MASIH tetap ada dua cerita. Di pengadilan, dari tuduhan jaksa
yang berdasarkan penyidikan Laksusda, wanita Bone yang mati
terpenggal kepalanya di Kampung Pinra tahun lalu adalah Sumiaty.
Kedua terdakwa, Tahir dan La Wali, juga mengakuinya demikian.
Sumiaty yang mana -- tak jelas benar. Identitas korban, seperti
kata seorang pejabat kepolisian, tidak digarap oleh instansi
militer yang ikut menyidik perkara kriminal tersebut.
Jika benar demikian, menurut versi Laksusda, bekas supati Bone,
Kol. Suaib terlibat. Tapi Suaib geleng kepala. Kepada TEMPO ia
berkata "Saya orangnya paling mudah. Tidak perlu susah-susah,
kalau saya salah, saya sendiri akan meminta kunci penjara dan
rela dihukum."
Benar ia pernah berurusan dan tinggal beberapa hari dalam
tahanan POMDAM XIV/Hn. Di sana, katanya, ia menanyakan: "Ini
perkara politik atau kriminal" Tak ada yang menjawab
jelas-jelas. Ia dilepas. Namun merasa sudah tercemar nama
baiknya, Suaib hendak menuntut keadilan kelak.
Bukankah Tahir mendengar dari Tajuddin yang menyebut Suaib
mendalangi pembunuhan seorang wanita bernama Sumiaty? "Itu
palsu!" sanggah Suaib, "orang menduga tapi tidak menunjukkan
bukti -- saya tidak tahu menahu pembunuhan itu."
Cerita kedua, polisi tetap pada hasil pemeriksaannya korban
adalah Hasnah alias Hasse. Sidik jari korban tidak berbeda
dengan yang dimiliki Hasse yang memang menghilang dari rumahnya,
di Jl. Pongtiku (Ujungpandang), sejak Maret tahun lalu. Menurut
Tike Petta Nisang, bibi tempat Hasse tinggal menumpang,
keponakannya tersebut hanya pamit untuk menghadlri pesta
perkawinan salah seorang pamannya. Tapi ia tak pernah kembali.
Rok dari korban yang ditunjukkan polisi diakui oleh Tike sebagai
yang biasa dikenakan Hasse. Ia yakin betul akan hal itu,
katanya, karena ia sendiri yang membelikannya.
Kun fayakuun
Paman korban, Kani bin Lotang, tak ragu lagi jika benar jimat
bertulisan Innake Has -- saya Has itu ditemukan terselip di
pinggang, tak salah lagi, korban adalah keluarganya. Karena ia
sendiri yang membuat jimar bagi Hasse dengan tulisan lontara
yang masih diingar lafalnya "kun fayaakun"
Tetapi bahwa Hasse terbunuh dalam keadaan hamil 5 bulan, itu
yang tidak diketahui keluarganya.
Dari cerita yang terakhir ini disebut-sebut nama Bupati Bone
yang sekarang, H.P.B. Harahap, yang berdiri di belakang
"tersangka" Mappiere dkk. supati jadi repot menanggapi tuduhan
yang menyerangnya. "Tidak mungkin saya mendatangi pasar-pasar
lalu berteriak hei, bukan Bupari Harahap yang melakukan
perbuatan terkutuk itu!" kata Harahap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini