Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP) Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah serta Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mengusulkan agar Polri mencekal Kepala Desa atau Kades Kohod Arsin bin Asip atas dugaan pemalsuan girik bidang tanah di sekitar pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten.
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah Gufroni mengatakan rekomendasi pencekalan Kades Kohod tersebut berdasarkan keterlibatannya yang sudah terang benderang.
Dia menuturkan menilai pemalsuan surat girik bidang pagar laut di Tangerang yang diduga dilakukan Kades Kohod termasuk indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU). “Maka saya sudah sampaikan ke penyidik Bareskrim Polri untuk menetapkan dia tersangka,” kata dia saat dikonfirmasi di Tangerang pada Senin, 3 Februari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Gufroni mengatakan, bila pihak aparat penegak hukum (APH) tidak segera mencekal Kades Kohod, dikhawatirkan Arsin bisa menghilangkan barang bukti dan melarikan diri. “Jadi soal cekal itu sudah menjadi bagian dari upaya paksa kepolisian agar Arsin tidak bepergian ke luar negeri,” ujarnya.
Dia juga mengatakan, hingga saat ini, aparat penegak hukum dari Bareskrim Polri masih menyelidiki kasus it. “Jangan sampai orang-orang yang terlibat ini menghilangkan barang bukti. Memusnahkan dokumen, terus hasil kekayaan disembunyikan,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyampaikan hal yang sama. MAKI mendorong aparat penegak hukum segera mencekal Arsin sebagai terlapor. Pihaknya telah melaporkan kasus pagar laut ilegal di Kabupaten Tangerang ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung.
MAKI meyakini dasar penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) palsu sehingga kepala desa hingga aparatur sipil negara terkait harus diperiksa. “Terbitnya sertifikat itu kan di atas laut, saya meyakininya itu palsu, karena tidak mungkin bisa diterbitkan karena itu di tahun 2023. Kalau ada dasar klaim tahun 1980, tahun 1970, itu empang dan lahan artinya sudah musnah, sudah tidak bisa diterbitkan sertifikat,” kata dia.
Boyamin telah melaporkan adanya dugaan kongkalikong pemerintah daerah setempat dalam hal ini kepala desa, camat, hingga Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam penguasaan pantura hingga terbit sertifikat HGB dan SHM di perairan kabupaten itu.
Sebelumnya, dia juga melaporkan dugaan kongkalikong pembuatan sertifikat HGB dan SHM tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam laporannya, dia menggunakan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Muhammadiyah Desak Pemerintah Segera Proses Kasus Pagar Laut
Adapun Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meyakini Presiden Prabowo Subianto tak akan membiarkan kasus pagar laut di Tangerang mengambang tanpa kejelasan.
Setelah dalang kasus pagar laut itu terungkap, Haedar optimistis jika Prabowo melalui kementerian terkait dan aparat hukum di bawahnya dapat memproses sesuai ketentuan perundangan dan hukum yang berlaku. “Kami percaya pada kebijakan pemerintahan Pak Prabowo yang tegas (menindak kasus pagar laut) melalui penegakan hukum," kata Haedar di Yogyakarta, Senin, 3 Februari 2025.
Haedar membeberkan kasus pagar laut itu kini telah terkuak sebagai tindakan ilegal yang melanggar hukum. Dia pun mendorong agar aparat penegak hukum juga tidak berlama-lama menindaklanjuti kasus yang sudah mulai terang benderang ini. “Setelah diusut tuntas lalu diketahui pagar laut ilegal, ya tindak saja secara hukum bagi semua pelaku yang terlibat,” kata dia.
Dia menuturkan proses hukum kasus pagar laut yang diketahui menyeret perusahaan afiliasi sejumlah taipan negeri ini akan menjadi potret penindakan hukum yang selama ini kerap dinilai tebang pilih. “Kami yakin dengan adanya proses hukum atas kasus itu akan menjadi sebuah ketentraman di masyarakat bahwa hukum itu benar benar tegak," ujarnya.
Kasus pagar laut itu, kata dia, juga menjadi tamparan pengingat bagi pemerintah agar tidak abai dengan sumber daya alam yang dimiliki. Muhammadiyah mendesak negara bisa lebih baik lagi dalam mengelola sumber daya alam agar dapat menyejahterakan masyarakat secara merata, tidak dikuasai segelintir pihak.
“Dari kasus pagar laut ini kami mendorong negara agar dapat lebih baik untuk melakukan pengawasan pengelolaan sumber daya alam secara bertanggungjawab, berorientasi lingkungan, dan keberlanjutan untuk masyarakat luas,” kata Haedar.
Pribadi Wicaksono dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Respons atas Pencopotan Pejabat Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta di Kasus Pungli WNA Cina
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini