Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Skenario sengkon & karta

Wu Shan Kwoang, imigran gelap dari Taiwan dihukum 15 th dalam pembunuhan atas Ang Siong Hoang. Seorang napi jajang sadikin mengaku pembunuh Ang Siong Hoang. Ada yang merasa aneh dalam kasus ini. (hk)

9 Februari 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JIKA cerita ini benar, kasusnya mirip legenda Sengkon dan Karta. Seorang warga negara Taiwan, Wu Shan Kwoang, kini menjalani hukuman 15 tahun penjara di LP Kalisosok, Surabaya, karena terbukti membunuh temannya sendiri, Ang Siong Hoang. Vonis itu bahkan sudah dikukuhkan Mahkamah Agung. Tiba-tiba, akhir bulan lalu, seorang napi lainnya, Jajang Sadikin, mengaku sebagai orang yang membunuh Ang Siong Hoang. Pengakuan itu beserta gugatan Shan Kwoang atas vonisnya disiarkan secara terbuka di koran Memorandum di Surabaya. April 1983 sesosok mayat ditemukan di Jalan Raya Dukuh Widangan dekat Tuban. Mayat itu ternyata korban pembunuhan, karena didapati luka-luka tusukan pada dada, pelipis, dan kepalanya. Dari sakunya ditemukan pula sebuah paspor Taiwan atas nama Wu Shan Kwoang, 26, domisili Taipei. Terselip pula sebuah kartu penduduk atas nama Aris Winaryo beralamat di Jalan K.H. Mukmin, 47, Sidoardjo. Polisi menghubungi Aris Winaryo. Pengusaha kerupuk itu mengakui bahwa korban adalah adik iparnya, Wu Shan Kwoang, dan meminta polisi segera memperabukan mayat itu - alasannya ngeri melihat keadaan jenazah. Permintaan itu dikabulkan polisi. Tapi, lima hari kemudian, Aris memberi laporan yang mengejutkan polisi: adik iparnya ternyata masih hidup dan tinggal di Surabaya. Laporan itu sangat mencurigakan. Sebab itu, Aris dan Shan Kwoang langsung ditahan. Menurut polisi, Shan Kwoang mengaku membunuh Ang Siong Hoang, temannya, sama-sama kelahiran Sumbawa. Motifnya, usaha Shan Kwoang untuk menghilangkan jejak. Konon, Shan Kwoang melarikan diri dari Taiwan untuk menghindar dari wajib militer. Ia memilih tinggal Indonesia karena, selain berasal dari sini, juga masih mempunyai keluarga di sini. Selain itu, jika sandiwaranya berhasil, keluarganya di Taiwan akan mendapatkan santunan asuransi jiwa atas namanya sebanyak US$ 8.000. Bahkan ketika diperiksa polisi, Shan Kwoang telah mengantungi paspor Indonesia atas nama So Jemi - yang belakangan diketahui palsu. Di pengadilan, pengakuan-pengakuan itu dicabut kembali oleh Shan Kwoang. "Sebab dalam pemeriksaan polisi ia dipaksa mengaku dengan kekerasan," ujar pengacaranya, Arifin. Di depan Hakim Yahya Wijaya, Shan Kwoang berapi-api membacakan pledoinya. "Saya bukan pembunuh. Saya tidak mengerti kenapa semuanya ini menjadi fitnah kepada saya," katanya. Shan Kwoang hanya mengaku bersembunyi di Indonesia untuk menghindari wajib militer di Taiwan. Tapi Hakim Yahya tidak mempercayai segala sumpahnya. Shan Kwoang divonis 13 tahun penjara dan diusir dari Indonesia begitu selesai menjalani hukumannya. Pengadilan Tinggi Jawa Timur memperberat hukuman itu menjadi 15 tahun, tapi tidak diusir. Keputusan itu kemudian dikukuhkan Mahkamah Agung. Cerita dianggap selesai. Tapi dua tahun kemudian Jajang Sadikin, bekas anggota TNI-AD Kodam Siliwangi yang tengah menjalani hukuman 15 tahun penjara di Kalisosok karena membunuh juga, mengaku membunuh Ang Siong Hoang. Ia membunuh Siong Hoang, katanya, karena disuruh Roy Suyanto. Dalam pengakuannya, yang dibuat seperti catatan harian di Memorandum, Jajang mengungkapkan bahwa Siong Hoang terpaksa dibunuh karena tidak mau membayar utangnya kepada Roy. Untuk itu ia mengaku mendapat imbalan Rp 250 ribu. Roy Suyanto, yang dituduh Jajang sebagai otak pembunuhan itu, celakanya, sudah tewas diberondong peluru penembak tak dikenal, Oktober lalu, dalam mobilnya, sekitar 500 meter dari rumahnya di Jalan Ketintang, Surabaya. Tanpa saksi yang jelas, tak urung, sebuah sumber di Polda Jawa Timur menuduh cerita Jajang itu dibikin-bikin. Kapolda Jawa Timur, Mayjen (Pol.) Wik Djatmika, tidak banyak komentar atas kasus itu. "Lho, kok baru sekarang si Jajang itu mengaku. Ada apa gerangan ?" begitu dipertanyakan Wik Djatmika. Jenderal polisi itu juga merasa aneh, karena Shan Kwoang tidak ribut di persidangan dulu. "Tapi, baiklah, berita acara akan kami teliti kembali," ujar Wik Djatmika, bijaksana. Kepala Penerangan Polda Ja-Tim, Letkol Irawati Karsono, membenarkan bahwa Kapolda telah memerintahkan aparatnya mengumpulkan semua informasi berkenaan dengan kasus pembunuhan itu. "Bagaimana hasilnya, kita lihat saja nanti," ujar Irawati. Sementara itu, Hakim Yahya tetap berkeyakinan bahwa pelaku pembunuhan itu adalah Shan Kwoang. "Saya tidak ingin perbuatannya itu menjadi modus operandi para imigran gelap lainnya. Karena itu, saya usir dia kembali ke Taiwan," ujar Yahya. Tetapi hakim itu mengharapkan juga diadakan pemeriksaan ulang atas perkara itu. "Opini masyarakat, akibat berita koran yang memuat pengakuan itu, harus diluruskan kembali melalui saluran hukum. Tapi tentu saja harus diusut dulu kebenaran pengakuan Jajang itu," kata Yahya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus