Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DENGAN wajah tertunduk lesu, Rapsihil Kana duduk di sel berukuran enam meter persegi. Tatapan matanya kosong. Sudah tiga pekan lelaki 40 tahun ini menghuni ruang tahanan Kepolisian Resor Kota Bengkulu. Tiada meja yang bersih dan kursi yang empuk seperti di ruang kerjanya di gedung DPRD Bengkulu Utara. Ini gara-gara perbuatannya yang tak terpuji: diduga berbisnis kulit harimau sumatera, binatang yang selama ini dinaungi undang-undang.
Penangkapan anggota DPRD dari Fraksi Partai Golkar itu bermula dari laporan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu. Lembaga ini mengabarkan kepada polisi adanya jual-beli kulit harimau. Berdasarkan pengaduan itu, Polresta Bengkulu lalu membentuk tim untuk menangkap basah pelakunya.
Petugas mengintai Kana pada Selasa tiga pekan silam. Saat itu ia mengendarai mobil Kijang menuju lokasi wisata Pantai Panjang, sekitar 1,5 kilometer ke arah utara dari Bengkulu. Di sebuah restoran, ia duduk dengan gelisah, seperti menanti seseorang. Saat itulah polisi buru-buru menggerebeknya. Dari mobil yang dikendarainya, ditemukan sebuah kantong plastik hitam. Isinya selembar kulit harimau yang masih basah, berwarna kuning kecokelatan dengan garis hitam sepanjang satu meter lebih. Tak pelak, Kana langsung digelandang ke kantor polisi.
Di kepolisian, sang wakil rakyat diperiksa dengan serius. "Kami juga akan mendatangkan tenaga ahli dari Taman Nasional Kerinci Seblat untuk dimintai keterangan," ujar Ajun Komisaris Besar Muhamad Toha, Kepala Polresta Bengkulu. Polisi menjerat Kana dengan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Ancaman hukumannya 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 juta.
Kepala BKSDA Bengkulu, Agus Priambudi, mensyukuri penangkapan itu. Soalnya, selama ini, pelaku jual-beli hewan langka di Sumatera jarang tertangkap basah. Mereka selalu beroperasi dengan rapi tanpa tercium petugas. "Bagi kami, ini tangkapan besar," ujar Agus.
Dalam pemeriksaan polisi, Kana mengungkapkan bahwa pusat perdagangan gelap binatang langka berada di Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Di sanalah para penjual dan pembeli segala jenis bagian tubuh binatang langka ber- transaksi. Agus menduga banyak pejabat setempat menjadi pembeli. Katanya, "Setidaknya dari pengamatan kami ada 10 orang pejabat yang memiliki hiasan binatang langka yang dikeringkan."
Hanya, ketika diwawacarai TEMPO, Kana membantah dirinya mengetahui jaringan perdagangan hewan langka. Ia mengaku baru mencoba-coba bisnis tersebut. Kulit harimau yang masih basah itu, menurut Kana, didapat dari seseorang yang tak dikenalnya. "Saya membelinya seharga Rp 2,5 juta," katanya. Rencananya, kulit harimau tersebut akan dijual ke seorang bule seharga Rp 5 juta.
Diduga kulit harimau yang dibawa Kana berasal dari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Di sana memang masih terdapat populasi harimau sumatera yang hampir punah. Berdasarkan data yang dihimpun World Wildlife Fund (WWF), enam tahun lalu saja di kawasan taman nasional itu masih tersisa sekitar 500 ekor harimau sumatera. Tapi angka itu terus merosot tajam. Kini? Listya Kusumawardhani, Kepala Balai TNKS, mengungkapkan harimau sumatera yang ada di kawasan itu sekarang tinggal 100-150 ekor. "Ini akibat perburuan liar yang jumlahnya terus meningkat," katanya. Hewan langka lainnya seperti gajah, beruang, dan tapir bernasib sama. Gajah se- karang tinggal 300 ekor, padahal empat tahun silam masih sekitar 700 ekor.
Yang membuat sesak dada Listya, dari puluhan kasus yang terungkap, baru seorang pelaku yang dihukum. Dia adalah seorang pegawai, yang dihukum satu setengah tahun penjara, yang membawa kulit dan tengkorak harimau. Yang lain? Menurut Listya, selalu menguap di kepolisian atau kejaksaan.
Kali ini sungguh keterlaluan jika menguap lagi.
Juli Hantoro, Syaiful Bakhori (Bengkulu)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo