Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELEMBAR surat berkop Komisi Pengawas Persaingan Usaha dilayangkan ke Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, dua pekan lalu. Isinya bukan pengaduan, melainkan memohon penetapan. Komisi ini tengah menghadapi gugatan atas putusan yang dikeluarkannya. ”Kami meminta MA menunjuk satu pengadilan yang akan mengadili gugatan mereka,” kata Muhammad Iqbal, seorang anggota KPPU.
Komisi Pengawas menuai gugatan setelah mengeluarkan putusan tentang proyek pembangunan jembatan dan jalan di Riau senilai Rp 1,7 triliun. Putusan pada akhir September lalu ini dikeluarkan oleh majelis komisi yang beranggotakan Muhammad Iqbal, Syamsul Maarif, dan Erwin Sayhril.
Dalam putusan dinyatakan enam perusahaan kontraktor pelat merah dan rekanannya terbukti melakukan praktek persekongkolan tender. Mereka adalah PT Waskita Karya, PT Hutama Karya, PT Wijaya Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Adhi Karya, PT Istaka Karya. Adapun kontraktor yang diajak bekerja sama adalah PT Harap Panjang, PT Modern Widya Technical, PT Anisa Putri Ragil, dan PT Duta Graha Indah.
Sanksi pun telah dijatuhkan. Ada perusahaan yang mendapat denda miliaran rupiah, diperintahkan menghentikan pekerjaan, ada juga yang dilarang mengikuti tender ulang proyek. Majelis komisi juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi turun tangan untuk memeriksa Panitia Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Riau. Tak hanya ketuanya, S.F. Hariyanto, yang perlu diusut, tapi juga anggota panitia dan atasan Hariyanto.
Menghadapi putusan itu, sejumlah perusahaan langsung melancarkan protes. Salah satunya PT Hutama Karya. ”Tidak ada persekongkolan. Alasan KPPU sangat sumir,” ujar Nur Wahyudi, juru bicara perusahaan ini. Itu sebabnya mereka mengajukan gugatan yang didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 31 Oktober lalu. Mereka meminta pengadilan membatalkan putusan KPPU.
Wahyudi mengakui, persentase penawaran harga keenam BUMN peserta tender mendekati owner estimate (harga perkiraan sendiri) yang ditetapkan panitia tender. Hanya, hal ini tidak bisa dijadikan alasan KPPU menyatakan ada persekongkolan tender. ”Memang kalau jauh dari OE tidak bakal ada persekongkolan?” kata Wahyudi.
Hanya, proyek itu memang sarat kejanggalan. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPRD Riau sampai membuat investigasi khusus. Begitu pula LSM Riau Mandiri. Apalagi proyek ini digolkan cepat sekali di DPRD. Pada 25 Agustus 2004 diusulkan ke anggota Dewan, lima hari kemudian sudah disetujui.
Keanehan lain dicatat oleh Mukti Sanjaya, anggota DPRD dari Fraksi PKS. Ternyata proyek pembangunan jalan itu tanpa melalui prosedur baku. Pelaksanaannya hanya berdasarkan persetujuan DPRD dan Pemerintah Provinsi Riau. ”Mestinya harus dituangkan dalam peraturan daerah,” ujarnya.
Di lapangan, Fraksi PKS juga menemukan banyak keganjilan. Misalnya saja, proyek itu bukannya membuka jalan baru, melainkan hanya mengeraskan atau menimbun jalan-jalan yang sudah ada. Temuan lain, ada jalan yang mestinya dibangun sepanjang 65 kilometer, tapi hanya 35 kilometer yang dikerjakan. ”Dan di berita acara dinyatakan selesai,” ujar Mukti.
LSM Riau Mandiri juga mencium hal serupa. ”Penggelembungan dana yang luar biasa terjadi di hampir semua ruas jalan dan jembatan dalam item proyek,” kata Ribut Susanto, Direktur Eksekutif Riau Mandiri. Lembaga ini menemukan pula adanya aliran dana proyek masuk ke kantong orang-orang yang tak berhubungan dengan proyek. Semua temuan itu telah diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sejatinya proyek yang didanai anggaran pembangunan Provinsi Riau itu bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan jalan dan jembatan di daerah-daerah terpencil akan memecahkan isolasi di Bumi Lancang Kuning itu. Begitulah penjelasan Gubernur Riau Rusli Zainal. Itu sebabnya dia menilai berbagai protes yang muncul hanya bertujuan mendiskreditkan pemerintahannya.
Rusli Zainal pun membantah adanya persekongkolan tender seperti dinyatakan oleh KPPU. ”Itu dipolitisir,” kata Rusli, yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Riau.
Lain lagi pendapat A.B. Purba dari Fraksi PDIP di DPRD Riau. Dia justru melihat sisi lain dari pembangunan jalan dan jembatan. ”Jalan itu cenderung hanya menguntungkan sejumlah perusahaan kehutanan dan perkebunan kelapa sawit,” ujarnya. Padahal proyek ini telah menyedot triliunan anggaran daerah. ”Ini yang saya pikir tidak dibahas,” kata Purba menyesalkan.
Maria Hasugian, Jurpernalis Samosir (Pekanbaru)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo