Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumah mewah di Jalan Dharmahusada Megah Permai, Surabaya, itu terlihat tak terurus. Rerumputan di pekarangannya tumbuh liar. Semua daun pintu dan jendela tertutup rapat. Dari luar pagar, siapa pun yang melongok ke rumah itu bisa melihat teras rumah penuh debu, pertanda lama tak dibersihkan.
Kamis pekan lalu, Tempo mendatangi rumah yang terletak di kaveling nomor 29 itu. Berkali-kali bel di dinding pagar dipencet, tak satu pun kepala muncul dari dalam rumah bercat putih itu. ”Sudah berbulan-bulan rumah itu kosong,” ujar seorang penjaga kompleks perumahan itu.
Inilah rumah milik Yunita alias Keyko. Tempo mendapat alamat rumah ini dari seorang polisi yang ikut menangani kasus Keyko. ”Ya, betul, itu memang rumah Bu Nita,” ujar penjaga kompleks perumahan mewah itu.
Yunita tak hanya memiliki satu rumah. Di Bali, misalnya, perempuan 34 tahun itu memiliki pula beberapa rumah yang tersebar di sejumlah tempat pariwisata. Ini pula yang antara lain membuat polisi agak sulit menyergapnya. Ia selalu berpindah-pindah. Sehari di Surabaya, sehari lagi bisa jadi dia sudah menclok di Denpasar. ”Sulit menangkapnya karena rumahnya banyak,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Timur Komisaris Besar Hilman Thayib kepada Tempo.
Setelah berpekan-pekan memburunya, polisi berhasil mencokok Yunita pada 25 Agustus lalu di salah satu rumahnya di Bali. Menurut sumber Tempo di kepolisian, rumah-rumah Yunita memiliki fungsi ganda. Di rumah itu pula ia menyimpan anak-anak asuhnya sembari menunggu tamu yang akan mem-booking mereka.
Di rumahnya di Dharmahusada ini pun demikian. Di sana Yunita menyimpan sejumlah perempuan yang juga selalu siap menemani lelaki hidung belang. Kepada Tempo, penjaga kompleks perumahan itu mengaku kerap melihat perempuan muda keluar-masuk rumah Nita. ”Semuanya cantik-cantik dan modis, tapi saya enggak tahu ngapain mereka di sana,” katanya.
Di rumah ini Yunita pernah tinggal bersama suaminya, Untung, sebelum bercerai beberapa tahun lalu. Dari perkawinannya itu, ia memiliki dua anak. Menurut Yunita, dua anaknya kini tinggal di Denpasar.
Sejumlah penghuni perumahan itu mengenal Yunita sebagai istri temperamental. Ketika suami-istri itu masih tinggal di sana, tetangga kerap mendengar mereka bertengkar. Suara caci maki mereka keluar hingga balik tembok pagar, dan yang paling nyaring terdengar adalah suara Yunita. ”Saya pernah mendengar ia berteriak, mengancam akan memotong kaki suaminya,” kata si penjaga kompleks. Di lain hari, penjaga ini mengaku pernah mendengar Yunita menjeri-jerit, mengancam akan menyiramkan air keras ke muka suaminya.
Menurut sumber Tempo, Untung seorang pengusaha yang bergerak dalam penyaluran bahan bakar minyak. ”Dia memiliki pompa bensin di Jalan Sulawesi,” ujar sumber ini. Nita juga berasal dari keluarga berada. Ia dibesarkan di Surabaya dan lulus dari sebuah universitas negeri terkenal dari Kota Buaya. Hilman Thayib juga menyatakan, baik Yunita maupun Untung berasal dari kalangan cukup berada. ”Keduanya berasal dari keluarga dengan ekonomi mapan,” kata Hilman.
Diberkati alam paras ayu dan kulit bening, Yunita sudah laris menjadi model pada saat awal-awal duduk di bangku kuliah. Dunia model ini pula yang membawanya ke gaya hidup glamor. Tas dan baju bermerek serta makan dan minum di hotel berbintang. Nah, menurut sumber Tempo yang mengaku cukup mengenal Yunita, ketika honor model itu tak lagi mendukung gaya hidupnya, ia memilih jalan pintas menjadi pelacur. Untuk layanannya yang spesial ini, ia mematok harga tinggi. ”Ia laris karena wajahnya manis,” kata sumber Tempo ini.
Seiring dengan berjalannya waktu, Yunita membuat agensi sendiri. Di sinilah ia mulai membangun bisnis seksnya. Para modelnya, seperti juga dirinya, rata-rata juga melayani hidung belang. Bisnisnya ini ternyata berkembang pesat. Para model yang memiliki fungsi ganda ini—atau juga yang murni pelacur— ternyata senang bekerja sama dengan dia. Harga yang ditawarkan Yunita ke tamu dianggap masuk akal, pembagiannya dengan sang model pun memuaskan. Para pelanggan merasa puas selain identitas mereka dijamin tak akan bocor, perempuan yang dikirim Yunita pun ”cocok dengan pesanan”, baik paras maupun layanannya.
Menurut sumber Tempo, ini pula yang membuat kenapa banyak perempuan yang menawarkan diri sebagai anak buahnya, atau germo dari berbagai kota yang ingin menjadi bagian dari jaringannya. Dan ini pula yang membuat bisnisnya, ujar seorang penyelidik kasus ini, jauh mengalahkan bisnis sejenis yang dilakukan oleh ”legenda esek-esek Hartono Ayam” di Jakarta pada 1990-an. ”Hartono dulu jaringannya hanya kuat di Jakarta, dan hanya memiliki beberapa ratus perempuan, sedangkan ini ribuan...,” ujar sumber Tempo sambil geleng-geleng kepala.
Mustafa Silalahi
Satu Kendali dari BlackBerry
Yunita mengendalikan jaringannya lewat Blackberry dan Facebook. Kepada polisi, ia mengaku memiliki 50 germo di berbagai tempat atau kota, yang siap menyuplai perempuan ke kliennya, yang juga berada di berbagai tempat. Tarif mereka Rp 1,5 juta hingga Rp 15 juta per orang. Total ia "memiliki" sekitar 2.060 perempuan yang siap melayani para hidung belang.
Dia meminta duit itu ditransfer dulu ke rekeningnya, sebelum perempuan dikirim ke pemesan. Tak ada tatap muka, baik antara dirinya dan kliennya maupun dirinya dengan germo yang menjadi kaki tangannya, untuk menentukan deal dalam bisnis ini. Semuanya lebih banyak lewat BlackBerry. Di dunia bisnis esek-eseknya ini, ia tampil dengan nama Keyko.
Pesanan tanpa Tatap Muka
Pelanggan di kota A (misalnya) menghubungi Yunita lewat Blackberry.
Yunita yang berada di luar kota membalas pesan itu dengan mengirimkan sejumlah foto perempuan lewat Blackberry Messenger. Atau pelanggan memilih sendiri lewat foto-foto perempuan yang terpampang di Facebook Group.
Setelah memilih dan negosiasi harga, pelanggan mentransfer uang ke rekening Keyko di BCA.
Yunita meneruskan transfer uang ke germo yang mengendalikan sang pelacur di kota A setelah dipotong komisi. Rata-rata komisinya Rp 500 ribu per pelacur.
Germo memerintahkan si pelacur datang ke kamar hotel yang disepakati.
Jaringan Keyko yang sudah terendus polisi
Keyko => Surabaya =>
1. Lina: 20 pelacur
2. Lanny alias Nonik: 150 pelacur
3. Geisha Mei: 50 pelacur
4. Wen Phing/Steven: 300 pelacur
5. Shen-shen: 200 pelacur
6. Angeline: 70 pelacur
Keyko => Jakarta =>
1. San Fokus: 200 pelacur.
2. Alona M.: 200 pelacur
3. Emmon: 100 pelacur.
Keyko => Banjarmasin =>
1. Alona M: 200 pelacur
2. Emmon: 200 pelacur
Keyko => Semarang =>
1. Dion: 200 pelacur
2. Evan: 200 pelacur
Keyko => Malang =>
1. Putri Adeline: 100 anak buah
Mereka yang tertangkap
1. Yunita alias Keyko
2. Nugroho Tjahjono alias Dion
3. Lanny Agustina alias Nonik
4. Gloria Nansiska Maulina alias Nonik palsu
Jerat untuk Keyko
1. Pasal 506 KUHP dan atau 296 KUHP' Yakni, mengambil keuntungan dari perbuatan cabul. Ancaman 3 bulan penjara.
2. Pasal 2 UU Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ancaman hukuman: 15 tahun penjara.
Mustafa Silalahi | Sumber: Kepolisian Daerah Jawa Timur, wawancara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo