SEORANG gadis cantik mati, lalu menjadi teka-teki. Bunuh diri? Dibunuh? Adalah pasangan Andreas alias Yangyang dengan Lucy, sedianya akan menikah di Catatan Sipil di Tasikmalaya, Jawa Barat, pekan ini. Tuhan menentukan lain. Lucy, 21, bekas mahasiswi Akademi Manajemen Perusahaan (Yogyakarta) yang supel, sopan, dan ramah, keburu tewas. Yangyang, yang sudah memacari Lucy sejak dua tahun lalu, mengatakan korban tewas akibat gantung diri. Tapi visum, dan pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP), membuktikan lain. "Berdasar alat bukti yang ada, kami yakin korban tewas akibat pembunuhan," ujar Letkol Parman S., Kapolres Tasikmalaya, kepada TEMPO. Antara lain soal bekas luka melingkar di leher korban, yang lebarnya hanya 0,5 cm. Padahal, tali plastik warna biru -- yang biasa digunakan mengepak kotak karton -- lebarnya 1,5 cm, atau tiga kali lipat. Dari visum yang dibuat dokter RS Hasan Sadikin Bandung, bisa pula diketahui bahwa penyebab kematian adalah: akibat tekanan benda tumpul di bagian belakang leher yang menekan sampai tenggorokan. Dijumpai pula, menurut Letkol Parman, bekas jambakan rambut di kepala korban bagian belakang. Jadi, kira-kira, "Leher korban di jerat tali yang lebih kecil, sambil belakang kepalanya didorong ke depan." Jumat, 18 Juli 1986, adalah hari terakhir bagi Lucy. Hari itu, ia pamit kepada kedua orangtuanya untuk pergi ke toko kelontong Niaga Jaya milik Yangyang, di Jalan Pasir Kidul. Pada pukul 11.00, kabarnya banyak yang melihat Lucy masih bercakap-cakap dan tertawa riang dengan beberapa pedagang di pasar. Tapi, satu setengah jam kemudian, atau sekitar pukul 12.30, ketika umat Islam masih Jumatan, Sutikno Chandra dan istrinya, Hartani -- orangtua Lucy -- kaget. Yangyang tiba-tiba muncul naik becak. Ia membopong Lucy yang sudah lunglai dan dari hidungnya keluar darah. "Mamah, Lucy bunuh diri," begitu kata Yangyang kepada Hartani, sambil berurai air mata. Orangtua Lucy tak percaya bahwa anaknya sudah tak bernyawa. Mereka menganggap Lucy hanya sakit gigi karena mulutnya terkatup rapat, dan dari hidungnya keluar darah. Tapi itu hanya sejenak, karena Lucy memang sudah mati. Buru-buru ia dibawa ke RS Umum Tasikmalaya. Dan karena kematiannya mencurigakan, polisi dikontak, dan mayat Lucy pun dibawa ke RS Hasan Sadikin, Bandung, untuk diotopsi. Ketika itu, Ye Ing, ibu Yangyang, konon, menyatakan keberatan. "Buat apa diotopsi, cuma memperpanjang persoalan. Toh Lucy sudah meninggal," begitu kata Ye Ing. Keberatan ini, sedikit banyak, memang menambah kecurigaan pihak keluarga Lucy. Apalagi, sejak Lucy berhubungan dengan Yangyang, kedua kakak Yangyang sepertinya tak senang. Soalnya, kedua kakaknya itu satu pria dan satunya wanita -- belum berkeluarga. Keduanya, konon, keberatan dilangkahi. Akan halnya Yangyang sendiri, tampaknya, betul-betul mencintai Lucy. Begitu sebaliknya. Itu sebabnya Lucy menurut saja sewaktu Yangyang memintanya berhenti kuliah di Yogyakarta dan kembali ke Tasikmalaya. Sebab, Yangyang pun pada 1982 berhenti kuliah dari FH Universitas Katolik Parahiyangan, Bandung. Bukan karena dipengaruhi Lucy -- waktu itu mereka 'kan belum pacaran -- melainkan karena dia mengalami kecelakaan. Ia tabrakan dan wajahnya sempat dioperasi plastik. Keluar dari rumah sakit, ia memilih pulang ke Tasik untuk membuka toko. "Yangyang dan Lucy itu boleh dibilang sudah sehidup semati. Mereka selalu rukun, tak pernah cekcok," tutur seorang kakak Lucy. Ia memang agak kurang yakin, Yangyanglah yang menghabisi Lucy. Tapi dia yakin betul bahwa Lucy mati dibunuh, entah oleh tangan siapa. Ada keterangan yang terasa tidak klop. Yangyang, dan ibunya, menyatakan bahwa korban ditemukan tergantung di pinggir lemari, di ruang dalam toko Niaga Jaya. Korban segera diturunkan dan langsung dibawa naik becak ke rumahnya. Tapi, Harun, karyawan toko yang terletak bersebelahan dengan toko Niaga Jaya, mengatakan korban tidak tergantung, melainkan tergeletak di lantai. Waktu itu, ia kebetulan masuk ke ruang dalam toko Niaga, yang cukup gelap karena tak berventilasi, dan segera berteriak, "Anjing, ada anjing." Teriakan ini terdengar oleh Nyonya Ai, istri Ketua RW, yang rumahnya persis di belakang deretan toko. Saat diadakan pemeriksaan lebih jauh, Harun melihat bahwa yang disangkanya anjing, ternyata, kepala Lucy yang terbujur di lantai. Setelah itu, barulah orang ramai, dan Lucy dibawa pergi. Sayangnya, Harun kini tak mau bicara banyak. "Saya tak akan memberi keterangan apa pun, selain kepada polisi, mengenai kematian Lucy," katanya saat ditemui. Yang kurang jelas, bisa jadi Harun melihat mayat Lucy setelah diturunkan oleh seseorang. Siapa tahu. Sementara Ye Ing sendiri bertahan pada keterangannya mula-mula. Dia tetap berkeras bahwa Lucy meninggal akibat gantung diri. Dia juga menolak anggapan, seolah kedua kakak Yangyang keberatan si bungsu itu menikah lebih dulu. "Tak ada itu. Semua rela, kok, Yangyang kawin lebih dulu. Yah, siapa dapat jodoh duluan saja," katanya. Kata Yangyang? "Saya tidak membunuh Lucy. Saya sangat mencintainya. Tapi saya memang lalai, dan saya bersedia menerima hukuman apa pun," katanya. Ia tak menjelaskan apa yang dimaksudkannya dengan "lalai". Dan lalai atau tidak, Yangyang telah ditahan polisi kira-kira sebulan setelah kejadian. Tepatnya setelah ada visum dokter, yang menyatakan bahwa kematian korban bukan akibat gantung diri. Perkara ini, tampaknya, bakal ramai juga setibanya di pengadilan kelak. Ini sebuah kasus yang cukup menarik, hingga Bob P. Nainggolan, Ketua Ikadin Jawa Barat, beserta lima pengacara lain tertarik untuk mendampingi Yangyang. "Lebih cepat diajukan ke pengadilan lebih baik, supaya jelas bagaimana persoalannya," kata Bob. "Kalau tersangka tak bersalah, 'kan kasihan dia harus ditahan terlalu lama." Widi Yarmanto, Laporan Hasan Syukur (Biro Jawa Barat)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini