Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Taufik Basari, tak membantah cerita Surya Anta Ginting terkait kondisi Rutan Salemba, Jakarta Pusat. Taufik mengatakan hasil pemantauan Komisi Hukum juga menemukan kondisi serupa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ya seperti itulah gambaran di rutan dan lapas. Overkapasitas, adanya kelompok-kelompok jagoan yang punya lapak di dalam, transaksional antarnapi, fasilitas terbatas," kata Taufik kepada Tempo, Senin, 13 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Taufik mengatakan Kementerian Hukum dan HAM sebenarnya telah merumuskan program pembinaan dengan baik. Ia menyebut sebagian besar program pembinaan juga berjalan. Namun overkapasitas masih menjadi kendala terbesar sehingga pembinaan tidak optimal.
"Itulah keadaannya, memprihatinkan dan perlu dibenahi," kata mantan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ini.
Menurut Taufik, overkapasitas terjadi karena beberapa faktor. Pertama, belum adanya alternatif hukuman di luar pidana penjara yang memadai, seperti pidana kerja sosial. Di sisi lain, alternatif yang sudah ada seperti rehabilitasi terhadap pengguna narkoba pun belum sepenuhnya dijalankan secara konsisten.
Kedua, Taufik menilai semangat penegakan hukum di Indonesia masih kental semangat kriminalisasi. Ia mengatakan semestinya pendekatan penegakan hukum sudah berubah menjadi restorative justice yang titik beratnya pada pemulihan.
Taufik menyebut penegak hukum dan masyarakat masih memiliki kultur yang senang menghukum. Akibatnya, kata dia, kasus-kasus konflik antarpersonal pun diarahkan pada penyelesaian pidana, begitu juga kasus kecil. "Pengguna yang semestinya direhabilitasi masih saja dianggap bukan sebagai korban, melainkan sebagai pelaku yang harus dipenjara," kata politikus NasDem ini.
Ketiga, Taufik mengatakan publik masih kerap memprotes ketika pemerintah atau Kemenkumham ingin menjalankan konsep pemasyarakatan yang benar. Misalnya ketika pemerintah ingin merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Taufik menilai PP itu diskriminatif. Namun, kata dia, publik kerap memprotes wacana atau usulan merevisi PP itu karena tak memahami konsepnya. Taufik pun menyinggung cerita Surya Anta yang batal mendapat asimilasi karena terbentur PP 99 Tahun 2012. "Ketika mempermasalahkan PP 99 langsung dituduh pro koruptor padahal di PP itu juga menyangkut napi narkotika dan napi makar serta terorisme," ujar Taufik.
Keempat, ia menyebut lebih dari 50 persen penyebab overkapasitas adalah napi narkotika. Masih banyak pengguna yang terus saja dimasukkan ke lapas, bukan direhabilitasi. Di sisi lain, napi narkotika tak bisa mendapatkan hak berupa pembebasan bersyarat, asimilasi, dan cuti bersyarat karena terkendala PP Nomor 99 Tahun 2012.
Juru bicara Front Rakyat Indonesia for West Papua Surya Anta Ginting menceritakan kondisi overkapasitas Rutan Salemba tempatnya pernah ditahan. Cerita ini dia sampaikan melalui utas di akun Twitternya, @SuryaAnta pada Ahad malam, 12 Juli 2020.
"Dulu saya pernah ikut diskusi overkapasitas penjara. Selama di (Rutan) Salemba saya baru sadar apa itu overkapasitas penjara," tulis Surya Anta. Dihubungi Tempo pada Ahad malam, ia memperbolehkan cerita itu dikutip.
BUDIARTI UTAMI PUTRI