Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Teriakan Selamatkan Perempuan Warnai Praperadilan Kasus Pemerkosaan Santriwati

Tepuk tangan dan terikan bernada emosional 'selamatkan perempuan' mewarnai sidang putusan praperadilan kasus pemerkosaan dan pencabulan santriwati.

16 Desember 2021 | 23.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi Pemerkosaan. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Surabaya - Tepuk tangan dan terikan bernada emosional ‘selamatkan perempuan’ mewarnai sidang putusan praperadilan kasus pemerkosaan dan pencabulan terhadap santriwati di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis petang, 16 Desember 2021. Dalam amar putusannya, hakim tunggal Martin Ginting menolak gugatan praperadilan oleh M. Subchi Azal Tsani alias Mas Bechi, tersangka kasus pemerkosaan dan pencabulan.

Termohon dalam gugatan praperadilan tersebut ialah Kapolda Jawa Timur Cq. Direktur Reserse Kriminal Umum serta turut termohon Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Cq. Asisten Pidana Umum. Pemohon mempermasalahkan status tersangka yang ditetapkan oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Jombang sejak Oktober 2019.

Dalam perjalanannya, penanganan kasus kemudian dilimpahkan ke Polda Jawa Timur. Meski telah lebih dua tahun, proses hukum kasus itu jalan di tempat. “Gugatan pemohon kurang pihak, sehingga secara formil tidak dapat diterima,” kata hakim.

Putusan itu disambut suka cita oleh belasan tim pendamping korban yang tergabung dalam Aliansi Kota Santri Lawan Kekerasan Seksual. Sidang juga dipantau oleh perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kuasa hukum Subchi Azal Tsani, Setyo Busono, enggan mengomentari putusan hakim karena sudah final. “Tidak ada yang perlu dikomentari,” katanya singkat.

Kuasa hukum korban, Mohammad Sholeh, mengatakan setelah praperadilan tersangka ditolak hakim, ia mendesak jaksa segera menetapkan P21 agar kasus tersebut dapat dinaikkan ke pengadilan. Ia menilai bukti permulaan sudah cukup karena ada 11 saksi yang diperiksa, ada hasil visum dan keterangan ahli. “Penyidik kepolisian sudah bekerja cukup keras untuk membuktikan, ini tinggal di jaksanya saja,” kata dia.

Sholeh menilai permintaan jaksa agar korban melakukan visum lagi tidak masuk akal. Sebab, korban telah divisum dua kali. Sedangkan permintaan jaksa agar telepon genggam korban diserahkan untuk disita juga sulit dipenuhi lantaran sudah hilang. “Kami menolak permintaan visum lagi terhadap korban seperti yang diminta jaksa,” kata advokat dari LBH Surabaya itu.

Kasus bermula dari aduan sejumlah santriwati Pondok Shidiqiyah, Ploso, Jombang yang telah menjadi korban kekerasan seksual diduga oleh Subchi Azal Tsani. Dari lima korban pencabulan, hanya satu yang berani melapor ke Polres Jombang, yakni MNK. Adapun satu korban masih berusia 15 tahun saat peristiwa terjadi pada 2017.

Menurut pendamping korban, kekerasan seksual itu berlatar belakang relasi kuasa, mengingat pelaku adalah anak pemilik dan pengasuh pesantren tempat para korban mondok, serta pemilik pusat kesehatan yang sedang melakukan rekrutmen tenaga kesehatan. Ketika itu pusat kesehatan tersebut sedang mencari calon pelamar santri dan santriwati dari pondok setempat.

Pelaku memanfaatkan kepercayaan para korban serta kekuasaanya untuk melakukan pemerkosaan dan pencabulan. Demikian pula fakta pemerkosaan dan pencabulan dilakukan di bawah ancaman kekerasan, ancaman tak lolos seleksi, manipulasi adanya perkawinan dan penyalahgunaan kepatuhan terhadap gurunya.

Baca Juga: Mensos Risma Dukung Pelaku Pemerkosaan Santriwati di Bandung Dihukum Kebiri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini





Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus