Ayahnya merasa diperas Rp 1 juta. Surat kaleng mengungkap kematian Masrukin. MASRUKIN, 31 tahun, dibabat hingga mati oleh Abdul Karim. Karim kemudian menguburkan mayat anak kandungnya itu di rumahnya, di Desa Wanglu Wetan, Kecamatan Senori, Tuban, Jawa Timur. "Saya sudah jengkel. Selama hidup, ia selalu menyusahkan saya. Jadi, saya habisi saja dia," kata Karim di sel polisi, pekan lalu, kepada TEMPO. Drama berdarah ini berlangsung Minggu pertengahan Agustus lalu. Siangnya, ketika warga desa sedang memperingati HUT ke-46 RI, Masrukin yang membawa pedang menemui orangtuanya untuk minta uang Rp 1 juta. Hari itu ia baru saja kalah main judi. Seperti umumnya petani desa, permintaan uang sebanyak itu tak dapat dipenuhi dalam sekejap. Apalagi saat ini kemarau panjang, tak ada tanaman bisa dipanen. "Cari air saja sulit apalagi cari uang," kata Abdul Karim, 61 tahun. Pemilik dua hektare sawah tadah hujan itu minta Masrukin datang tiga hari lagi, setelah gabah simpanan yang ada di lumbungnya laku dijual. Masrukin, seperti biasanya, tak menerima begitu saja. Ia malah melukai tangan kiri Sopiah, ibu kandungnya. "Pokoknya, kalau tidak diberi sekarang, saya bunuh," katanya, sambil mencekal tangan ibunya dengan parang. Sopiah, 52 tahun, hanya melelehkan air mata. Darah Karim menggelegak. Kelakuan anaknya ini sudah melewati batas. Sang ayah adi ingat, Masrukinlah yang membuat giginya rontok dan gendang telinganya pecah, dulu. Ia bergegas ke dapur mengambil abu, lalu meraupkan ke muka anaknya. Masrukin gelagapan. Parang terlepas dari genggamannya. Karim bertindak. Setelah meraih pedang itu, ia lalu menghantam leher, lambung, dan kaki Masrukin. Lelaki gempal ini ambruk dan kelojotan. "Bunuhlah aku, Pak," Masrukin mengerang, sambil memegangi ususnya yang terburai. Karim makin tidak peduli. Ia babat tubuh anaknya itu berulang-ulang hingga tewas. Dengan bantuan istrinya, Karim lalu menyeret mayat Masrukin ke dapur. Karena merasa tidak aman, ia memindahkan mayat itu ke kamar kosong di ruangan tengah. Di sinilah Karim baru menguburkan mayat anaknya itu dalam lubang yang digalinya 30 cm dan panjang 150 cm. Mayat tadi dibungkus dengan plastik bekas pupuk urea dan ditimbuni tanah. Di atasnya lalu ditutupi barang pecah belah. Usai penguburan, seperti tak terjadi apa-apa, siang itu Karim pergi menonton karnaval di kampung. Sementara itu, Sopiah duduk sendiri di rumah, seakan merenungi peristiwa yang baru terjadi. Seminggu sudah peristiwa ini berlalu. Para tetangga tidak ada yang menyoal. Yang sibuk mencari hanya Siti Suhiyah, istri Masrukin. Ibu dua anak ini kemudian menanyakan hal suaminya ke rumah mertua. "Suamimu belum pulang," kata Karim. "Mungkin di rumah temannya." Suhiyah curiga. Apalagi setelah seorang tetangga bercerita padanya bahwa, sebelum menghilang, suaminya itu terdengar cekcok dengan ayahnya. Kecurigaan Suhiyah terungkap Senin pekan lalu, setelah satu tim dari Polsek dan Polres Tuban mengubek rumah Karim. Aparat polisi mencari jejak Masrukin berdasar surat kaleng yang dikirim ke Polsek Senori. Surat bertanggal 24 Agustus itu menyebutkan: ada pembunuhan di rumah Abdul Karim. Kapolsek Letnan Satu Bachsin, dengan dua anak buahnya, mengecek di rumah Karim. Orang tua ini tak mengaku. Namun, selang dua hari ia menyerahkan dirinya karena merasa takut. Akan halnya surat kaleng itu, hingga kini tak jelas siapa pembuatnya. Namun, kematian Masrukin, menurut Mukid Maksum, seorang pamong Desa Wanglu Wetan, disyukuri warganya. Selama di sini, Masrukin dikenal sebagai perusuh desa dan penjudi. Bila ada rumah terbakar dan sapi tetangga mati, mereka pastikan itu ulah Masrukin. "Tapi kami tak berani bertindak apa-apa," ujarnya. Ada sebabnya sehingga mereka takut menghadapi Masrukin. Dahulu, ia membunuh istrinya yang kedua dan seorang lelaki yang menjadi musuh bebuyutannya. Atas ulahnya itu, ia diganjar 7 tahun dan 3 tahun penjara. Ternyata, setelah dua kali masuk bui, Masrukin tak juga jera. Malah, orangtuanya yang dijadikannya sasaran. Nahas. Nyawanya tercerabut oleh parang sendiri, yang diayunkan ayah kandungnya. Agus Basri dan Zed Abidien (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini