APA saja dapat dilakukan oleh seorang yang sedang mabuk. Bahkan
seorang ayah, OAL (46), penduduk Tebing Tinggi di Sumatera
Utara, dalam keadaan mabuk awal bulan lalu telah mengorbankan
anak kandungnya sendiri. Bapak ini, yang sekarang berada dalam
tahanan polisi, diduga telah menodai kesucian anak perawannya
sendiri. Dan pemabuk lain, dua orang kakek dari Minahasa, telah
dikabarkan saling bunuh-membunuh. Dalam peristiwa berdarah itu
yang jadi korban juga seseorang yang tak berdosa. Pemuda Manado,
Yulius, yang menengahi peristiwa baku tusuk, akhir April lalu,
terpaksa berurusan dengan polisi. Ia, dituduh ikut membunuh
salah seorang kakek pemabuk (TEMPO, 28 Mei).
OAL sebenarnya bisa hidup lebih baik. Ia cekatan. Sebagai tukang
kaleng dan ahli mereparasi jam, sebenarnya, ia banyak punya
langganan. Tapi beberapa tahun ini langganannya kabur semua.
Karena OAL terlalu sering melalaikan tugasnya. Ia lebih suka
menghabiskan waktunya dengan bermabuk-mabukan. Ia lalu dijuluki
orang si pantat-botol. Anak-anaknya jadi terlantar sekolahnya.
Isterinya, Aisyah, yang sudah melahirkan anak OAL sampai 9 orang
sudah putus asa melihat sikap suaminya. Rumahnya tinggal sepetak
gubuk papan sabun yang beratap seng dan menumpang di tanah milik
Mandor Sardi di kampung Bagelen.
Kendati keadaan keluarganya sudah semakin payah, OAL malah
semakin gila alkohol. Setiap petang ia meninggalkan rumah menuju
Tebing Tinggi, 3 km dari Bagelen, dan kembali selalu tengah
malam dalam keadaan mabuk. Penghasilannya, yang makin hari makin
susut itu, dihabiskannya untuk mabuk. Tinggal isterinya yang
harus berusaha menghidupi seluruh keluarga. Untung 4 orang
anaknya sudah berkeluarga dan hidup sendiri.
Kaukah Itu Bang?
Seperti biasa, 3 Mei malam lalu, OAL pulang dari kota dalam
keadaan mabuk total. Sampai di rumah, juga seperti biasa kalau
ia mabuk, ia marah-marah tak keruan. Anak gadisnya, Saemah (17),
diperintahkannya menyeduh kopi. Dengan pakaian tidur yang
compang-camping anak gadis ini melayani ayahnya. Melihat tubuh
anaknya yang cuma dibungkus kain sobek di sana sini, ayah yang
mabuk ini rupanya menyimpan fikiran jelek. "Saya jadi syur,
pak", begitu pengakuan OAL kemudian kepada polisi.
Selesai membuat kopi, Saemah masuk ke kamar tidur kembali. Sejam
kemudian, begitu seperti diakui OAL sendiri kepada polisi, ayah
ini menyusul ke tempat tidur anaknya. Lampu sentir ditiup padam.
Lalu ia pun segera menggerayangi tubuh anak gadisnya. Saemah
terbangun kaget: "Mak . . . tolong!" Maknya, Aisyah, terbangun
dari tidur dan berusaha mengetahui apa yang sedang menimpa
anaknya.
Ibu ini mengindap-indap menuju kamar anaknya. Lalu ia dapat
menyaksikan pergumulan dalam gelap. Ia juga mendengar suara
ancaman yang ditujukan kepada anaknya: "Jangan ribut. Nanti
kubacok sama parang". Si ibu tahu jelas itu suara suaminya.
Itulah yang membuatnya lebih kaget lagi. Ia cuma bisa berteriak:
"Bang, kaukah itu?" Tapi si abang lebih mengeraskan ancamannya:
"Siapa saja yang dekat ke mari, saya bunuh!" Jeritan Saemah
sendiri agaknya, sudah tak terdengar oleh kuping ayah yang mabuk
ini.
Terjadilah peristiwa seram antara ayah dengan anak gadisnya yang
disaksikan ibu perawan itu sendiri. Selesai melampiaskan hasrat
terkutuk itu, OAL masuk tidur dengan tenangnya - seperti tak
pernah berbuat sesuatu yang berakibat buruk atas anak gadisnya
sendiri. Tinggal ibu dan anaknya saling bertangisan. Tapi malam
itu juga kedua anak beranak ini bertindak: mereka membuat
pengaduan ke rumah lurah.
Keesokan harinya OAL, yang masih nyenyak tidur, digusur ke
kantor polisi. Di tengah jalan, dalam perjalanan ke kantor
polisi itu, ia bertemu dengan isterinya: "Apa yang telah engkau
perbuat ini, Aisyah? Apa salahku?" Si isteri dengan geram
menyahut: "Engkau sendiri tentu mengerti apa perbuatanmu".
Memang begitu. Dan sulit bagi OAL untuk menghindar dari tuduhan.
Apalagi, menurut sumber TEMPO, hasil pemeriksaan rumah sakit
terhadap Saemah akan menjadi bukti penuntutan terhadap OAL
kelak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini