Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Setelah Surat Dikirim Ke Kotak ...

Muhamad Syaidan, ketua Pepabri kecamatan lima puluh kabupaten Asahan dituduh membuat pengaduan palsu. Ia naik banding, karena sebenarnya ia bermaksud menolong Suharti dengan melapor ke Opstib. (krim)

21 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAHUN lalu, Desember 1978 Muhamad Syaidan alias Amat Sedan, Ketua Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) Kecamatan Lima Puluh di Kabupaten Asahan (Sumatera Utara), menampung keluhan Suharti (25 tahun). Wanita ini mengaku punya hubungan gelap dengan Camat Lima Puluh, Christ BA. Tak lupa dibeberkannya segala macam pengalamannya dengan pak camat. Mulai dengan pertemuan gelap di sebuah rumah di Desa Sungai Mangkei, dengan dikawal Kepala Lorong dan Kepala Desa sendiri, sampai ke kamar 12 di Atsari Hotel tepi Danau Toba. Aib begitu baru diceritakan Suharti kepada Ketua Pepabri, setelah merasa disia-siakan Christ. Yaitu setelah munculnya wanita lain di antara mereka. Kedongkolannya bertambah dalam ketika Kepala Desa Mangkei, "mengusir"nya dengan sepucuk surat pindah. Undangan Koramil "Ketidakadilan" tersebut dimintakan pendapat pada Amat Sedan (56 tahun) selaku yang dipertua di sana. Saran Ketua Pepabri ini tentu saja tak jauh dari apa yang akhir-akhir ini biasa dilakukan orang "Mengadu saja ke opstib!" Amat Sedan juga bersedia membantu membuatkan surat pengaduan yang kemudian dikirimkan ke Kotakpos 1000 (Opstibda Sum-Ut) dan 999 (Opstib Pusat). Suharti tinggal teken di bawahnya saja. Sampai tiga bulan laporan Suharti tak mendapat tanggapan. Lalu April lalu Amat Sedan membantunya membuat pengaduan lagi ke Bupati Asahan. Tanggapan tetap saja nihil. Tapi akhir April di Harian Waspada (Medan) muncul berita: "Skandal Sex Oknum Camat di Asahan Dilaporkan Kepada Opstibda Sum-Ut." Disusul dengan berita: "Oknum Camat Terlibat Skandal Sex" di koran yang sama. Setelah "geger" barulah laporan Suharti ada yang memperhatikan. Perhatian pertama tak terduga datang dari Koramil (Komando Rayon Militer) Kecamatan Lima Puluh. Komandan Koramil, Letnan I M. Hafies, 4 Mei secara resmi mengundang Muhamad Syaidan menghadap. Panggilan, katanya, berdasarkan pengaduan Camat Christ BA sehubungan dengan pemberitaan koran Medan. Panggilan kemudian dipercepat. Amat Sedan harus menghadap dua hari lebih cepat. Belum sempat sampai ke Kantor Koramil di tengah jalan Amat Sedan sudah dicomot oleh seorang anggota tentara. Kepada isterinya cukup diberitahu: suaminya ditahan. Suharti telah lebih dulu hadir di Koramil. Di situ dia membantah membuat pengaduan ke opstib. Diakuinya ia memang ada menandatangani surat dari Amat Sedan. "Tapi ketika itu saya mabuk karena terlalu banyak minum vigour (sejenis minuman keras -- Red.)," kata Suharti. Bahkan dia juga mungkir pernah punya hubungan mesra dengan Camat Christ. Dengan orang kecamatan, katanya, memang ada. Tapi dia itu Suryadi, supir pak camat. Dari Koramil, Amat Sedan dikirim ke Kantor Polisi Sektor Lima Puluh untuk jadi tahanan di sana. Lucunya jika di Koramil, Amat Sedan dihadapkan dengan pengaduan Camat Chril, di kepolisian dia ditahan berdasarkan pengaduan Suharti: memalsukan tandatangan dan mencemarkan nama baik wanita ini. Di pengadilan keadaan Amat Sedan sudah tentu serba runyam. Suharti, satu-satunya saksi yang diharapkan sebagai kartu untuk berhadapan dengan camat, ternyata berbalik menjadi saksi yang sungguh memberatkan. Keterangan Suharti di pengadilan memang ruwet. Sampai-sampai Hakim Pangeran Siregar dari Pengadilan Negeri Tanjug Balai perlu menyekapnya seminggu di rumah tahanan. Pun buntutnya Suharti tak pernah mengakui pernah menyuruh Amat Sedan membuat pengaduan apapun dan terhadap siapapun. Menghantam Kita Untuk tuduhan membuat pengaduan palsu, jaksa menuntut pengadilan agar menghukum Mohamad Syaidan 4 bulan penjara. Syahriar Sandan SH, pembela dari Medan, minta agar kliennya dibebaskan saja. Sebab katanya pengaduan Amat Sedan ada hubungannya dengan kesempatan mengadu sebagai kebijaksanaan pemerintah. Tentu bukan pengaduan yang palsu sifatnya. Untuk itu, menurut pembela, palsu dan tidaknya tandatangan Suharti yang tercantum di surat pengaduan harus dibuktikan lebih dulu. Misalnya melalui pemeriksaan laboratorium kriminil. Juga pengaduan harus diusut lebih dulu, sebelum dinyatakan palsu. Pembelaan Syahriar tak diterima hakim. Apapun latar belakang peristiwa "saya tak perlu tahu soal di belakangnya, yang saya periksa bukti-bukti dan keterangan di depan sidang" seperti kata Hakim Pangeran Siregar. "Saya kesal karena dia tidak bisa membuktikan laporannya -- kalau memang terbukti saya lepaskan dia," ujar hakim setelah menghukum Muhamad Syaidan dua bulan penjara. Amat Sedan naik banding. Sebab, katanya, "saya hanya membantu pak Domo -- Ketua Opstib Pusat -- kenapa harus dihukum? " Kalau begitu caranya, lanjutnya, "siapa lagi yang berani lapor?" Dia lebih-lebih kesal terhadap Suharti. "Saya menyesal menolong perempuan itu. Saya terlalu cepat prihatin mendengar dia diusir dari desa dan digauli camat secara gelap -- itu perbuatan sewenang-wenang, wajar kalau saya suruh adukan ke opstib. Tapi setelah kita tolong, akhirnya dia menghantam kita," Begitu desah Muhamad Syaidan. Akan Suharti, singkat saja bicaranya: "Pantas saya jadi malu disiarkan di koran begitu. Dia (Amat Sedan - red) bukan menolong saya, malah bikin susah. .. "

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus