaran sesat yang pernah berkembang di Indonesia yang telah ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia atau MUI. Menilik Buku Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang diterbitkan 2010, maka Fatwa MUI dari Tahun 1976 sampai dengan Tahun 2010 dibagi menjadi empat bidang: 14 fatwa bidang akidah dan aliran keagamaan; 30 fatwa bidang ibadah; bidang sosial dan budaya sebanyak 47 Fatwa; dan bidang pangan, obat-obatan, ilmu pengetahuan dan teknologi 29 Fatwa. Suatu aliran dikatakan sesat apabila melanggar fatwa-fatwa di tersebut.
Baca: Geger Aliran Hakekok Balakasuta, Ajaran Sesat Dari Pandeglang?
Adapun beberapa aliran yang telah secara resmi diputuskan MUI sebagai ajaran sesat yaitu:
1. Ahmadiyah Qadhiyan
Terdapat tiga ketetapan MUI tentang Ahmadiyah, dua dalam bentuk fatwa dan satu dalam bentuk rekomendasi, yakni fatwa pada tahun 1980 dan tahun 2005, serta rekomendasi pada tahun 1984. Pemerintah mengeluarkan SKB tiga menteri untuk membekukan aktivitas Ahmadiyah. Fatwa tahun 1980 diterbitkan MUI dalam Musyawarah Nasional II tanggal 26 Mei sampai 1 Juni 1980 di Jakarta, memfatwakan Jamaah Ahmadiyah sebagai kelompok keagamaan yang sesat sekaligus menyesatkan, karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi dan adanya wahyu baru yang diterimanya.
Setelah diprotes oleh kelompok Ahmadiyah Lahore, MUI kemudian melakukan rapat kerja nasional, pada 4 sampai 7 Maret 1984. MUI melakukan perubahan fatwa tahun 1980 yang di dalamnya menggeneralisasi semua aliran Ahmadiyah sebagai kelompok yang sesat. Dalam Rakernas tersebut, setelah melalui kajian yang mendalam kelompok Ahmadiyah Lahore dikecualikan dari kelompok Ahmadiyah Qadhiyan.
Selanjutnya fatwa MUI tentang Ahmadiyah tahun 2005 yang tercantum dalam Keputusan MUI No. 11/MUNAS V1I/nMUI/15/2005, merupakan pembaharuan fatwa pada tahun 1980. Pada bagian pengantar keputusan tersebut dituliskan, bahwa berkembangnya Ahmadiyah di Indonesia sudah sangat meresahkan umat.
Meski telah difatwakan sebagai aliran sesat oleh MUI, serta pelarangan aktivitas melalui sejumlah keputusan pengadilan daerah, penyebaran ajaran Ahmadiyah tetap berjalan dan berkembang.
Setara Institute mengecam persekusi yang menimpa komunitas Jamaah Ahmadiyah dalam bentuk penyerangan, perusakan rumah penduduk, dan pengusiran di Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Sabtu-Minggu, 19-20 Mei 2018.
Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, mengatakan peristiwa ini merupakan tindakan biadab atas nama agama. "Aksi yang dilakukan oleh massa dari desa setempat ini didasari sikap kebencian dan intoleransi pada paham keagamaan yang berbeda," ucap dia melalui keterangan tertulis, Minggu, 20 Mei 2018.
Menurut Bonar, kebencian dan intoleransi yang tumbuh di masyarakat harus ditangani sebagai tantangan dan potensi ancaman keamanan nyata. Intoleransi menurut dia, adalah tangga pertama menuju terorisme. Sedangkan terorisme adalah puncak intoleransi. "Oleh karena itu, energi pemberantasan terorisme harus dimulai dari hulu, yakni intoleransi sebagaimana yang terjadi di Lombok Timur ini. Jika dibiarkan, aspirasi politik kebencian dan intoleransi dapat berinkubasi menjadi aksi-aksi terorisme," ujarnya.
2. Lia Eden atau Salamullah
Fatwa terhadap Aliran Lia Eden diterbitkan melalui keputusan fatwa MUI nomor: Kep-768/MUI/XII/1997 tertanggal 22 Desember 1997 yang memutuskan bahwa Malaikat Jibril tidak mungkin turun lagi setelah kedatangannya pada Nabi Muhammad. Oleh karena itu, keyakinan semacam Lia Eden Salamullah dinyatakan sebagai tindakan sesat dan menyesatkan.
Fatwa tersebut dikeluarkan oleh MUI Pusat setelah adanya surat dari Andan Nadriasta tanggal 4 Oktober 1997 yang bertanya dan mengharapkan ada penjelasan dari Majelis Ulama Indonesia tentang ajaran kelompok pengajian yang dipimpin oleh Lia Aminudin. Dalam surat itu dinyatakan antara lain, bahwa Lia Aminuddin ditemani oleh Malaikat Jibril. Pengajian atau ajaran yang disampaikan Lia itu pada hakikatnya adalah ajaran yang dibawa Malaikat Jibril melalui Lia. Hal demikian, menurut pengirim surat jelas dapat meresahkan umat karena bertentangan dengan akidah Islam.
3. Al-Qiyadah al-Islamiyah
Fatwa MUI terhadap aliran al-Qiyadah al-Islamiyah, dikeluarkan MUI Provinsi DIY No. B-149/MUI-DIY/FATWA/IX/2007. Fatwa tersebut dikeluarkan setelah adanya kasus tiga warga Sedayu yang diperiksa Polisi karena menyebarkan paham al-Qiyadah al-Islamiyah yang diduga sebagai aliran sesat. Selain menggunakan argumentasi normatif berdasarkan nas-nas Alquran dan hadis, MUI juga mendasarkan fatwanya tersebut pada Keputusan Rapat Koordinasi Antar Daerah atau Rakorda MUI Wilayah II Jawa-Lampung Tahun 2007 di Yogyakarta, tanggal 6 sampai 8 Agustus 2007, dan juga saran dan usul peserta Rapat Dewan Pimpinan beserta Ketua-ketua Komisi dan Pengurus Komisi Fatwa MUI Provinsi DI Yogyakarta tanggal 24 Agustus 2007, serta saran dan usul peserta Rapat Dewan Pimpinan beserta Komisi Fatwa MUI Provinsi DI Yogyakarta tanggal 7 September 2007 dan tanggal 28 September 2007.
4. Gerakan Fajar Nusantara
MUI telah mengeluarkan Fatwa dalam Fatwa Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Aliran Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) bahwa Aliran Gafatar adalah sesat dan menyesatkan, karena merupakan metamorfosis dari aliran al-Qiyadah al-Islamiyah yang sudah difatwakan sesat melalui Fatwa MUI Nomor 04 Tahun 2007. Mengajarkan paham dan keyakinan Millah Abraham, yang sesat menyesatkan karena mencampuradukkan ajaran Islam, Nasrani, dan Yahudi dengan menafsirkan ayat-ayat Alquran yang tidak sesuai dengan kaidah tafsir.
5. Tarekat Tajul Khalwatiyah Syekh Yusuf Gowa
MUI Kabupaten Gowa menyatakan Aliran Puang Lalang, Tarekat Tajul Khalwatiyah Syekh Yusuf Gowa merupakan aliran sesat dan menyesatkan, sebagaimana yang tertuang dalam Fatwa MUI bernomor Kep 01/MUI-Gowa/XI/2016 tanggal 9 November 2016. Pemerintah Kabupaten Gowa juga telah mengeluarkan surat rekomendasi terkait pembubaran ajaran yang dipimpin oleh Puang Lalang tersebut.
Aliran ini dinyatakan sesat sebab mengajarkan kepada pengikutnya bahwa mereka wajib membayar Rp. 10 ribu sampai Rp.50 ribu sebagai tebusan untuk membeli tiket surga. Para pengikut harus mengakui adanya Allah pencipta, Allah Mama, Allah Bapa, Allah Iblis, Allah Jin, Allah Syeitan, dan Allah Nafsu. Serta masih banyak ajaran lain yang menistakan agama Islam.
6. Kerajaan Ubur-ubur
Ajaran yang didirikan oleh Rudi dan Aisyah, serta dipimpin Nurhalim di Serang, Banten ini dianggap kontroversial. MUI Serang melakukan investasi dengan Raja Kerajaan Ubur-ubur dan memang ditemukan fakta penyimpangan dan ajaran sesat, yaitu mengajarkan dan meyakini Nabi Muhammad SAW berjenis kelamin perempuan.
Bahkan Aisyah, Ratu Kerajaan Ubur Ubur meyakini dirinya adalah perwujudan Allah yang memiliki makam serta petilasan di Kota Serang. Selain itu Aisyah juga mengklaim dirinya sebagai titisan Nyi Roro Kidul, yang harus diimani sebagai makhluk gaib sebagai versi dalam Alquran dan masih banyak anggapan-anggapan sesat lain yang diutarakan oleh Aisyah. Oleh sebab itu, MUI Kota Serang menyatakan Kerajaan Ubur-ubur pimpinan Aisyah Tusalamaja Baiduri di Kota Serang adalah aliran sesat dan menyimpang.
HENDRIK KHOIRUL MUHID