Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sudah Korban, Dicambuk Pula

Tujuh pemuda di Langsa memerkosa perempuan yang mereka tuduh berbuat mesum. Si perempuan kini juga terancam hukuman cambuk dan denda.

12 Mei 2014 | 00.00 WIB

Sudah Korban, Dicambuk Pula
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Malam mendekati dinihari ketika pasangan itu berboncengan melaju ke arah Kecamatan Langsa Barat, Aceh. Wahid dan Yani—yang terakhir bukan nama sebenarnya—baru saja selesai jalan-jalan keliling Kota Langsa. Malam itu, Kamis dua pekan lalu, Wahid berencana menginap di rumah Yani di Desa Lhok Banie.

Setiba di rumah Yani, yang agak terpisah dari rumah tetangga, Wahid masuk lebih dulu lewat jendela samping. Sedangkan Yani masuk belakangan lewat pintu depan setelah memastikan tiada yang mengun­tit mereka. Setelah mengunci pintu, keduanya masuk kamar.

Sudah sekitar dua bulan pasangan itu menjalin hubungan diam-diam. Maklum, Wahid, 41 tahun, masih beristri. Adapun Yani, 25 tahun, janda muda beranak dua. Di dalam kamar, pasangan ini baru saja membuka obrolan ringan ketika tiba-tiba terdengar bunyi seperti ranting patah terinjak.

Panik, Wahid memilih bersembunyi. Adapun Yani melongok ke luar jendela. Di sana ia melihat sejumlah pemuda sudah mengepung rumahnya.

Dengan suara tinggi, salah seorang di antaranya meminta Yani membukakan pintu. Tergopoh-gopoh, Yani pun membuka pintu rumahnya yang terbuat dari seng. Begitu pintu dibuka, delapan pemuda merangsek ke kamar Yani. Di lemari pakaian, mereka menemukan Wahid yang bersembunyi tanpa busana.

Para pemuda lantas mengikat kaki dan tangan Wahid. Agar lelaki itu tak kabur, seorang pemuda, Zulfahmi, 21 tahun, menjaganya. Sedangkan tujuh pemuda lain menyeret Yani ke kamar sebelah. Di situ, M. Lizar, 31 tahun, memberi komando. Dia meminta tiga temannya memeriksa alat vital Yani. Alasannya: memastikan apakah Yani dan Wahid sudah berhubungan intim atau belum.

Tapi yang mereka lakukan lebih dari itu. Setelah melucuti pakaian Yani, tiga di antara pemuda itu secara bergiliran memerkosa perempuan tersebut. Adapun empat lainnya tak tinggal diam. Mereka melakukan berbagai aksi pencabulan. Aksi bejat tersebut berlangsung hingga menjelang subuh. "Mereka memaksa saya, minta ini dan itu," kata Yani ketika dihubungi Tempo lewat telepon, Kamis pekan lalu.

Sewaktu azan subuh berkumandang, sebagian pemuda melapor ke Kepala Desa (Gampong) Lhok Banie, Tengku Nasser, bahwa mereka telah menggerebek pasangan berkhalwat alias berasyik-masyuk di tempat sunyi. Para pemuda itu tak menceritakan aksi mesum yang sudah mereka lakukan. Yang lebih keterlaluan, sebelum "melapor", mereka "memandikan" Wahid dan Yani dengan air comberan lebih dulu. "Saya menelepon polisi syariah, tapi tak langsung ke lokasi karena harus salat dulu," ujar Nasser.

Pagi itu Wahid dan Yani digelandang ke Kantor Dinas Syariah Islam Kota Langsa. Menurut Kepala Dinas Syariah Islam Ibrahim Latief, saat diperiksa, pasangan tersebut mengaku malam itu belum berhubungan intim. "Keburu digerebek," kata Ibrahim.

Namun yang membuat para pemeriksa terperanjat adalah saat Yani mengungkapkan nasib malang yang menimpanya: ia diperkosa rame-rame. "Kami terkejut. Karena kasusnya bukan khalwat saja, kami teruskan ke polres," ujar Ibrahim.

l l l

Penggerebekan atas pasangan yang diduga berbuat mesum memang bukan cerita baru dari Aceh. Sejumlah tetua gampong menyebutkan hal itu menjadi tradisi di hampir semua desa. Cara dan hukumannya saja yang berbeda. "Saya tak ingat kebiasaan itu mulai kapan. Sejak kecil, saya sering mendengar ada gerebek orang mesum," ucap Yahya, Keucik (Kepala Desa) Sungai Lung, Kota Langsa, kepada Tempo.

Hanya, penggerebekan biasanya melibatkan tokoh masyarakat atau aparat gampong. Pemuda tak berani beraksi sebelum mendapat restu para tokoh. Penggerebekan pun tak selalu diwarnai kekerasan fisik. Pasangan mesum biasanya dibawa ke surau, lalu "disidang" oleh aparat gampong dan disaksikan orang tua mereka. Bila belum bersuami-istri, pasangan itu biasanya langsung dinikahkan.

Ada juga gampong yang punya tradisi memandikan pasangan mesum. Air buat mandi biasanya diambil dari kulah—tempat penampungan air—di meunasah atau surau. Di gampong lain, ada yang menambah hukuman denda bagi pasangan mesum atau keluarganya. Dendanya beragam, dari sejumlah uang sampai kambing.

Setelah Aceh memberlakukan qanun (peraturan daerah) tentang syariat Islam—khususnya qanun tentang larangan berkhalwat—tradisi penggerebekan seperti mendapat pembenaran hukum. Pasal 8 Qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat menyebutkan semua warga wajib mengawasi agar tak terjadi perbuatan mesum di lingkungan gampong.

Untuk melibatkan penduduk desa dalam penegakan qanun, Dinas Syariah Langsa, misalnya, membentuk tim antimaksiat: Pageu Gampong. Tim "pagar kampung" itu dibentuk di 20 gampong dari 66 gampong di Langsa. Menurut Ibrahim, Pageu Gampong hanya bertugas memantau dan melaporkan pelanggaran qanun ke polisi syariah. Ibrahim menyatakan ia selalu mengingatkan Pageu Gampong agar tak main hakim sendiri.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh menilai pelibatan penduduk dalam penegakan qanun justru sering berujung pada kekerasan dan amuk massa. "Kami meminta pemerintah dan DPR Aceh merevisi pasal 'peran serta masyarakat' itu," kata Koordinator Kontras Aceh Destika Gilang Lestari.

Penggerebekan atau razia yang berujung pada kekerasan seksual seperti di Lhok Banie bukan yang pertama kali di Aceh. Pada Januari 2010, kejahatan seksual justru dilakukan tiga anggota polisi syariah (Wilayatul Hisbah) Kota Langsa. Waktu itu, pada siang hari, polisi syariah menangkap pasangan mahasiswa yang sedang berduaan di Jalan Lingkar PTPN I, Langsa. Mereka lantas dibawa ke Markas Satuan Polisi Pamong Praja/Wilayatul Hisbah Kota Langsa. Dengan alasan demi kepentingan pemeriksaan lanjutan, pasangan itu ditahan secara terpisah.

Lewat tengah malam, tahanan perempuan—sebut saja namanya Zainab—didatangi tiga polisi, M. Nazir, 25 tahun, Feri A. (24), dan Dedi S. (27). Mereka bergiliran memerkosa Zainab di ruang tahanan. Pada 15 Juli 2010, Pengadilan Negeri Langsa menghukum Nazir dan Feri delapan tahun penjara. Adapun Dedi hingga kini masih buron.

l l l

Hingga akhir pekan lalu, polisi baru menangkap tiga pemuda Desa Lhok Banie yang diduga memerkosa Yani. Mereka adalah M. Lizar, 31 tahun, Zulfahmi (21), dan Cicik Supeni (15). Setelah diperiksa, Zulfahmi dilepas karena dinilai tak terlibat dalam kejahatan tersebut.

Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Langsa Inspektur Dua Suherwan mengatakan polisi masih mencari lima pemuda lain yang buron. Mereka adalah Saiful, 25 tahun, Heru (24), Anggi (22), Eka Nugraha alias Botak (30), dan Muhajir alias Paak (21).

Menurut Suherwan, para tersangka bakal dijerat dengan Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pemerkosaan. Mereka terancam hukuman hingga 12 tahun penjara.

Tapi yang menghadapi ancaman hukuman bukan hanya mereka. Meski tak ditahan, Wahid dan Yani pun masih terancam dihukum. Menurut Qanun Khalwat, pasangan yang terbukti melakukan perbuatan mesum diancam hukuman ('uqubat ta'zir) maksimal sembilan kali cambuk dan denda Rp 10 juta. Yani terancam hukuman tersebut.

Ancaman cambuk bagi Yani inilah yang kontan memicu kontroversi. Sejumlah aktivis hak asasi manusia dan perempuan menyesalkan hukuman yang bakal ditimpakan kepada Yani tersebut. Soal ancaman hukuman buat Yani, Kepala Dinas Ibrahim Latief belakangan menolak berpolemik. "Saya belum bisa mengatakan dicambuk atau tidak, yang pasti sekarang sedang ditangani penyidik," ujarnya.

Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh meminta polisi mengutamakan pengusutan kasus pemerkosaan terhadap Yani. "Penegakan hukuman pidana bagi para pelaku harus didahulukan," ucap Zulfikar, Koordinator LBH Banda Aceh Pos Lhokseu­mawe. Adapun korban, kata dia, semestinya harus dilindungi dan kondisinya dipulihkan, baik fisik maupun psikis.

Imran MA (Langsa)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus