Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sulitnya menuntut poligami

Abdulrahim nasution, luput dari tuduhan poligami di pengadilan negeri lhokseumawe. padahal ia sudah dikaruniai seorang putri dari istri mudanya. hukum poligami masih simpang-siur.

19 Januari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK gampang ternyata "menjaring" lelaki yang "doyan" kawin. Buktinya, seorang pegawai pajak di Aceh Utara, Abdulrahim Nasution, 41 tahun, belum lama ini luput dari tuduhan poligami di Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Padahal, selain sempat ditahan 17 hari dalam kasus itu, Abdulrahim sudah dikaruniai seorang putri dari istri mudanya. Berbeda dengan kasus-kasus poligami lainnya, yang sama-sama dikenai pasal 279 KUHP, keputusan hakim yang mengadili Abdulrahim itu cukup mengejutkan. Menurut majelis hakim yang diketuai Pangeran Siregar tersebut, setelah merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Februari 1977, pasal 279 itu berlaku hanya kepada mereka yang tetap saja melakukan poligami, kendati pengadilan tak mengizinkannya. Dalam kasus Abdulrahim, kata majelis, terdakwa tak terbukti pernah mengajukan permohonan poligami ke pengadilan. Padahal, dalam kasus poligami yang menyangkut Daeng Syahroem Mambang dan kasus M. Yacob, misalnya, mereka pun sama-sama tak pernah mengajukan permohonan poligami ke pengadilan negeri, sebelum berbini baru. Toh masing-masing dihukum 2 bulan dan 6 bulan penjara (TEMPO, April 1990). Menurut majelis hakim, mestinya bukan pasal 279 KUHP yang dibidikkan jaksa terhadap Abdulrahim. Tapi, kata Hakim Pangeran Siregar, pasal 284 KUHP (perzinaan). Sayangnya, Jaksa Badrani Rasyid tak melapisi dakwaan dengan pasal 284 KUHP. Buat Abdulrahim sendiri, kendati sementara bisa bernapas lega, kasus itu telanjur "memperburuk" perjalanan kariernya. Ia, yang semula Kepala Kantor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Bireun, Aceh Utara, terpaksa turun "takhta" menjadi pegawai biasa di Kantor PBB Lhokseumawe -- kini ia di Kantor PBB Medan. Ceritanya, sewaktu menjabat Kepala Kantor PBB Bireun itulah, hubungan Abdulrahim dengan calon istri mudanya, Mawarni, 25 tahun, semakin intim. Semula, Mawarni adalah sekretaris Abdulrahim di Kantor PBB Sabang. Namun, begitulah jika cinta sudah melekat. Dengan alasan berobat, Mawarni pun menyusul pindah kerja ke Bireun. Pada Februari 1988, pasangan itu akhirnya menikah di hadapan Kadi Tengku Idris Balegiri. Belakangan, pada Desember lalu, Mawarni melahirkan bayi putri, buah perkawinannya dengan Abdulrahim. Toh aral tetap ada. Pada 30 September 1988, istri pertama Abdulrahim, Azizah, yang sudah memberikan empat anak kepada sang suami, mengadukan kasus itu ke polisi. Akibatnya, Abdulrahim sempat ditahan 17 hari, sementara Mawarni tak ditahan. Di persidangan, Abdulrahim dan Mawarni membantah tuduhan jaksa. Bahkan mereka mengaku tak pernah melakukan pernikahan tersebut. Tengku Idris pun menyangkal pernah mengawinkan mereka. Ternyata, pada 15 Desember 1990, ketua majelis hakim Pangeran Siregar, walaupun tahu terdakwa sudah beristri baru, berhasil mematahkan tuduhan jaksa. Tinggallah jaksa "gigit jari" karena menganggap pengadilan tak memberitahukan soal kekeliruan itu sejak awal persidangan. Ya apa mau dikata. "Majelis hakimnya baru sekarang tahu ada SEMA Februari 1977 itu," kata seorang hakim di situ kepada Irwan E. Siregar dari TEMPO. Kasus serupa, yang juga menggambarkan masih simpang-siurnya praktek hukum poligami, pernah pula terjadi di Banjarmasin. Pada April 1990, Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan membebaskan Dokter Ferry Dharmawan dari tuduhan poligami. Padahal, Pengadilan Negeri Banjarmasin sebelumnya menghukum Ferry 1 tahun 4 bulan penjara. Bahkan hingga kini ia sudah tinggal bersama istri mudanya dan dua anak mereka. Toh pengadilan banding, selain tak menganggap Ferry berpoligami, juga menilainya tak terbukti berzina. Ia, kata hakim banding, cuma kumpul kebo, yang tentu saja tak ada pasal pidananya. Walhasil lagi, secara hukum tak mudah membuktikan seorang lelaki berpoligami.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus