TAHUN lalu, Desember 1978 Muhamad Syaidan alias Amat Sedan,
Ketua Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) Kecamatan Lima Puluh
di Kabupaten Asahan (Sumatera Utara), menampung keluhan Suharti
(25 tahun). Wanita ini mengaku punya hubungan gelap dengan Camat
Lima Puluh, Christ BA. Tak lupa dibeberkannya segala macam
pengalamannya dengan pak camat. Mulai dengan pertemuan gelap di
sebuah rumah di Desa Sungai Mangkei, dengan dikawal Kepala
Lorong dan Kepala Desa sendiri, sampai ke kamar 12 di Atsari
Hotel tepi Danau Toba.
Aib begitu baru diceritakan Suharti kepada Ketua Pepabri,
setelah merasa disia-siakan Christ. Yaitu setelah munculnya
wanita lain di antara mereka. Kedongkolannya bertambah dalam
ketika Kepala Desa Mangkei, "mengusir"nya dengan sepucuk surat
pindah.
Undangan Koramil
"Ketidakadilan" tersebut dimintakan pendapat pada Amat Sedan (56
tahun) selaku yang dipertua di sana. Saran Ketua Pepabri ini
tentu saja tak jauh dari apa yang akhir-akhir ini biasa
dilakukan orang "Mengadu saja ke opstib!" Amat Sedan juga
bersedia membantu membuatkan surat pengaduan yang kemudian
dikirimkan ke Kotakpos 1000 (Opstibda Sum-Ut) dan 999 (Opstib
Pusat). Suharti tinggal teken di bawahnya saja.
Sampai tiga bulan laporan Suharti tak mendapat tanggapan. Lalu
April lalu Amat Sedan membantunya membuat pengaduan lagi ke
Bupati Asahan. Tanggapan tetap saja nihil. Tapi akhir April di
Harian Waspada (Medan) muncul berita: "Skandal Sex Oknum Camat
di Asahan Dilaporkan Kepada Opstibda Sum-Ut." Disusul dengan
berita: "Oknum Camat Terlibat Skandal Sex" di koran yang sama.
Setelah "geger" barulah laporan Suharti ada yang memperhatikan.
Perhatian pertama tak terduga datang dari Koramil (Komando Rayon
Militer) Kecamatan Lima Puluh. Komandan Koramil, Letnan I M.
Hafies, 4 Mei secara resmi mengundang Muhamad Syaidan menghadap.
Panggilan, katanya, berdasarkan pengaduan Camat Christ BA
sehubungan dengan pemberitaan koran Medan. Panggilan kemudian
dipercepat. Amat Sedan harus menghadap dua hari lebih cepat.
Belum sempat sampai ke Kantor Koramil di tengah jalan Amat Sedan
sudah dicomot oleh seorang anggota tentara. Kepada isterinya
cukup diberitahu: suaminya ditahan.
Suharti telah lebih dulu hadir di Koramil. Di situ dia membantah
membuat pengaduan ke opstib. Diakuinya ia memang ada
menandatangani surat dari Amat Sedan. "Tapi ketika itu saya
mabuk karena terlalu banyak minum vigour (sejenis minuman keras
-- Red.)," kata Suharti. Bahkan dia juga mungkir pernah punya
hubungan mesra dengan Camat Christ. Dengan orang kecamatan,
katanya, memang ada. Tapi dia itu Suryadi, supir pak camat.
Dari Koramil, Amat Sedan dikirim ke Kantor Polisi Sektor Lima
Puluh untuk jadi tahanan di sana. Lucunya jika di Koramil, Amat
Sedan dihadapkan dengan pengaduan Camat Chril, di kepolisian
dia ditahan berdasarkan pengaduan Suharti: memalsukan
tandatangan dan mencemarkan nama baik wanita ini.
Di pengadilan keadaan Amat Sedan sudah tentu serba runyam.
Suharti, satu-satunya saksi yang diharapkan sebagai kartu untuk
berhadapan dengan camat, ternyata berbalik menjadi saksi yang
sungguh memberatkan. Keterangan Suharti di pengadilan memang
ruwet. Sampai-sampai Hakim Pangeran Siregar dari Pengadilan
Negeri Tanjug Balai perlu menyekapnya seminggu di rumah
tahanan. Pun buntutnya Suharti tak pernah mengakui pernah
menyuruh Amat Sedan membuat pengaduan apapun dan terhadap
siapapun.
Menghantam Kita
Untuk tuduhan membuat pengaduan palsu, jaksa menuntut pengadilan
agar menghukum Mohamad Syaidan 4 bulan penjara. Syahriar Sandan
SH, pembela dari Medan, minta agar kliennya dibebaskan saja.
Sebab katanya pengaduan Amat Sedan ada hubungannya dengan
kesempatan mengadu sebagai kebijaksanaan pemerintah. Tentu bukan
pengaduan yang palsu sifatnya. Untuk itu, menurut pembela, palsu
dan tidaknya tandatangan Suharti yang tercantum di surat
pengaduan harus dibuktikan lebih dulu. Misalnya melalui
pemeriksaan laboratorium kriminil. Juga pengaduan harus diusut
lebih dulu, sebelum dinyatakan palsu.
Pembelaan Syahriar tak diterima hakim. Apapun latar belakang
peristiwa "saya tak perlu tahu soal di belakangnya, yang saya
periksa bukti-bukti dan keterangan di depan sidang" seperti kata
Hakim Pangeran Siregar. "Saya kesal karena dia tidak bisa
membuktikan laporannya -- kalau memang terbukti saya lepaskan
dia," ujar hakim setelah menghukum Muhamad Syaidan dua bulan
penjara.
Amat Sedan naik banding. Sebab, katanya, "saya hanya membantu
pak Domo -- Ketua Opstib Pusat -- kenapa harus dihukum? " Kalau
begitu caranya, lanjutnya, "siapa lagi yang berani lapor?" Dia
lebih-lebih kesal terhadap Suharti. "Saya menyesal menolong
perempuan itu. Saya terlalu cepat prihatin mendengar dia diusir
dari desa dan digauli camat secara gelap -- itu perbuatan
sewenang-wenang, wajar kalau saya suruh adukan ke opstib. Tapi
setelah kita tolong, akhirnya dia menghantam kita," Begitu desah
Muhamad Syaidan.
Akan Suharti, singkat saja bicaranya: "Pantas saya jadi malu
disiarkan di koran begitu. Dia (Amat Sedan - red) bukan menolong
saya, malah bikin susah. .. "
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini