Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 871 warga Desa Gunung Jaya, Buton, Sulawesi Tenggara, terpaksa mengungsi akibat bentrok yang terjadi antara masyarakat desanya dengan Desa Sampuabalo. "Rumah mereka rusak dan secara psikologi takut kejadian tersebut terulang," ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo di kantornya, Jakarta Selatan pada Jumat, 7 Juni 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buntut dari bentrok tersebut, dua orang Desa Sampuabalo tewas, delapan warga mengalami luka-luka, dan 87 rumah di Desa Gunung Jaya hangus terbakar dan rusak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan informasi dari warga, bentrokan bermula saat puluhan pemuda Desa Sampuabalo melakukan konvoi menggunakan motor knalpot bising melintas di Desa Gunung Jaya pada 4 Juni 2019 sekitar pukul 20.00 WITA.
“Warga Desa Gunung Jaya merasa terganggu dengan suara bising knalpot motor puluhan pemuda tersebut. Beberapa menit kemudian, puluhan pemuda yang melakukan konvoi kembali,” kata Dedi. Di pertigaan Desa Gunung Jaya dan Sampuabalo, puluhan pemuda yang melakukan konvoi berteriak. Selanjutnya terjadi pelemparan ke arah rumah-rumah warga di Desa Gunung Jaya hingga akhirnya terjadi keributan.
Lalu, pada pukul 21.00 WITA, dua anggota Polsek Sampuabalo ke lokasi kejadian melerai dua kelompok pemuda yang bertikai tersebut.
Pertikaian ternyata belum berakhir. Esoknya, pada 5 Juni 2019 pukul 14.30 Wita, warga dari Sampuabalo kembali mendatangi Desa Gunung Jaya. Mereka melempari rumah-rumah warga dengan bom molotov.
Aksi ini memicu warga Gunung Jaya melakukan perlawanan. Mendapat informasi bentrokan itu, Polres Buton mengerahkan satu peleton Dalmas di lokasi kejadian pada pukul 16.21 Wita dipimpin oleh Wakapolres Buton Kompol Arnaldo Von Bullow.
Dedi mengatakan, saat ini status kedua desa adalah siaga 1. Tiga satuan setingkat kompi (SSK) atau 300 personel brigadir mobil diturunkan untuk mengamankan perbatasan kedua desa. "Juga dibantu dua satuan setingkat pleton (SST) dari komando resort militer (korem)," kata Dedi. Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara bersama bupati setempat, tokoh masyarakat dan tokoh agama telah melakukan rapat untuk meredam situasi di sana.