Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kejaksaan Agung mengantongi identitas pria yang mengembalikan uang Rp 27 miliar dalam korupsi BTS.
Pria tersebut diduga pengusaha dan aktif di organisasi olahraga.
Perencanaan suap ditengarai dibahas di salah satu kantor di Jalan Praja Dalam D, Jakarta Selatan.
SEORANG pria menyambangi kantor firma hukum Maqdir Ismail and Partners di Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa pagi, 4 Juli lalu. Ia hendak menemui Maqdir untuk menyerahkan uang US$ 1,8 juta atau setara dengan Rp 27 miliar. Uang yang dikemas dalam 18 kantong plastik itu ditengarai berkaitan dengan penyelesaian skandal korupsi menara pemancar atau base transceiver station (BTS) 4G yang sedang ditangani Kejaksaan Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria itu berinisial S. Pada waktu itu Maqdir tak berada di kantor. Ia sedang menyiapkan strategi pembelaan untuk menghadapi dakwaan jaksa terhadap kliennya, Irwan Hermawan, yang akan dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Karena kesibukan itulah ia meminta pengacara Irwan yang lain, Handika Honggowongso, menyambut kedatangan pria tersebut. “Uang itu diterima langsung oleh kolega saya,” ujar Maqdir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Irwan adalah satu dari delapan terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan menara pemancar atau BTS 4G. Ia dituduh ikut merekayasa anggaran proyek dan menebar fulus kepada sejumlah pejabat.
Ia diduga merancang skenario itu bersama Anang Achmad Latif, mantan Direktur Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi, dan Direktur Utama PT Mora Telekomunikasi Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak.
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Gerard Plate, disinyalir terlibat lantaran memberi arahan dan menerima suap. Empat nama lain yang juga menjadi tersangka adalah Yohan Suryanto selaku Direktur Human Development Universitas Indonesia, Mukti Ali sebagai Direktur PT Huawei Tech Investment, Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, dan Muhammad Yusrizki Muliawan yang tercatat sebagai Direktur PT Basis Utama Prima.
Jaksa menilai para tersangka merugikan keuangan negara hingga Rp 8,03 triliun. Sebanyak Rp 243 miliar di antaranya diketahui mengalir kepada sejumlah pejabat Kementerian Komunikasi. Sejumlah Rp 119 miliar ditengarai mengalir ke berbagai pihak dengan harapan Kejaksaan Agung menyetop penyelidikan korupsi BTS. Dari keterangan Irwan dan Windi, fulus mengalir ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat, badan audit negara, dan sejumlah makelar perkara.
Irwan dan Windi blakblakan mengungkap peran sejumlah orang yang disebut menerima aliran uang untuk menutupi jejak kasus ini. Namun kesaksian yang mereka ungkap saat proses penyidikan itu tak tercantum dalam berkas dakwaan. Jaksa justru mendalilkan bahwa pertanggungjawaban atas penarikan uang itu berhenti pada Irwan. Selain Irwan, Johnny, Galumbang, serta Yohan, Mukti Ali dan Anang sudah menjadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada akhir Juni lalu.
Baca: Penjelasan Pengacara Irwan Hermawan dalam Korupsi BTS 4G
Dalam berkas kesaksian tertanggal 15 Mei dan 14 Juni lalu, Irwan mengklaim diminta menyerahkan uang kepada sejumlah orang yang disebut memiliki koneksi dengan petinggi dan penyidik Kejaksaan Agung. Ia mengungkap nama mereka di antaranya pengusaha tambang nikel Windu Aji Sutanto dan Setyo Joko Santosa, Edward Hutahaean, Erry Sugiharto, serta Dito Ariotedjo. Uang itu digelontorkan secara bertahap sejak pertengahan hingga akhir 2022.
Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo tiba di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, 3 Juli 2023. Tempo/Subekti.
Uang yang mengalir ke Windu dan Setyo mencapai Rp 75 miliar. Sebanyak Rp 15 miliar diserahkan lewat Edward, Rp 10 miliar lewat Erry, dan Rp 27 miliar melalui Dito. Sejak 3 April lalu, Dito yang bernama asli Ario Bimo Nandito Ariotedjo itu menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga. Ketika penyerahan uang, Dito masih bertugas sebagai staf ahli Menteri Koordinator Perekonomian.
Ketika skandal ini merebak, jaksa langsung bergerak cepat melayangkan surat undangan permintaan klarifikasi kepada Dito. Seseorang yang mengetahui detail perkara ini mengatakan Dito menerima uang Rp 27 miliar dalam dua kali pengiriman di rumahnya di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan. Duit tersebut diserahkan dalam pecahan US$ 100.
Kiriman pertama dikemas dalam koper berisi US$ 500 ribu. Lalu sisanya dikirim dalam dua koper besar. Pada pengiriman pertama, seorang kurir yang membawa uang tersebut. Pengiriman kedua dan ketiga dilakukan secara langsung oleh Irwan Hermawan.
Kejaksaan sudah memeriksa Menteri Dito pada Senin, 3 Juli lalu. Ia mengaku sudah menjelaskan semuanya kepada penyidik tentang duit Rp 27 miliar tersebut. Dito berharap penyidik bisa menindaklanjuti keterangannya dan menelusuri kabar penerimaan uang itu. “Saya berharap keterangan ini bisa membersihkan nama saya sekaligus menjaga kepercayaan Presiden Joko Widodo,” ujarnya seusai menjalani pemeriksaan selama dua jam.
Maqdir Ismail menerima uang Rp 27 miliar persis sehari setelah Dito diperiksa. Tapi ia masih menyimpan rapat-rapat identitas asli pria berinisial S tersebut. Maqdir juga mengklaim tak mengetahui apakah orang tersebut utusan Dito. “Informasi yang kami terima, uang tersebut diserahkan untuk membantu Irwan menyelesaikan kewajibannya,” tutur Maqdir. “Sebelum ini, kami juga sudah menyerahkan Rp 8 miliar kepada kejaksaan untuk menutup kerugian negara.”
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi mengatakan penyidik tak bisa serta-merta menetapkan uang tersebut sebagai alat bukti kasus korupsi menara pemancar atau BTS 4G. Ia menganggap asal-usul uang harus diperjelas. Kalaupun berasal dari Dito, dia menambahkan, jaksa tetap harus membuktikan apakah uang tersebut berhubungan dengan kasus yang tengah diusut. “Itu dulu yang harus kami dudukkan,” ujarnya.
Untuk menelusuri sumber uang, tim jaksa menggeledah kantor Maqdir keesokan harinya. Jaksa menyalin rekaman kamera pengawas untuk mengidentifikasi sosok S. Belakangan, diketahui S adalah seorang pengusaha yang diduga berafiliasi dengan terdakwa Irwan. “Kami sudah melakukan pengecekan dengan menyambangi kantor yang bersangkutan di kawasan Kemang, Jakarta Selatan,” kata Kuntadi.
Seseorang yang mengetahui perkara ini mengatakan S adalah pengusaha dan pengurus organisasi olahraga nasional yang memiliki kongsi bisnis dengan salah seorang tersangka korupsi BTS, Yusrizki. S juga disebut berpartner dengan Muhammad Adamsyah Wahab alias Don Adam, kolega Yusrizki.
Baca: Peran Yusrizki dalam Kasus Korupsi BTS 4G
Kejaksaan Agung sudah menggeledah kantor Adam di Jalan Praja Dalam D, Jakarta Selatan, pada Selasa, 4 Juli lalu. Kantor itu ditengarai salah satu tempat transit uang suap sebelum diserahkan kepada para penerima. Lewat penjelasan tertulis, Adam membantah tudingan bahwa ia mengetahui aliran uang proyek BTS. Sementara itu, Kuntadi membenarkan kantor tersebut milik Adam. “Itu memang kantornya,” ucap Kuntadi.
Para terdakwa, dari kiri, Anang Achmad Latif, Johnny G Plate, dan Yohan Suryanto menjalani sidang dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan menara BTS 4G Bakti Kominfo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 11 Juli 2023. Tempo/Hilman Fathurrahman W
Para pelaku diduga merancang aliran uang di kantor Jalan Praja Dalam. Uang berasal dari setoran sejumlah perusahaan subkontraktor proyek menara. Uang yang terkumpul berbentuk pecahan dolar Amerika Serikat dan Singapura.
Penyetoran diduga kerap berlangsung tiap pekan meski terkadang dua kali sebulan. Uang tersebut lalu dialihkan ke sejumlah portofolio investasi seperti pasar saham. Untuk mengaburkan transaksi, rekeningnya ditengarai menggunakan nama orang lain.
Cara lainnya, uang tersebut dikelola menggunakan rekening milik pria berinisial EP, warga Jalan Mampang Prapatan IV, Jakarta Selatan. Saat Yusrizki ditahan, rekening itu diduga masih menerima pengiriman sejumlah uang. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Ivan Yustiavandana mengaku telah memantau pergerakan uang tersebut. “Semua pasti kami dalami,” katanya.
Peran kantor di Jalan Praja Dalam D juga tertuang dalam berkas pemeriksaan Windi Purnama pada 31 Mei lalu. Di halaman 10 berkas kesaksian itu, ia mengaku pernah disuruh Irwan mengambil uang di Jalan Praja Dalam D. Seorang pria menjamunya di lantai dua kantor tersebut lalu menyerahkan uang dalam bungkusan plastik.
Kuasa hukum Windi, Rizky Khairullah, tak menampik pengakuan itu. “Memang ada pengambilan di tempat itu,” ujarnya.
Windi adalah orang kepercayaan Irwan yang kerap dilibatkan untuk menjemput dan menyerahkan uang. Dalam berkas, Irwan mengatakan perintah penyerahan uang datang dari Anang Latif dan Galumbang Simanjuntak.
Sumber uang itu adalah sejumlah individu dan perusahaan yang menggarap proyek BTS 4G. Jumlah yang cukup besar berasal dari Yusrizki dan Jemy Sutjiawan yang masing-masing senilai Rp 60 miliar dan Rp 57 miliar. Tempo sudah mengirimkan surat permintaan wawancara ke kantor Jemy di Setiabudi, Jakarta Selatan, tapi tak kunjung berbalas.
Penerima setoran paling besar yang tercatat adalah Windu Aji Sutanto dan Setyo Joko Santosa. Keduanya disebut menerima uang Rp 75 miliar. Irwan mengklaim uang itu diserahkan ke rumah kediaman Windu di kompleks Patraland, Kuningan, Jakarta Selatan, dalam tiga kali pengiriman. Windu adalah pengusaha tambang dan telekomunikasi yang disebut-sebut memiliki koneksi dengan petinggi lembaga penegak hukum.
Irwan menyetorkan uang setelah Anang Latif dan Galumbang Simanjuntak bertemu dengan Windu di Patraland. Dalam pertemuan itu, Windu memamerkan koneksinya dengan menelepon seorang jenderal bintang dua yang tengah berdinas di salah satu instansi penegak hukum. Di depan Anang dan Galumbang, Windu mengajak sang jenderal minum kopi di rumahnya.
Tak sampai hitungan jam, jenderal itu tiba di rumah Windu. Pertemuan itu makin meyakinkan Anang dan Galumbang bahwa Windu bisa membantu menyelesaikan perkara proyek menara.
Tempo mengirimkan surat permohonan wawancara ke rumah Windu pada Kamis, 13 Juli lalu. Surat itu tak kunjung berbalas. Surat itu juga dikirim ke nomor WhatsApp miliknya. Windu juga tak berada di rumah saat didatangi keesokan hari. Seorang penjaga rumah Windu yang mengaku bernama Andi mengatakan Kejaksaan Agung juga sudah melayangkan surat undangan pemeriksaan ke rumah itu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan penyidik memerlukan keterangan dari semua pihak yang ditengarai mengetahui peristiwa korupsi BTS. Sebelum ini, dia menerangkan, jaksa juga sudah meminta keterangan Edward Hutahaean dan Erry Sugiharto. Keduanya sudah menjalani pemeriksaan pada awal Juli lalu.
Ketika dimintai konfirmasi lewat sambungan telepon, Erry dan Edward tak memberi tanggapan. Sebelumnya, lewat keterangan tertulis, Erry membantah kabar keterlibatannya dalam pengurusan perkara korupsi BTS. “Saya siap memenuhi panggilan kejaksaan,” tulisnya.
Ketut menuturkan, penyidik belum menemukan petunjuk ihwal perintangan penyidikan oleh orang-orang yang dimaksud dalam kesaksian Irwan ataupun Windi. Sejauh ini, dia mengimbuhkan, jaksa belum menerima pengganti kerugian di luar uang yang sudah diserahkan Maqdir. “Selain Rp 27 miliar yang kemarin, belum ada lagi,” tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Fajar Pebrianto dan Ihsan Reliubun berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Plastik Fulus Pria Misterius"