Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Sidang Korupsi Budi Said, Ahli Sebut Unsur Kerugian Negara Sudah Terpenuhi

Pengusaha asal Surabaya Budi Said didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,07 triliun.

22 November 2024 | 19.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Prof. Suparji, Dosen Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia yang hadir sebagai saksi ahli dalam sidang perkara korupsi Budi Said, menegaskan bahwa hilangnya peluang bagi negara untuk memanfaatkan atau mengelola kekayaan dapat dikategorikan sebagai kerugian negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahli pidana itu mengilustrasikan sebuah kasus untuk menjelaskan soal pemenuhan unsur nyata dan pasti dalam kerugian negara. “Misalnya negara membeli satu kawasan tanah, ternyata tanah tadi adalah tanah sengketa,” ucap Suparji dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 22 November 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akibatnya, negara pun tidak bisa memanfaatkan tanah tersebut. Kehilangan manfaat itu, tutur Suparji, bisa dikategorikan sebagai salah satu bentuk kerugian negara yang nyata dan pasti sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. 

Dalam konteks pencadangan dana sebagai provisi atau kewajiban bersifat tidak pasti yang diakui dalam laporan keuangan, negara juga kehilangan kesempatan untuk mengelola dana tersebut. Uang yang disisihkan dan tidak bisa dikelola itu dapat dikualifikasikan sebagai kerugian. “Negara menjadi tidak mampu mendapatkan manfaat,” ujar dia. “Sekiranya dana tadi dikelola, maka bisa untuk kepentingan-kepentingan negara yang lain.”

Hakim anggota kemudian bertanya kepada saksi ahli, “Artinya karena negara tidak memperoleh manfaat atau negara tidak dapat memanfaatkan sejumlah uang yang di dalam pencatatan laporan rugi laba, udah tercatat sejumlah sekian, walaupun dana itu belum keluar dari perusahaan itu, maka itu bisa dimaknai adanya kerugian secara nyata dan pasti?” 

Suparji kembali menegaskan bahwa unsur kerugian negara sudah terpenuhi. Pencadangan uang itu menjadi salah satu indikasi adanya kerugian yang nyata dan pasti.

Dalam perkara ini, pengusaha asal Surabaya Budi Said didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,07 triliun. Ia diduga melakukan korupsi dengan menerima selisih lebih emas Antam sebesar 58,13 kilogram atau senilai Rp 35,07 miliar, yang tidak sesuai dengan faktur penjualan emas dan tidak ada pembayarannya kepada Antam.

Selain didakwa melakukan korupsi, Budi Said juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dari hasil korupsinya. Ia diduga menyamarkan transaksi penjualan emas Antam hingga menempatkannya sebagai modal pada CV Bahari Sentosa Alam. Caranya dengan melakukan setoran tunai ke rekening Bank Central Asia (BCA) atas nama CV Bahari Sentosa Alam dalam rentang 11 September 2019-29 Maret 2022. "Total keseluruhan sebesar Rp 3.150.00.000," bunyi salah satu poin di surat dakwaan.

Budi Said juga didakwa menggunakan bagian hasil penjualan emas Antam dengan melakukan penempatan penyertaan modal pada CV Bahari Sentosa Arta. Ini dilakukan dengan cara setoran tunai ke rekening perusahaan tersebut dalam rentang 27 Oktober 2021-2 November 2022.

"Total keseluruhan sebesar Rp 2.830.000.000," bunyi surat dakwaan. Apabila ditotal, jumlah penempatan penyertaan modal yang dilakukan Budi Said adalah Rp 5.980.000.000 atau Rp 5,98 miliar.

Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ia juga terancam pidana sesuai dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus