Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Australia untuk Indonesia Gary Quinlan mengkhawatirkan kemungkinan adanya aksi balas dendam terhadap warga dan pemerintah Australia, pasca serangan teror di Selandia Baru. Alasannya, pelaku teror dalam penembakan di Masjid Christchurh itu adalah warga Australia.
Baca: Warga Kota Christchurch Selamatkan Korban Teror di Selandia Baru
"Kekhawatiran ini hal besar. Karena sudah ada orang-orang yang menyatakan ingin balas dendam,” kata Quinlan saat menyambangi Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, di Jakarta Pusat, Selasa, 19 Maret 2019. Quinlan menambahkan, ancaman balas dendam itu antara lain dinyatakan kelompok ISIS dan Al Qaeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Quinlan mencontohkan serangan yang terjadi di Belanda yang menewaskan tiga orang. Meski belum dipastikan serangan ini adalah balasan atas kejadian di Christchurch, namun ia meminta agar masyarakat tetap waspada. "Kami baru mendengar kabar, bisa jadi aksi balas dendam, tapi kami belum dapat pastikan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Quinlan, pemerintah Australia sudah mengeluarkan imbauan kepada penduduk yang bepergian ke luar negeri, termasuk Indonesia, untuk waspada. Apalagi banyak aksi teror yang dilakukan secara sendiri (lone wolf) hingga sulit untuk dideteksi. Ia berharap pemerintah Indonesia dapat mengantisipasi berbagai tindakan mencurigakan yang mengarah pada terorisme.
"Kalian telah membangun sebuah kapasitas kontra terorisme yang sangat kuat dan fleksibel,” kata Quilan.
Baca: Pria Ditahan karena Sebarkan Video Penembakan di Christchurch
Serangan teror di Selandia Baru menyebabkan lebih dari 50 orang tewas. Serangan tunggal di Masjid Christchurch itu dilakukan secara membabi buta saat kaum muslim tengah salat Jumat. Pelaku teror diketahui adalah Brenton Tarrant, seorang ekstrimis sayap kanan berkewarganegaraan Australia.