Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Menurut Polisi Dan Kaceng Menurut Polisi Dan Menurut Kaceng

Enam orang tersangka penyobek gambar Golkar dari desa Cimahi, Purwakarta disumpah Dansek Campaka, dengan bersaksi Al Qur'an. Terjadi perbuatan tidak senonoh terhadap Al Qur'an.

4 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERITA terlambat dari Purwakarta. Peristiwa 'menginjak-injak, mengencingi dan mengentuti Al Qur'an' seperti pernah diberitakan koran Pelita, ternyata dibenarkan oleh pejabat kepolisian setempat. Para pelakunya, 6 orang penduduk desa Cimahi, Purwakarta, dan pejabat kepolisian yang memaksa tersangka berbuat tidak senonoh itu, "kedua belah pihak sinting". Itu komentar Komandan Resort 833 Purwakarta sendiri, Letkol Polisi Arief Amin. Keenam penduduk yang dianggap sinting oleh Arief itu, sebenarnya orang normal biasa. Nama mereka: Kaceng, Roji, Khotibi, Enuh, Yusuf dan Bakar. Sedang polisi 'sinting' itu, yang sekarang masih tetap efektif, tak lain Peltu Tadjudin dengan jabatan terakhir Komandan Sektor di Campaka. Kaceng, Roji, Khotibi, Enuh, Yusuf dan Bakar, mula-mula, memang pernah ditahan polisi Campaka selama 1 malam. Mereka diambil oleh Wanra dan Kamra, atas perintah pembina polisi desa Cimahi, dengan tuduhan: telah merusak tanda gambar Golkar. Penangkapan dan penahanan, tanggal 22 April lalu di tengah kesibukan kampanye pemilu, menurut yang bersangkutan, tanpa disertai surat yang sah. Kejadian ini cukup menggelisahkan para tersangka sendiri, keluarga dan para tetangga. "Apalagi tuduhan merusak tanda gambar Golkar itu belum tentu benar", kata pemuka masyarakat setempat. Karena yang sedang berurusan dengan polisi itu anggota Partai Persatuan Pembangunan - kecuali Enuh, yang diketahui eks Tapol PKI/C - keluarga menghubungi pimpinan partai setempat. Haji Roekman, komisaris PPP setempat dan anggota Majelis Ulama, mencoba mengurus persoalan anggotanya. Kepala Desa Cimahi, yang warganya diciduk polisi, dihubungi. Tapi ternyata si Kepala desa ini tak tahu apa-apa. Lalu Roekman, bekas bintara Siliwangi, mengurus sampai ke kantor polisi. Di sana ia tak sempat menemui komandan sektor yang sedang keluar kantor. Cuma surat ditinggalkan, isinya, minta agar perkara keenam tahanan diselesaikan secepatnya. Demi Allah Surat komisaris partai ini ditanggapi baik. Polisi, komandan sektornya sendiri, segera melakukan pemeriksaan. Dan keesokan harinya perkara beres dan jam 3 sore semua tersangka diizinkan pulang. Hanya, selepas dari tahanan polisi, keenam orang ini banyak bicara. Mula-mula Kaceng, yang ditemui Slamet Djabarudi dari TEMPO di desa Cimahi mengulangi apa yang pernah diungkapkannya di muka pimpinan partai -- dan yang kemudian meluas di koran. Pemeriksaan ungkapnya, dilakukan oleh Peltu Tadjudin, sang Dansek. Keenam tersangka membantah tuduhan, soal penyobekan tanda gambar Golkar itu. "Demi Allah", kata Kaceng dengan bahasa Sunda ala Purwakarta, "saya tidak merobek tanda gambar Golkar". Tersangka lain juga menyanggah begitu. Tapi pemeriksa, menurut Kaceng, tetap saja mendesak walaupun tersangka sudah bersumpah atas nama Allah. "Demi Allah sudah merupakan sumpah tertinggi", ujar Kaceng. Memang tak terjadi tindakan kekerasan berupa pemukulan selama pemeriksaan berlangsung. Tapi tuduhan yang terus didesakkan membuat tersangka kehabisan kata untuk bersumpah lagi. Sampai akhirnya, menurut Kaceng, polisi minta 'sumpah' yang terakhir: ia sendiri dan Roji disuruh mengencingi Al Qur'an di depan polisi. Bakar, yang kebetulan bisa kentut, diharuskan mengentuti kitab suci yang sama. Sedang Enuh, Yusuf dan Khotibi melakukan sumpah yang terakhir: menginjak-injak kitab suci itu sebelum dikencingi Kaceng. "Karena dituduh terus menerus, saya terpaksa menuruti perintah polisi itu", kata pemuda Kaceng yang baru berumur 18 tahun ini. Dengan taruhan sumpah semacam itu, walaupun Tadjudin kelihatannya belum puas memeriksa, para tersangka dilepaskan juga. Kejadian begitu, sebenarnya, dapat dicegah pemberitaannya. Sebab, antara polisi dengan tokoh masyarakat setempat, telah bersepakat untuk menghabisi perkara begitu saja. Apalagi polisi Purwakarta sudah bertindak: Dansek Tadjudin ditarik ke Komres, 8 km dari Campaka. Bahkan ketika masyarakat masih kelihatan tidak puas dengan tindakan itu, Danres Arief memerintahkan agar bawahannya - yang sebelumnya tinggal di Campaka itu -- memindahkan keluarganya ke Purwakarta. Bukan Maunya Polisi Tapi berita ketidak-senonohan di Komsek Campaka itu tersiar juga oleh koran PPP. Arief Amin geleng kepala. "Ini sudah bersifat politik", komentarnya. Padahal dari pihaknya, Arief telah merasa cukup bertindak. "Tindakan terhadap Tadjudin itu sudah maksimum", katanya. Bagaimana dengan desakan pimpinan pusat PPP kepada Kapolri, agar ada tindakan lebih keras atas Tadjudin? "Saya juga akan menindak keenam orang itu -- sebagai pihak yang terlibat dalam penghinaan Al Qur'an harus ditindak bersama-sama", kata Arief. Menurut Arief, peristiwa penginjak-injakan, mengencingi dan - mengentuti Al Qur'an, sebenarnya bukan maunya pihak polisi. Pemeriksa, Tadjudin, hanya menawarkan sumpah tertinggi dengan menggunakan kitab suci. Tapi para tersangk menurut Arief, malah bersikeras: jangankan disumpah dengan Al Qur'an, atau sumpah apapun, disuruh menginjak-injak, mengencingi atau mengentutinya juga mau. "Jadi Tadjudin tidak memerintahkan sumpah cara begitu", kata Arief. Tapi, ketika para tersangka hendak berbuat yang tidak senonoh, polisi tidak mencegahnya? "Yaah, Dansek 'kan bukan Danres! ", kata Arief. Tadjudin sendiri, menurut Arief, sebenarnya tak pernah punya niat menghina agama melalui tindakan yang tidak senonoh terhadap Al Qur'an. "Dia polisi yang pendiam dan taat beragama", katanya. Begitulah yang sudah terjadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus