Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Pengawasan Pengangkutan PT Timah Tbk, Ahmad Tarmizi mengakui tidak melakukan pengawasan terhadap para kolektor penambang yang menyetorkan hasil tambangnya ke gudang PT Timah. Alasannya karena para kolektor tersebut berada di bawah naungan smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tidak terawasi karena dibatasi dengan smelter masing-masing. Karena itu merupakan kolektor-kolektor binaan smelter," kata Tarmizin saat dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Senin, 14 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tarmizi mengatakan dirinya maupun stafnya hanya bisa berkomunikasi dengan perwakilan smelter. Sebab, mereka beranggapan tidak bisa langsung berkomunikasi dengan para kolektor penambang. "Kita dibatasi hanya di pengangkutan pengawasan, barangnya sudah ada di gudang," ujarnya.
Dia tidak melakukan pengawasan pada proses penambangan. PT Timah hanya mengawasi bijih timah yang sampai di gudang. "Kita hanya mengetahui, menimbang berapa jumlah yang datang. Kita timbang sama-sama, nanti baru keluar di lab kimia berapa SN yang keluar baru dibuat BAP-nya," ucap dia.
Pada saat bijih timah datang, kata dia, stafnya tidak lagi menanyakan bijih itu diperoleh dari mana, apakah dari izin usaha penambangan (UIP) PT Timah atau tidak. Mereka percaya begitu saja karena bekerja berdasarkan SPK, yakni hanya mengambil bijih timah di IUP PT Timah.
Tarmizi hanya diinstruksikan bahwa pengambilan bijih dari proses berita acara atau BAP asal usul bijih timah yang ada di gudang. BAP ini mencakup jumlah kilogram SN timah, SN ini juga terlampir siapa yang membawa, tanda tangan satpam bahwa bijih itu berasal dari PT Timah.
Sebelum ditandatangani, kata Tarmizi, biasanya dicocokkan dulu berdasarkan permintaan bos, yang sebelumnya sudah dicatat pada komputer. Apabila sudah fix sama, baik jumlah dan uangnya barulah, ia membuat BAP.
Dalam perkara korupsi timah ini, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung mengungkap adanya pembayaran Rp 11 triliun dari PT Timah kepada lima perusahaan smelter swasta dalam surat dakwaan. Salah satunya surat dakwaan Emil Ermindra, mantan Direktur Keuangan PT Timah.
Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut PT Refined Bangka Tin, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Tinindo Internusa, dan CV Venus Inti Perkasa memperoleh crude tin sebanyak 63.160.827,42 kilogram. Caranya dengan mengumpulkan bijih timah illegal dari kolektor-kolektor yang terafiliasi dengan lima smelter tersebut dan perusahaan-perusahaan cangkangnya yang mendapat SPK dari PT Timah untuk membeli dari penambang liar atau ilegal (perorangan) dalam wilayah izin usaha (IUP) PT Timah.
"Selanjutnya crude tin sebanyak 63.160.827,42 kilogam dibeli oleh PT Timah Tbk sebesar Rp 11.128.036.025.519,00 (sekitar Rp 11 triliun)," bunyi salah satu poin dalam surat dakwaan di kasus korupsi timah tersebut.