Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Muhammad Iqbal: Bantahan itu Tidak Masuk Akal

12 Desember 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha mengenai proyek pembangunan jalan di Riau menuai gugatan. Sejumlah kontraktor membantah putusan yang menyebut mereka bersekongkol agar menang tender. Reaksi seperti itu sudah diduga oleh Muhammad Iqbal, anggota KPPU yang menangani kasus ini. ”Hak mereka untuk berkeberatan,” ujarnya kepada Maria Hasugian dari Tempo, Selasa pekan lalu. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana KPPU bisa menemukan persekongkolan tender dalam proyek itu?

Kasus ini bermula dari informasi yang kami terima dari media massa. Dalam tender proyek di Riau diduga terjadi kesalahan prosedur, tidak terbuka, dan ada dugaan korupsi. Kami juga menerima tembusan surat dari beberapa pengusaha yang menyanggah pengumuman hasil prakualifikasi panitia. Lalu, kami membentuk tim monitoring KPPU yang melakukan penyelidikan ke lapangan.

Kapan tim monitoring dibentuk?

Tim monitoring dibentuk pada akhir November 2004.

Apa saja temuan tim monitoring?

Di lapangan, kami menemukan banyak keanehan dan memperoleh data mengenai proyek ini. Para terlapor, semua kontraktor, diperiksa termasuk panitia tender. Karena ada dugaan kuat terjadi pelanggaran, lalu dibentuk tim pemeriksa dengan masa kerja 60 hari. Majelis pemeriksaan lanjutan yang kemudian memutuskan mereka bersalah.

Namun para kontraktor itu tidak mengakui temuan KPPU.

Ya, mereka bantah. Seharusnya makin pintar, mereka seharusnya makin efisien dan bukannya menawar di atas owner estimate (perkiraan yang dibuat panitia tender). Bantahan itu tidak masuk akal. Mereka kok bisa melakukan di bawah owner estimate untuk proyek-proyek serupa di luar Riau.

Mengapa KPPU melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi?

Dalam pemeriksaan kami ada dugaan korupsi. Indikasinya hampir 95 persen penawaran mereka di atas owner estimate. Dari penyelidikan lapangan ditemukan juga dokumen yang tidak langsung berhubungan dengan pejabat dalam rangka memutuskan proyek ini. Itu sebabnya, setelah KPPU memutus perkara, pada pertengahan September kami laporkan ke Komisi Pemberantas Korupsi.

Menurut perkiraan KPPU, berapa besar kerugian negara?

Estimasi KPPU kerugian negara bisa 20-30 persen dari total nilai proyek Rp 1,7 triliun. Tapi, detailnya kami serahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Apakah KPPU merekomendasikan siapa saja yang terlibat korupsi?

Kami tidak menyebut siapa saja yang diindikasikan terlibat korupsi. Semua diserahkan ke KPK.

Bagaimana kesiapan KPPU menghadapi perlawanan dari para kontraktor?

KPPU tetap mengikuti prosedur di pengadilan. Kami sudah minta ke Mahkamah Agung agar perkara ini disatukan di satu pengadilan karena gugatannya ada di beberapa pengadilan. Kami menunggu penetapan dari MA. Memang sudah dipanggil oleh majelis hakim dalam satu perkara. Tapi kami minta agar menunggu dulu penetapan MA.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus